Industri properti Tanah Air tengah menghadapi sejumlah tantangan yang membutuhkan strategi khusus untuk menyelesaikannya. Salah satu tantangan yang paling umum adalah ketidaksesuaian antara jumlah pasokan dan permintaan unit perumahan. Hal ini pada akhirnya membuat masyarakat kelas menengah sulit untuk mendapatkan hunian yang terjangkau.
Dalam diskusi tentang Potensi Pemenuhan Permintaan Rumah bagi Kelas Menengah bersama Tipe Co-residence, permasalahan tentangan terbatasnya akses terhadap hunian terjangkau menjadi hal yang cukup pelik. Ditambah lagi dengan terbatasnya lahan dan kebutuhan finansial masyarakat usia lanjut, maka muncul tren baru yang disebut dengan “rumah berbagi”.
Rumah berbagi atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai co-residence atau co-living merupakan suatu konsep hunian di mana beberapa individu memilih untuk tinggal bersama dalam satu atap dengan banyak kamar dan fasilitas bersama seperti ruang tamu dan dapur. Jadi, setiap individu mendapatkan satu kamar dengan atau tidak dengan kamar mandi dalam dan bisa menggunakan fasilitas bersama yang sudah disediakan.
Meskipun konsep hunian ini terdengar seperti baru, faktanya co-residence sudah menjadi tren yang cukup populer di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan sejumlah negara di Eropa. Di Indonesia pun sebenarnya juga sudah ada properti co-residence, contohnya di Bali karena banyak sekali turis di sana yang bekerja sebagai digital nomad.
Lebih lanjut, rumah berbagi lebih dari sekadar hunian, tetapi juga sebagai tempat untuk menciptakan komunitas kolaboratif yang menjadi wadah bagi sekelompok individu untuk berbagai beban atau mendukung satu sama lain.
Dengan memanfaatkan ruang bersama secara efisien dan menggabungkan sumber daya, konsep rumah berbagi dapat menjadi alternatif yang praktis dan terjangkau untuk memenuhi kebutuhan perumahan di tengah dinamika pasar properti. Jadi, rumah berbagi bukan hanya soal hunian, melainkan juga sebagai langkah untuk menciptakan komunitas yang berkelanjutan.
Sekilas, konsep rumah berbagi memang mirip seperti indekos, tetapi sebenarnya berbeda. Perbedaan tersebut utamanya terletak pada interaksi yang diciptakan oleh para penghuni. Di indekos, interaksi antar penghuni umumnya hanya terjadi bila salah satu pihak memiliki inisiatif untuk berinteraksi dengan penghuni lainnya.
Berbeda dengan rumah berbagi, setiap penghani secara otomatis akan menjadi bagian dari suatu komunitas yang mengharuskan mereka untuk saling berinteraksi dan berbagi. Jadi, tinggal di co-residence sama saja akan membuat kamu mendapatkan teman baru.
Lebih lanjut, fasilitas co-residence relatif lebih lengkap dibanding indekos dan bisa digunakan tanpa harus membayar lebih. Adapun fasilitas yang dimaksud antara lain kolam renang, ruang bersama lengkap dengan fasilitas game, biliar, dapur bersama, hingga gym.
Lantas, apa saja kelebihan dari konsep rumah berbagi? Berikut di antaranya:
Salah satu kelebihan dari rumah berbagi adalah memiliki potensi untuk mengatasi masalah perumahan. Sebab, konsep co-residence tidak memakan terlalu banyak lahan mengingat hunian dibuat secara vertikal.
Di Jakarta misalnya, simulasi menunjukkan bahwa konsep rumah berbagi di lahan kurang lebih 360 hektar bisa menciptakan sekitar 280.000 unit hunian. Ini menunjukkan bahwa rumah berbagi bisa menjadi solusi signifikan terhadap masalah backlog rumah yang sudah menyentuh angka 250.000 unit. Di samping itu, co-residence juga menjadi solusi untuk mengatasi ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan di sektor perumahan.
Penerapan konsep rumah berbagi tak hanya memberikan solusi bagi industri properti, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap ekonomi. Dengan meningkatnya jumlah unit co-residence, otomatis akan terbuka peluang untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui konsumsi harian masyarakat dan pajak properti. Dengan demikian, konsep hunian ini tak hanya membantu memenuhi permintaan terhadap unit perumahan, melainkan juga menciptakan kondisi ekonomi yang berkelanjutan.
Rumah berbagi juga menjadi hunian yang dapat menciptakan peluang bagi individu untuk membangun komunitas yang solid. Dengan tinggal bersama dalam satu properti, maka terciptalah lingkungan yang memungkinkan para penghuni untuk bisa berkolaborasi dan saling memberikan dukungan.
Jadi, rumah berbagi bukan hanya sebagai solusi untuk backlog perumahan, tetapi juga untuk memperkuat ikatan sosial sekaligus mendorong kesejahteraan bersama. Konsep hunian ini juga menjadi fondasi kuat untuk masyarakat yang lebih efisien, berdaya, dan berkelanjutan.
Meskipun konsep rumah berbagi memiliki potensi besar, penerapannya masih dihadapkan dengan sejumlah tantangan yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut. Adapun tantangan dari penerapan co-residence adalah sebagai berikut:
Salah satu tantangan utama dari penerapan konsep rumah berbagi adalah masalah perizinan terkait pembangunan hunian tinggal, khususnya bila hunian memiliki empat lantai atau lebih. Contohnya saja di Jakarta, terbatasnya lahan dan padatnya populasi membuat regulasi semacam itu menjadi hambatan yang cukup pelik guna mewujudkan konsep co-residence secara optimal. Oleh sebab itu, regulasi harus dikaji ulang dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan agar konsep hunian ini bisa diterapkan dengan lancar.
Selain masalah regulasi, infrastruktur juga menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Pada dasarnya, pembangunan hunian vertikal di kawasan perkotaan harus disertai dengan pembangunan infrastruktur perkotaan, seperti fasilitas publik. Jadi, butuh investasi dan perencanaan yang matang guna memastikan bahwa infrastruktur tersebut mendukung kenyamanan konsep rumah berbagi.
Rumah berbagi mengharuskan penghuninya untuk bisa saling berinteraksi. Pada titik yang paling ekstrem, aspek-aspek sosial setiap individu seperti privasi dan kenyamanan harus dipertaruhkan. Oleh sebab itu, perlu kesadaran dari masing-masing calon penghuni rumah berbagi untuk memiliki tanggung jawab sosial dengan tidak mengusik privasi orang lain maupun terlalu mengumbar privasi diri sendiri.
Dengan memahami dan mengatasi tantangan-tantangan di atas, konsep rumah berbagi bisa menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi masalah backlog perumahan, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta.
Jadi, rumah berbagi merupakan konsep hunian yang muncul sebagai alternatif menarik atas sulitnya mendapatkan hunian layak dan terjangkau di Indonesia. Untuk mendorong pertumbuhan konsep hunian ini, para pemangku kepentingan, pemerintah, dan pihak swasta lainnya perlu menjalin kerja sama agar penerapan konsep hunian ini bisa segera diwujudkan.