Peran Pers dalam Menangkal Hoaks di Media Sosial

Di era yang serba digital ini, penyebaran informasi telah berkembang begitu pesat. Dengan adanya media sosial, masyarakat bisa dengan mudah mengakses dan menyebarkan informasi hanya dalam beberapa menit. Namun, di balik kemudahan tersebut, muncul tantangan serius yang dapat merugikan banyak pihak, yakni penyebaran hoaks atau berita palsu. 

Hoaks menjadi masalah pelik yang tak hanya merugikan perorangan tetapi juga berdampak luas terhadap masyarakat. Hal ini termasuk menimbulkan keresahan sosial dan mengganggu stabilitas negara.

Hoaks sendiri bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari berita palsu, informasi yang sengaja dipelintir, hingga fakta yang disajikan secara bias atau berat sebelah. Hoaks kini lebih banyak disebarkan melalui media sosial karena sifatnya yang terbuka dan cepat. Dalam kondisi ini, peran pers sangatlah penting sebagai pihak penjaga kebenaran dan sumber informasi yang bisa dipercaya.

Peran Pers

Maraknya Hoaks di Media Sosial

Media sosial kini telah menjadi alat utama untuk berbagi informasi di era digital ini. Namun, perlu dipahami bahwa tidak semua informasi yang ada di media sosial benar. Hoaks atau berita palsu kerap kali tersebar lebih cepat dibanding informasi yang valid. 

Menurut data, ada lebih dari 12.000 konten hoaks yang beredar di situs web dan platform digital dari bulan Agustus 2018 hingga Desember 2023. Konten tersebut sudah diidentifikasi, diverifikasi, sekaligus divalidasi oleh pihak AIS Ditjen Aplikasi Informatika. Mereka menyebut hoaks paling banyak ada pada kategori kesehatan, yakni hingga 2.357 informasi. 

Pada urutan kedua adalah hoaks tentang penipuan dan yang berhubungan dengan pemerintahan, masing-masing ada sekitar 2.210 informasi. Konten tentang penipuan umumnya berhubungan dengan tautan phising, akun palsu, pemberian bantuan sosial, hingga. Sementara itu, konten hoaks yang berhubungan dengan pemerintah merujuk pada akun-akun palsu pejabat pemerintah dari pusat hingga lembaga. Selain itu, ada juga informasi menyesatkan yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah. 

Di urutan selanjutnya ditempati oleh kategori politik dengan sebanyak 1.628 informasi hoaks hingga akhir periode 2023. Konten politik ini didominasi informasi yang berhubungan dengan proses pemilu, kandidat, hingga partai politik.

Hoaks-hoaks tersebut disebarkan secara cepat dan masif melalui media sosial. Mengingat media sosial sangat mudah diakses oleh siapa saja dan tidak ada kontrol yang ketat, otomatis banyak pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memanfaatkannya.

Terlebih lagi, algoritma media sosial juga cenderung menampilkan konten yang sesuai dengan minat pengguna. Alhasil, dampak yang ditimbulkan makin parah dan kondisi di luar media sosial pun juga ikut terdampak. 

Pasalnya, informasi hoaks cenderung bersifat sensasional dan provokatif sehingga lebih mudah menarik perhatian. Di samping itu, banyak pengguna media sosial yang kurang memiliki literasi sehingga tidak bisa memisahkan mana informasi yang valid dan mana yang bukan.

Dampak Buruk Hoaks di Media Sosial

Penyebaran hoaks di media sosial tak hanya menimbulkan kegaduhan dan kebingungan di tengah masyarakat, tetapi juga berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan. Berikut ini beberapa efek buruk yang disebabkan oleh penyebaran hoaks:

1. Keresahan dan kepanikan masyarakat

Hoaks yang menyebar dengan cukup cepat bisa menimbulkan terjadinya keresahan massal di masyarakat. Misalnya, informasi palsu yang berhubungan dengan bencana alam atau kondisi kesehatan bisa memicu terjadinya kepanikan.

Hal ini bahkan pernah terjadi di Indonesia, tepatnya pada awal pandemi COVID-19. Saat itu, banyak sekali berita palsu terkait penyebaran virus dan pengobatan menyebar luas sehingga membuat banyak masyarakat kebingungan dan tidak tahu mana informasi yang valid.

3. Kerugian secara finansial

Hoaks juga bisa menimbulkan terjadinya kerugian secara finansial dan terkadang cukup signifikan. Informasi palsu terkait produk atau suatu layanan tertentu bisa merusak citra perusahaan dan bahkan menyebabkan hilangnya kepercayaan konsumen. 

Di samping itu, banyak sekali orang yang terjebak dalam penipuan online karena hoaks yang beredar. Contohnya saja investasi bodong atau tawaran bisnis dengan sistem MLM yang tidak jelas. Namun, hal semacam ini pada dasarnya juga karena kesalahan si korban sendiri karena minimnya literasi untuk mencari informasi yang valid.

3. Berpotensi menimbulkan perpecahan sosial

Hoaks kerap digunakan sebagai alat yang cukup efektif untuk menyebarkan kebencian dan memecah belah masyarakat, terutama menyangkut isu-isu sensitif seperti suku, agama, ras, dan antar golongan.

Informasi palsu yang menyulut emosi ini bisa menyebabkan terjadinya konflik horizontal di tengah masyarakat. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, otomatis bisa menyebabkan pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Menurunnya kepercayaan publik terhadap media

Saat masyarakat sering terpapar hoaks, otomatis kepercayaan mereka terhadap media, tak terkecuali media arus utama, bisa menurun. Hal ini karena hoaks yang terus-menerus disebarkan sering kali membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk membedakan mana informasi yang benar dan mana yang tidak benar. Akibatnya, media massa baik cetak maupun online yang seharusnya menjadi sumber informasi yang akurat pun bisa kehilangan kredibilitasnya.

Peran Pers dalam Mengatasi Hoaks di Media Sosial

Peran pers dalam menangkal hoaks di platform media sosial sangatlah krusial, terlebih dalam menjaga integritas informasi. Pers mengemban tanggung jawab besar dalam menyajikan berita yang tidak bias, akurat, dan tentunya bisa dipercaya, terlebih di tengah maraknya penyebaran informasi palsu di era digital ini.

Berdasarkan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, pers harus senantiasa memastikan bahwa setiap berita yang disebarkan melalui media sosial sudah terverifikasi dengan baik. Misalnya saja, pada Pemilu 2024 kemarin, pers memiliki peran aktif dalam memberikan informasi yang edukatif kepada khalayak umum agar tidak terjebak dalam hoaks yang bisa merusakan demokrasi.

Selain itu, netralitas pers juga menjadi kunci penting. Dalam hal ini, para wartawan harus menghindari kepentingan politik praktis dan tidak berat sebelah pada satu calon atau partai. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya, Cahyono, melalui RRI menegaskan bahwa wartawan harus menjaga profesionalisme dan patuh terhadap kode etik jurnalistik. 

Dengan demikian, pers menjadi benteng utama dalam menjaga kebenaran informasi yang beredar di masyarakat. Mereka berperan dalam menjamin kebenaran berita yang disampaikan dan menjamin berita bebas dari kepentingan tertentu.

Kesimpulan

Jadi, hoaks di media sosial adalah tantangan besar bagi masyarakat dan bahkan pemerintah. Banyak sekali dampak negatif yang ditimbulkan dari hoaks, yang paling parah tentu saja adalah pecahnya persatuan bangsa. Namun, hoaks bisa diatasi bersama, mulai dari diri sendiri. Caranya adalah dengan meningkatkan literasi, belajar bagaimana caranya mencari informasi yang valid, dan mengasah pola pikir kritis agar tidak mudah percaya dengan semua yang ada di media sosial.

Leave a Reply