PPN 12% Bikin Harga Rumah Naik, Cek Faktanya di Sini

PPN 12% diprediksi akan memengaruhi harga rumah sehingga menjadi lebih mahal. Untuk mengetahui kebenarannya, simak selengkapnya dalam pembahasan berikut.

Kamu pernah merasa galau melihat harga rumah saat ini? Memang, harga rumah terus mengalami kenaikan dan kerap kali membuat dilema, terlebih di tengah kabar kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai Januari 2025. Kenaikan ini tak hanya memengaruhi harga barang sehari-hari, tetapi juga properti, khususnya rumah non-subsidi. 

PPN 12%

Rumah Subsidi Bebas PPN 12%

Kabar baik buat kamu yang mempertimbangkan rumah subsidi. Sebab, kenaikan PPN tidak akan berpengaruh terhadap rumah subsidi. Rumah yang mendapatkan subsidi memang dikecualikan dari kebijakan kenaikan PPN sesuai dengan peraturan pemerintah.

Mengapa demikian? Sebab, rumah subsidi pada dasarnya ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar tetap memiliki akses terhadap hunian yang layak tanpa harus terbebani dengan tambahan pajak.

Lebih lanjut, rumah subsidi memiliki sejumlah kriteria khusus, seperti harga jual ditentukan oleh pemerintah, memiliki luas tanah tertentu, dan fasilitas cukup minimal. Dengan adanya kebijakan bebas PPN untuk rumah subsidi, maka pembeli bisa lebih tenang karena tidak ada tambahan 12% pada harga rumah.

Namun, perlu diingat, ketersediaan rumah subsidi biasanya terbatas dan letaknya makin jauh dari pusat kota. Jadi, kalau kamu tertarik, ada baiknya segera mencari informasi dari pengembang tepercaya. 

Rumah Non-subsidi Terkena PPN 12%

Berbeda dengan rumah subsidi, properti non-subsidi termasuk properti residensial tetap akan terkena imbas langsung dari kenaikan PPN. Sebagai contoh, jika harga rumah non-subsidi saat ini adalah Rp600 juta, maka dengan PPN 12%, kamu harus membayar biaya tambahan sebesar Rp72 juta. Jadi, total harga rumah yang harus kamu bayar adalah Rp672 juta. Angka ini tentunya sangat fantastis, terutama buat para pekerja dengan gaji UMR ibu kota.

Namun pemerintah berencana untuk tetap memberikan insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk properti dengan harga mencapai Rp5 miliar. Kebijakan yang akan dimulai pada awal 2025 ini tetap dianggap belum cukup untuk mengatasi kenaikan harga properti di tengah kenaikan tarif PPN. Sebab, syarat transaksi jual beli properti dengan insentif PPN DTP hanya berlaku untuk properti yang sudah siap huni atau sudah terbangun. 

Lebih lanjut, kebijakan PPN 12% juga berdampak pada para pengembang properti. Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Joko Suranto melalui Tempo menyampaikan bahwa penjualan properti non-subsidi kemungkinan akan mengalami penurunan karena kenaikan PPN sekalipun ada insentif PPN DTP.

Itu artinya, jika kamu berencana membeli rumah non-subsidi dalam waktu dekat, kamu harus lebih cermat dalam menentukan waktu dan jenis propertinya. Jangan lupa juga untuk mempertimbangkan simulasi harga rumah dengan kenaikan PPN menjadi 12%. Sebab, kenaikan PPN ini juga akan memengaruhi jumlah angsuran bulanan apabila kamu menggunakan skema KPR.

Kenaikan PPN Melemahkan Daya Beli Masyarakat

Pada dasarnya, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tak hanya berdampak pada sektor properti. Kebijakan ini juga ikut melemahkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Sebab, saat pajak mengalami kenaikan, otomatis harga barang dan jasa ikut terdongkrak sekalipun produk-produk tersebut bebas PPN. Hal ini disebut juga dengan efek inflasi pajak.

Ketua Real Estat Indonesia (REI) melalui Tempo menyebutkan bahwa kebijakan kenaikan PPN dapat menurunkan laju pertumbuhan sektor properti nasional. Penjualan rumah non-subsidi dan bahkan termasuk subsidi mungkin juga akan ikut mengalami penurunan. Hal ini pada akhirnya dapat memengaruhi kondisi ekonomi nasional secara keseluruhan.

Jadi, buat kamu yang sedang berencana untuk membeli rumah, kondisi ini mungkin terasa cukup menantang. Namun, jangan buru-buru langsung menyerah. Dengan menerapkan strategi finansial yang matang, seperti menabung secara lebih agresif atau mencari promo khusus dari pengembang, bisa menjadi solusi jitu untuk menghadapi kenaikan pajak ini.

Di samping itu, pemerintah juga sangat diharapkan dapat mengambil langkah-langkah tertentu untuk meringankan beban masyarakat. Salah satunya dengan memperluas cakupan insentif PPN DTP untuk rumah indent atau memberikan subsidi tambahan bagi para pembeli rumah pertama.

Pemerintah juga diharapkan bisa mengkaji ulang terkait kebijakan PPN. Sebab, kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan kenaikan PPN yang terjadi pada 2022 silam. Menurut Ketua komisi XI, DP Mukhamad Misbakhun melalui Tempo, daya beli masyarakat saat ini sedang mengalami penurunan. Bahkan penurunan daya beli ini membuat hampir 10 juta masyarakat kelas menengah turun kelas.

Apabila pemerintah tidak melakukan pengkajian ulang terkait kebijakan PPN 12%, Misbakhun menyampaikan bahwa pemerintah masih menganggap kondisi ekonomi saat ini masih stabil dan tidak ada penurunan daya beli. Namun semua tetap kembali ke pemerintah terkait jalannya kebijakan ini. 

Kenaikan PPN 12% merupakan kebijakan yang disahkan pada 2021 silam dan berlaku secara resmi pada awal 2025. Kebijakan ini memang menjadi tantangan bagi banyak sektor, tak terkecuali pasar properti, khususnya non-subsidi.

Namun, jangan langsung pesimis karena rumah subsidi tetap bisa menjadi opsi yang bijak, terutama buat kamu yang memiliki penghasilan UMR. Jadi, buat kamu yang berencana untuk membeli rumah tanpa harus terbebani dengan PPN 12%, sekaranglah saatnya untuk menyusun rencana keuangan yang matang.

Ingat, hunian merupakan kebutuhan jangka panjan. Oleh sebab itu, bijaklah dalam memilih sekaligus membuat perencananaan. Pertimbangkan semuanya terlebih dahulu agar kamu tetap bisa mendapatkan rumah impian tanpa harus terlalu terbebani dengan dampak kenaikan PPN.

Leave a Reply