Rumah adalah salah satu kebutuhan primer bagi setiap manusia. Namun, tak dapat dimungkiri bahwa bagi sebagian besar orang, rumah adalah barang “mewah”. Sebab, harga rumah cenderung terus naik sehingga sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat—khususnya mereka yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah.
Kenaikan harga rumah umumnya terjadi setiap tahun. Namun, ada juga yang meningkat setiap tiga bulan sekali. Lantas, mengapa harga properti khusus rumah cenderung terus meningkat? Ternyata, ada sejumlah alasan yang menjadi penyebab utamanya. Adapun alasan tersebut akan kita bahas dalam ulasan di bawah ini.
Berikut adalah sejumlah alasan utama yang menjadi penyebab properti rumah makin mahal.
Alasan pertama yang memicu naiknya harga properti per tahun adalah inflasi. Secara umum, inflasi adalah kondisi di mana harga barang dan jasa mengalami kenaikan secara kontinu dalam jangka waktu tertentu.
Ada beberapa hal yang menjadi pemicu inflasi. Sebut saja, tingginya permintaan pasar mengenai barang atau jasa, naiknya biaya produksi, dan distribusi barang yang tidak lancar sehingga nilai mata uang menurun.
Turunnya nilai mata uang dapat menurunkan tingkat daya beli masyarakat. Alhasil, daya beli mereka akan properti pun juga ikut terpengaruh. Guna mengatasi kondisi tersebut, Bank Indonesia memutuskan untuk meningkatkan suku bunga. Kenaikan suku bunga juga berdampak pada suku bunga kredit kepemilikan rumah.
Secara garis besar, permintaan adalah jumlah barang dan jasa tertentu yang diminta oleh konsumen selama waktu periode tertentu pada tingkat harga yang bervariasi. Di sini, faktor permintaan berhubungan erat dengan Angka Harapan Hidup (AHH) di Indonesia. Singkatnya, angka harapan hidup adalah perkiraan lamanya hidup individu di suatu daerah.
Angka harapan hidup di negara ini cenderung meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 mencatat AHH di Indonesia mencapai 73,5 tahu—naik sekitar 0,5 dibanding dengan data pada lima tahun sebelumnya. Dari data ini bisa disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia mengalami kenaikan.
Di sisi lain, melejitnya tingkat kesejahteraan hidup diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tentu akan menyebabkan meningkatnya tuntutan pemenuhan kebutuhan pokok akan tempat tinggal. Sesuai hukum permintaan, bila jumlah permintaan naik, harga yang barang atau jasa yang diminta tentu akan naik.
Selain permintaan, kenaikan harga properti juga turut dipengaruhi oleh penawaran atau pasokan. Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memastikan terpenuhinya supply hunian layak huni melalui berbagai jenis program. Salah satunya adalah program rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
Meski sudah berjalan, dalam praktiknya tidak lepas dari sejumlah kendala, seperti kendala yang berkaitan dengan anggaran untuk terus melangsungkan program tersebut. Jadi, mau tak mau pemerintah harus bekerja sama dengan swasta guna menyiapkan semua kebutuhan pembangunan rumah bersubsidi.
Pihak swasta wajib mentaati semua regulasi mengenai pembangunan hunian layak huni. Contohnya seperti mematuhi kaidah pembangunan yang memperhatikan lingkungan. Alhasil, masih ada ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran yang membuat harga rumah kian mahal.
Alasan lain yang menyebabkan naiknya harga properti per tahun adalah menipisnya ketersediaan lahan. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya luas lahan yang ada di dunia ini selalu tetap. Hanya saja, berlangsungnya pembangunan membuat jumlah lahan kosong semakin berkurang.
Lahan kosong atau yang tadinya hutan perlahan-lahan mulai berubah menjadi tempat bangunan-bangunan tinggi. Hal ini menciptakan terjadinya kelangkaan lahan karena ketidakseimbangan antara kebutuhan lahan untuk pembangunan dan jumlah lahan yang ada. Kondisi inilah yang mendorong naiknya harga properti.
Selain sebagai tempat tinggal, properti rumah dapat dijadikan sebagai aset jangka panjang. Di kawasan perkotaan yang dekat dengan wilayah perkantoran misalnya, banyak rumah di sana yang dikontrakkan. Nah, kontrakan adalah salah satu cara untuk menjadikan rumah sebagai aset jangka panjang.
Bila tidak dikontrakkan, biasanya unit-unit di kawasan perumahan elit tidak berpenghuni karena tujuannya dijual kembali oleh pemiliknya. Sebagai contoh, harga unit di perumahan elit mencapai Rp800 juta dan 8 bulan kemudian dijual dengan harga Rp1 miliar. Inilah yang membuat orang tertarik menjadikan rumah sebagai sarana untuk mengembangkan uang alih-alih untuk ditinggali.
Lalu, apa solusinya? Bisakah beli rumah saat harga properti sedang menggila sementara gaji tidak ada peningkatan? Tenang, tak perlu berkecil hati. Berikut ini sudah ada tips singkat yang bisa kamu lakukan untuk membeli rumah di tengah inflasi. Yuk, simak!
Tips yang pertama adalah mencari referensi harga rumah yang sesuai dengan bujet kamu. Kamu bisa mempertimbangkan mau rumah jenis apa, apakah rumah tapak atau apartemen, apakah bertingkat atau tidak, dan lain sebagainya.
Pertimbangkan pula lokasi rumah yang kamu incar. Tak masalah jauh dari pusat kota asalkan masih bisa dijangkau oleh transportasi publik. Hal-hal seperti ini harus dipertimbangkan dengan matang. Ini lantaran rumah yang akan kamu beli harus bisa memenuhi kebutuhanmu hingga masa mendatang. Jadi, pilihlah rumah yang sesuai kebutuhan dan bujet serta jangan sampai malah mendatangkan masalah finansial bagi kamu.
Selanjutnya adalah memiliki skema pembayaran yang sesuai dengan kemampuan bayar kamu. Masyarakat Indonesia umumnya menggunakan sistem Kredit Pemilikan Rumah dari lembaga perbankan. Namun, ada juga yang memanfaatkan pembiayaan dari perusahaan swasta.
Dengan membeli rumah secara kredit, kamu bisa mengangsur pembayaran dengan nominal yang bisa disesuaikan dengan pendapatan per bulan. Selain itu, hal ini juga tergantung pada harga rumah, jangka waktu pembayaran, dan uang muka.
Kuncinya adalah pilih skema kredit yang sesuai dengan kondisi keuangan kam. Di samping itu, usahakan tidak sampai mengganggu anggaran kebutuhan pokok sehari-hari.
Saat membeli rumah secara kredit, tentu kamu harus membayar uang muka terlebih dahulu. Jumlahnya beragam, biasanya 30% dari harga pokok rumah. Kalau harga rumah Rp600 juta, maka kamu harus menyiapkan DP sebesar Rp180 juta. Jelas tidak sedikit, kan?
Tenang, ada banyak cara untuk membantumu mengumpulkan DP. Salah satunya dengan membeli produk keuangan minim risiko, seperti deposito dan reksa dana. Kamu juga bisa menjadi pendana di perusahaan fintech sehingga kamu bisa cepat mengumpulkan DP rumah tanpa harus mencari pekerjaan sampingan.
Dari tulisan di atas, bisa diketahui bahwa naiknya harga properti dipengaruhi oleh banyak hal. Di antaranya inflasi, ketidakseimbangan antara supply dan demand, minimnya lahan, dan tren property investment.
Namun jangan dijadikan hal-hal tersebut sebagai halangan untuk tidak segera membeli hunian. Ingat, harga rumah akan terus naik tak peduli apakah penghasilanmu naik atau tidak. Jadi, yuk persiapkan rencana membeli rumah mulai dari sekarang.