Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan e-wallet atau dompet digital mengalami peningkatan tajam di Indonesia. Pasalnya, inovasi teknologi finansial yang satu ini menawarkan kemudahan dalam bertransaksi secara cashless dan banyak promosi cashback yang menggiurkan.
Namun, kemajuan teknologi ini juga membawa tantangan baru, khususnya terkait dengan keamanan dan pemanfaatannya dalam transaksi ilegal. Pada Oktober 2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkap adanya lima perusahaan penyedia layanan e-wallet yang diduga memfasilitasi transaksi ilegal.
Tentunya pemerintah tak tinggal diam mendapati temuan tersebut. Pemerintah melalui Kominfo (sekarang Komdigi) langsung mengambil sejumlah langkah tegas guna mengatasi permasalahan yang meresahkan masyarakat tersebut.
Penyalahgunaan e-wallet untuk melakukan transaksi ilegal sebenarnya bukanlah hal yang baru. Namun meningkatnya volume transaksi ilegal yang sudah mencapai triliunan rupiah memicu perhatian serius dari otoritas Indonesia.
Menurut laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada lima penyedia e-wallet yang terbukti menjadi wadah berlangsungnya transaksi ilegal, terutama terkait kegiatan ilegal yang sedang booming di Indonesia. Kelima e-wallet tersebut adalah DANA, OVO, GoPay, ShopeePay, dan LinkAja.
Data tersebut mengungkapkan nominal transaksi yang cukup fantastis di masing-masing platform. Berikut nominalnya:
Data nominal di atas menunjukkan bahwa tingginya jumlah transaksi yang terindikasi sebagai aktivitas ilegal ini memunculkan kekhawatiran dari sejumlah pihak terhadap potensi penyalahgunaan e-wallet secara masif.
Di samping itu, lonjakan transaksi yang mencurigakan, khususnya pada saat top-up saldo yang mengalir ke satu arah, menjadi indikasi utama adanya kegiatan ilegal. Transaksi satu arah ini menunjukkan bahwa dana diteruskan secara berkelanjutan ke pihak tertentu tanpa adanya transaksi keluar atau pengeluaran rutin oleh user.
Dengan adanya temuan ini, Menteri Kominfo era kabinet Indonesia Maju, Budi Arie Setiadi, memberikan teguran keras kepada kelima perusahaan tersebut. Pihak Kominfo juga menegaskan bahwa perusahaan e-wallet mengemban tanggung jawab serius untuk memastikan aplikasi mereka tidak disalahgunakan sebagai medium transaksi ilegal. Budi Arie juga menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas apabila kelima perusahaan tersebut tidak segera melakukan perbaikan pada sistem keamanan mereka.
Dalam menghadapi fenomena melonjaknya transaksi ilegal melalui platform e-wallet, pemerintah melalui Kementerian Kominfo dan lembaga terkait lainnya, merespon dengan menerapkan sejumlah langkah preventif.
Pihak Kominfo sendiri telah melakukan pemblokiran terhadap jutaan situs kegiatan ilegal yang dianggap sebagai akar dari transaksi ilegal ini. Di samping itu, Budi Ari Setiadi juga memberikan instruksi kepada para penyedia layanan e-wallet untuk meningkatkan sistem verifikasi pengguna atau yang biasa disebut dengan electronic Know Your Customer (Ekyc) sebagai upaya mencegah akun yang tidak sah.
Lebih lanjut, pemerintah juga menekankan pentingnya kerja sama antar lembaga guna mengawasi dan memberantas transaksi ilegal ini. Kolaborasi antara Kominfo (sekarang Komdigi), PPATK, dan Bank Indonesia menjadi kolaborasi penting untuk memutus jalur transaksi yang mengarah pada kegiatan ilegal.
Di samping itu, pemerintah menuntut para penyedia layanan e-wallet untuk lebih meningkatkan pengawasan serta memanfaatkan teknologi untuk mendeteksi pola transaksi yang mencurigakan. Hal ini diharapkan dapat meminimalkan risiko sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak negatif akibat praktik ilegal.
Sementara itu, para penyedia layanan e-wallet sendiri juga telah menanggapi arahan dari pemerintah dengan melakukan sejumlah tindakan konkret. DANA, salah satu penyedia e-wallet yang terindikasi, menyatakan komitmen tegasnya untuk mengidentifikasi dan memerangi transaksi ilegal melalui sejumlah penerapan teknologi seperti Fraud Detection System (FDS).
DANA juga menerapkan sejumlah fitur baru, seperti Scam Checker, Smart Friction, dan sistem pelaporan kepada otoritas terkait guna memantau aktivitas mencurigakan di platform mereka. Di samping itu, DANA juga memperkenalkan program edukasi bagi pengguna untuk bisa meningkatkan kesadaran dan risiko penggunaan e-wallet dalam kegiatan yang melanggar hukum.
Dalam pernyataan resminya, pihak DANA mengungkapkan bahwa perusahaan mereka telah menjalin kolaborasi dengan regulator untuk melaporkan transaksi yang terindikasi ilegal. Hal ini menunjukkan komitmen DANA terhadap keamanan pengguna sekaligus kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.
Fenomena penggunaan platform e-wallet sebagai sarana untuk melakukan transaksi ilegal, menyoroti kebutuhan mendesak terkait pengawasan yang lebih ketat lagi di bidang keuangan digital. Memang, perkembangan teknologi dapat memberikan banyak kemudahan dan kemajuan bagi masyarakat. Namun tantangan dan risiko yang muncul secara bersamaan juga harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi pedang bermata dua.
Langkah tegas dari pemerintah dan lembaga terkait, serta komitmen kuat dari para perusahaan e-wallet untuk meningkatkan sistem keamanan mereka, menjadi bukti konkret dari upaya kolaboratif untuk meningkatkan keamanan keuangan digital di Tanah Air.
Di samping itu, masyarakat sebagai pengguna aktif e-wallet juga diharapkan bisa lebih waspada dalam melakukan transaksi. Mereka diharapkan mampu memahami risiko yang mungkin muncul dari tindakan penyalahgunaan e-wallet.
Dengan memiliki pemahaman dan kesadaran yang lebih baik, maka masyarakat bisa memanfaatkan teknologi keuangan digital secara bijak dan bertanggung jawab. Dengan demikian, kolaborasi antara pemerintah, lembaga terkait, penyedia layanan, dan masyarakat diharapkan bisa menciptakan ekosistem transaksi digital yang lebih aman dan jauh dari praktik-praktik ilegal.