P2P Lending Bukan Pinjol, Begini Menurut AFPI

Di era sekarang, ada banyak sekali inovasi di sektor keuangan yang memberikan kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan dan produk finansial. Salah satunya adalah kehadiran teknologi finansial atau financial technology (fintech) yang memungkinkan masyarakat untuk bisa mendapat akses pinjaman dengan mudah.

Namun, perlu dipahami bahwa munculnya fintech ini juga membawa beberapa tantangan tersendiri, khususnya terkait dengan perbedaan antara Peer to Peer (P2P) Lending dan pinjaman online (pinjol). 

Banyak masyarakat masih menganggap kedua jenis fintech ini sama, padahal keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Untuk meluruskan kesalahpahaman ini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menegaskan bahwa P2P Lending bukanlah pinjol. 

P2P Lending

P2P Lending Bukan Pinjol

Banyak masyarakat masih sering kali menganggap bahwa semua jenis layanan pinjaman berbasis online sebagai “pinjol”. Namun, AFPI menekankan bahwa P2P Lending berbeda jauh  dengan pinjaman online khususnya pinjaman ilegal yang kerap merugikan masyarakat.

Istilah “pinjol” kini lebih identik dengan perusahaan keuangan digital ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sering melakukan tindakan tidak beretika, seperti penagihan yang dilakukan secara kasar atau penyalahgunaan data pribadi para peminjam.

Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, melalui Bisnis.com menyatakan bahwa P2P Lending yang sudah mengantongi izin dari OJK memiliki sistem operasional yang transparan dan etis. Mereka bahkan sedang menggodok istilah baru untuk membedakan istilah fintech P2P Lending yang legal dari pinjol ilegal, sehingga masyarakat tidak salah paham dan tidak menjadi korban dari pinjol ilegal.

Pengertian P2P Lending

Untuk memahami perbedaan antara P2P lending dengan pinjol, khususnya yang ilegal, mari simak pengertian dari keduanya terlebih dahulu.

P2P Lending atau Peer to Peer Lending merujuk pada platform fintech yang menjadi wadah bertemunya para pemberi pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman (borrower) secara langsung. Sistem ini memberikan keuntungan yang cukup signifikan bagi kedua belah pihak. 

Pasalnya, pihak peminjam bisa mendapatkan dana dengan cepat tanpa harus melalui lembaga keuangan tradisional seperti bank. Sementara itu, bagi pemberi pinjaman, mereka bisa mendapatkan keuntungan dari bunga pinjaman atau dari margin.

Di Indonesia, operasional bisnis P2P Lending telah diatur oleh OJK, yang memastikan bahwa seluruh penyelenggara dari layanan ini wajib mematuhi peraturan dan regulasi yang ketat demi melindungi hak-hak pengguna. Legalitas dan transparansi juga harus menjadi nilai utama dalam P2P Lending yang sudah mengantongi izin dari OJK. 

Beberapa ciri dari P2P Lending yang legal antara lain memiliki bunga yang terjangkau, proses peminjaman yang transparan dan jelas, serta tidak memanfaatkan data pribadi nasabah, baik peminjam ataupun pemberi pinjaman, secara tidak etis.

Pengertian Pinjol

Sementara itu, pinjaman online atau pinjol merupakan jenis pinjaman yang proses pengajuannya dilakukan secara daring atau online tanpa memerlukan adanya jaminan fisik, seperti sertifikat properti atau surat-surat kendaraan. 

Pinjol sering kali menjadi solusi praktis bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat, tetapi tidak memiliki akses untuk mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan tradisional.

Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna pinjol, layanan sering kali memiliki stigma negatif, terutama karena banyaknya kasus penyalahgunaan oleh perusahaan pinjol tidak resmi atau ilegal. Perusahaan pinjol umumnya juga mendapatkan dana dari pemberi pinjaman yang kemudian disalurkan ke penerima pinjaman, mirip seperti P2P lending.

Sementara itu, ada beberapa ciri khas dari pinjol ilegal adalah bunga yang sangat tinggi atau tidak sesuai dengan regulasi, proses peminjaman yang tidak jelas atau tidak transparan, serta praktik penagihan yang tidak beretika. Perusahaan pinjol ilegal juga umumnya tidak terdaftar di OJK sehingga tidak diawasi oleh regulator dan cenderung bisa merugikan konsumen.

Perbedaan P2P Lending dan Pinjol

Meskipun sekilas mirip, P2P Lending dan pinjol memiliki beberapa perbedaan yang cukup mendasar, terutama terkait legalitas, bunga pinjaman, dan mekanisme operasional. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara fintech P2P Lending dan pinjol menurut AFPI:

1. Legalitas

P2P Lending yang sah di Indonesia harus terdaftar dan diawasi oleh pihak OJK.  Sementara itu pinjol juga diawasi oleh OJK. Namun pinjol yang ilegal sama sekali tidak memiliki izin operasional dan sering kali beroperasi di bawah radar pemerintah.

2. Proses peminjaman

Pada P2P Lending, proses peminjaman melibatkan proses analisis kredit dan verifikasi data peminjam secara komprehensif. Sementara itu, pinjol ilegal sering kali tidak melakukan proses verifikasi data dengan baik. Akibatnya, siapa saja bisa meminjam tanpa adanya jaminan pengembalian.

3. Bunga pinjaman

Bunga pada P2P Lending umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pinjol ilegal. Pinjol ilegal sering kali menerapkan bunga yang cukup tinggi, bahkan bisa mencapai 0,8% per hari. Bila dihitung, per tahun bunga pinjaman pinjol ilegal bisa mencapai 292%.

4. Praktik penagihan

P2P Lending berizin wajib mengikuti standar etika dalam proses penagihan apabila sudah melewati tanggal jatuh tempo. Sementara itu, pinjol ilegal sering kali melakukan penagihan dengan cara yang kasar dan tidak beretika, termasuk mengakses dan bahkan menggunakan data pribadi peminjam secara tidak sah.

Tanggapan AFPI Terkait P2P Lending Bukan Pinjol

AFPI melalui Bisnis.com menanggapi dengan tegas perbedaan antara P2P Lending dan pinjol. Menurut AFPI, penting untuk memberikan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat agar tidak lagi menganggap kedua layanan fintech ini sebagai entitas yang sama. 

Mereka juga sedang mempertimbangkan istilah baru untuk P2P Lending yang legal agar makin jelas perbedaan antara P2P lending dengan pinjol ilegal.

AFPI juga menekankan bahwa P2P Lending yang berizin dari OJK harus dilihat sebagai solusi keuangan yang aman dan tepercaya, berbeda dengan pinjol ilegal yang sering kali menjadi sumber masalah keuangan bagi masyarakat. 

AFPI juga mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa kembali legalitas platform pinjaman digital sebelum mengajukan pinjaman, demi menghindari jeratan pinjol ilegal yang merugikan.

Dalam wawancaranya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, juga mendukung langkah AFPI untuk mengganti istilah “pinjol” dengan istilah yang lebih positif dan tidak membingungkan. 

Ia berpendapat bahwa meskipun perubahan istilah memainkan peran yang krusial tetapi yang jauh lebih esensial adalah edukasi kepada masyarakat tentang perbedaan P2P Lending yang sah dengan pinjol ilegal.

Kesimpulan

Jadi, meskipun P2P lending dan pinjol masih kerap dianggap sama oleh sejumlah masyarakat, keduanya jelas berbeda, baik dalam hal legalitas dan mekanisme operasional. Dengan memahami perbedaan antara keduanya, diharapkan layanan fintech bisa terus berkembang, menjadi lebih aman, dan mampu meminimalkan risiko yang tidak diinginkan.

Leave a Reply