Properti adalah salah satu sektor penggerak perekonomian Indonesia. Menjelang tahun politik (pemilu) tahun 2024, sektor properti tampaknya akan menghadapi sejumlah tantangan dan peluang yang menarik untuk diulas. Kendati beberapa pelaku industri merasa pesimis mengenai prospeknya, data analisis menunjukkan adanya potensi kenaikan pada paruh kedua tahun 2024. Untuk lebih lengkapnya, simak uraian berikut ini.
Pada Februari 2024, Indonesia akan melangsungkan pemilihan umum secara serentak. Menjelang tahun politik ini, banyak sekali industri yang ketar-ketir menghadapi fluktuasi pasar, tak terkecuali industri properti.
Masyarakat dan investor properti tampaknya akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait pembelian properti. Sikap ini muncul karena turunnya pendapatan sejumlah developer besar di Tanah Air. Data analisis perusahaan proptech 99 Group menunjukkan besarnya pendapatan pengembang properti di Indonesia selama tahun politik (pemilihan presiden/pilpres) pada dua periode sebelumnya.
Berdasarkan analisis, pendapatan pengembang properti mengalami penurunan mencapai 0,6% pada 2015, setahun setelah pilpres. Kemudian pada 2018 atau satu tahun sebelum pilpres, pendapatan pengembang mengalami kontraksi pendapatan sekitar 4,2%. Namun kondisi buruk ini tak bertahan lama karena pengembang berhasil memulihkan pendapatan mereka pada tahun berikutnya. Lantas, apakah hal ini akan terjadi pada tahun politik 2024?
Sektor properti pada awal 2024 diprediksi akan mengalami perlambatan. Penyebabnya bukan hanya karena pemilu, tetapi juga karena tingginya suku bunga acuan bank sentral (Bank Indonesia) yang menyentuh angka 6%. Axell Ebenhaezer, analis dari NH Korindo Sekuritas Indonesia, menekankan bahwa suku bunga tinggi dapat berdampak buruk terhadap sektor properti. Ini lantaran masyarakat akan lebih selektif dalam mengambil kredit, khususnya kredit properti.
Ketidakpastian kondisi ekonomi karena pemilihan umum juga bisa memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya, hal ini membuat para penyedia kredit, termasuk properti, memperketat persyaratan pengajuan kredit.
Di tengah ketidakpastian tersebut, kebijakan pemerintahan Jokowi yang mendukung sektor properti dengan pemberian insentif sekaligus kebijakan tentang belanja masyarakat memberikan sedang kecerahan. Namun, potensi perubahan kepemimpinan setelah pemilu mendatang menjadi faktor risiko.
Dalam skenario terburuk, kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri properti tersebut dapat terancam pada kepemimpinan berikutnya. Akibatnya, minat konsumen terhadap pembelian properti, khususnya secara kredit, mengalami penurunan.
Oleh sebab itu, para pemangku kepentingan di sektor properti harus bisa memantau dengan cermat bagaimana dinamika tahun politik nanti. Mereka juga harus segera mengambil langkah strategis guna menghadapi berbagai kemungkinan yang dapat berdampak pada pasar properti, baik menjelang maupun setelah pemilu 2024.
Dalam memprediksi tren pasar properti pada tahun politik 2024, penting untuk memahami sentimen terkait suku bunga kredit properti. Della Agatha Linggar, analis dari Ashmore Asset Management Indonesia, menyampaikan bahwa suku bunga dari bank sentral saat ini sudah berada pada posisi terendah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini memberikan daya tarik yang cukup signifikan bagi calon pembeli properti yang ingin menggunakan fasilitas kredit, seperti KPR.
Rendahnya suku bunga tak hanya memudahkan pengajuan pembiayaan, tetapi juga menciptakan peluang bagi para pengembang untuk menyusun skema penjualan secara lebih menarik. Menurut Della, sektor properti pada sisa tahun ini juga masih menarik. Para pengembang diharapkan bisa memanfaatkan momentum ini untuk menggaet lebih banyak konsumen dari berbagai segmen, khususnya home upgrader (renovator rumah) dan end user.
Namun, perlu diketahui bahwa kondisi suku bunga bank sentral juga dapat dipengaruhi oleh kondisi global, terutama dari bank sentral Amerika Serikat, yakni the Fed. Meskipun ada tanda-tanda penurunan suku bunga di awal tahun 2024, Bank Indonesia tetap harus mempertimbangkan segala ketidakpastian global yang berdampak pada penentuan suku bunga di Tanah Air.
Sementara itu, dari sudut pandang bisnis properti, rendahnya suku bunga justru menguntungkan bagi perusahaan karena bisa meningkatkan kondisi finansial mereka. Selain itu, terdapat pula potensi peningkatan daya beli konsumen terhadap produk properti.
Sebagai rekomendasi bagi para investor properti, saham-saham emiten properti tampaknya masih prospektif, di antaranya adalah BSDE dan KIJA. Kendati demikian, para pemangku kepentingan di industri properti tetap harus waspada terhadap fluktuasi pasar dan juga suku bunga global karena dapat memengaruhi pasar lokal.
Selain dari segi kredit atau pembiayaan, pemilihan umum tahun 2024 juga memengaruhi laju investasi properti dalam negeri. Saat ini, sektor properti Indonesia masih mendapat dukungan kuat dari end user yang membeli properti untuk dihuni atau kebutuhan pribadi lainnya. Meskipun para investor lebih berhati-hati dalam membeli properti, permintaan properti dari kalangan end user justru lebih stabil.
Pasalnya, investor membeli properti untuk investasi sehingga lebih berhati-hati dan memilih untuk menunggu pemilu usai sebelum mengambil keputusan. Strategi ini disebut “wait and see” dan ini malah memunculkan potensi kenaikan investasi pada periode setelah pemilu, terlebih bila hasil pemilu memberikan stabilitas politik. Sentimen positif ini dapat mendorong para investor untuk kembali mencari peluang investasi properti yang mana akan menciptakan kenaikan pasar hingga akhir tahun depan.
Dari sisi para pengembang, adaptasi strategi perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi setelah pemilihan umum selesai. Para pengembang harus bisa menyesuaikan penawaran dengan kebutuhan sekaligus daya beli konsumen dan hal ini perlu diprioritaskan. Pengembang juga harus menggabungkan strategi pemasaran dengan penetapan harga guna menarik konsumen, khususnya dari konsumen end user.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi pasar global juga akan memengaruhi pasar properti dalam negeri tahun depan. Saat ini, sudah ada tanda-tanda soft landing atau penurunan suku bunga. Bila hal ini benar terjadi pada awal tahun 2024, maka aktivitas industri properti pada awal tahun 2024 pun akan mengalami kenaikan.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa tren investasi properti pada tahun politik 2024 akan sangat dipengaruhi oleh hasil pemilu, sentimen pasar global, dan kebijakan suku bunga dalam negeri.
Para pelaku industri properti, termasuk pengembang dan investor, harus memahami dinamika ini guna meningkatkan potensi pertumbuhan dan menekan risiko di tengah ketidakpastian kondisi politik.