Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia. Hal inilah yang membuat Indonesia menjadi negara dengan potensi besar untuk menjadi salah satu pusat industri keuangan syariah. Tentunya berbagai langkah terus diupayakan guna mewujudkan hal tersebut.
Salah satu langkah signifikan yang dilakukan oleh pemerintah dan regulator adalah melalui penyelenggaraan Bulan Pembiayaan Syariah (BPS) 2024. Agenda ini diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lembaga keuangan lainnya.
Secara umum, acara tahunan ini ditujukan untuk memperluas akses pembiayaan dengan skema syariah, meningkatkan literasi keuangan masyarakat, dan mengembangkan ekosistem keuangan halal di Indonesia.
Bulan Pembiayaan Syariah 2024 mengusung tema “Akselerasi Pembiayaan Syariah untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Sejumlah regulator keuangan di Indonesia, seperti BI, OJK, dan kementerian serta lembaga lainnya, seperti Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) memiliki komitmen kuat untuk memfasilitasi pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah.
Deputi Gubernur BI, Juda Agung, melalui CNBCIndonesia, menyampaikan bahwa agenda BPS 2024 ditujukan untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah, khususnya dari sektor ekonomi kreatif dan pesantren.
Melalui BPS, Indonesia diharapkan bisa menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi syariah yang cepat dengan cara memperkuat akses masyarakat terhadap berbagai macam pembiayaan dengan skema syariah. Hal ini pada dasarnya juga ditujukan untuk memperkokoh posisi Indonesia di mata dunia, seperti yang tercermin dalam Global Islamic Economy Report 2023 yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu pemain inti dalam industri keuangan syariah di dunia.
Salah satu terobosan unggulan dalam agenda BPS 2024 ialah pengembangan “Project Charter”, yakni inisiatif yang sengaja dirancang untuk mendongkrak aksesibilitas pembiayaan bagi para pelaku UMKM dan sektor produktif lainnya.
Project Charter sendiri memiliki fokus utama, yakni untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui beragam sektor. Adapun sektor yang dimaksud mencakup ekonomi kreatif, pondok pesantren, dan usaha berbasis syariah. Dengan adanya langkah ini, diharapkan para pelaku UMKM bisa mengakses sumber pendanaan halal secara lebih mudah dan aman.
Di samping itu, Project Charter juga melibatkan sejumlah kegiatan pendampingan sekaligus business matching. Kedua kegiatan ini ditujukan untuk mempertemukan para pelaku usaha dengan investor dan lembaga keuangan. Melalui kegiatan ini, diharapkan ekosistem bisnis syariah, tingkat kepercayaan investor, dan kolaborasi antarsektor industri bisa mengalami peningkatan drastis sehingga dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Masih berbicara soal pembiayaan syariah, perkembangan sektor ini tak lepas dari transformasi digital yang terjadi di Indonesia. Para regulator seperti BI dan OJK pun menyadari bahwa inovasi digital sangatlah penting untuk memperluas jangkauan pembiayaan dengan skema syariah kepada masyarakat luas.
Beberapa platform digital pun terus dikembangkan selama beberapa tahun terakhir. Salah satu contohnya adalah DanaSyariah, platform P2P lending syariah untuk pembiayaan kepemilikan rumah dengan skema syariah. Melalui platform seperti DanaSyariah, masyarakat yang sebelumnya kesulitan untuk mengajukan pembiayaan properti di lembaga keuangan konvensional mampu mendapatkan akses pembiayaan secara halal dan aman.
Langkah tersebut tentunya juga sejalan dengan upaya peningkatan inklusi keuangan, khususnya keuangan syariah di Indonesia, khususnya di kalangan generasi muda yang lebih melek terhadap teknologi.
Meskipun selama beberapa tahun terakhir terjadi pertumbuhan yang cukup membanggakan di sektor keuangan syariah, perkembangannya harus diakui tidak lepas dari sejumlah tantangan. Salah satu tantangan tersebut adalah literasi keuangan syariah yang masih harus terus ditingkatkan. Saat ini, literasi keuangan syariah Indonesia masih berada di angka 39,11%, jauh di bawah angka literasi keuangan konvensional.
Rendahnya literasi keuangan syariah di tanah air tentunya menjadi hambatan sendiri bagi banyak pelaku industri keuangan syariah. Pasalnya, mereka akan kesulitan untuk mempromosikan manfaat dari layanan dan produk-produk keuangan syariah mereka.
Selain itu, persaingan dengan produk dan layanan keuangan konvensional menjadi salah satu tantangan yang juga perlu diperhatikan. Hal ini lantaran karena produk dan layanan keuangan konvensional sudah jauh lebih mapan di pasaran dibanding yang berasal dari industri keuangan syariah.
Untuk itu, pemerintah, regulator, dan lembaga terkait terus berusaha untuk meningkatkan edukasi terkait produk dan layanan keuangan syariah kepada masyarakat. Dengan meningkatnya literasi keuangan syariah, maka diharapkan makin banyak masyarakat Indonesia yang notabenenya adalah mayoritas muslim mulai menggunakan produk keuangan syariah.
Sama seperti agenda Bulan Inklusi Keuangan, Bulan Pembiayaan Syariah 2024 lebih dari sekadar agenda untuk mempromosikan industri keuangan syariah. Namun agenda ini juga diselenggarakan untuk memberikan dampak nyata terhadap pertumbuhan ekonomi tanah air.
Kegiatan ini sudah dimulai sejak acara Festival Ekonomi Syariah (FESYar) regional yang diadakan di Sumatera dan puncak acaranya ada di Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) pada tanggal 30 Oktober hingga 3 November 2024.
Sementara itu, agenda BPS 2024 mencakup beberapa kegiatan seperti edukasi, business matching, dan pameran produk-produk halal. Di samping itu, ada pula acara talkshow dan promosi produk keuangan syariah dari para pelaku industri keuangan yang bertujuan untuk mendongkrak literasi masyarakat terkait pembiayaan syariah.
Lebih lanjut, agenda BPS tahun ini adalah untuk meningkatkan pangsa pasar lembaga perbankan syariah di Indonesia yang saat ini sudah menyentuh angka 7,38%. Dengan berbagai inisiatif yang terus diupayakan selama perhelatan BPS 2024, diharapkan angka tersebut terus meningkat sesuai dengan pertumbuhan ekonomi syariah yang berkelanjutan dan inklusif.
Pemerintah, regulator, dan lembaga terkait lainnya juga fokus pada pencapaian literasi keuangan syariah, yakni sebesar 50% pada tahun 2025. Ini lantaran indeks literasi keuangan syariah merupakan salah satu indikator penting dalam pertumbuhan dan pengembangan industri keuangan syariah di tanah air.