Sebagai orang Indonesia, tentunya kamu sudah tidak asing melihat bungkus makanan di jalan, sungai yang dipenuhi limbah, atau bahkan orang yang dengan santai membuang bungkus makanan dari jendela mobil. Fenomena ini bukan hal baru lagi di Indonesia.
Kebiasaan membuang sampah sembarang menjadi salah satu masalah sosial dan lingkungan yang sulit dibenahi. Lantas mengapa masyarakat kita masih saja melakukan ini meskipun sudah banyak organisasi yang menggaungkan kampanye kebersihan? Yuk, kita bahas lebih dalam.
Fenomena membuang sampah tidak di tempatnya seperti sudah menjadi bagian dari keseharian orang Indonesia. Meskipun terdengar sepele, kebiasaan ini sama sekali tidak mencerminkan sebagian besar masyarakat Indonesia yang kerap mengklaim sebagai masyarakat yang religius. Lantas, apa yang sebenarnya menjadi penyebab dari kebiasaan buruk ini?
Sejak kecil, kamu mungkin sudah sering mendengar larangan dari orang dewasa untuk tidak membuang sampah sembarangan. Sayangnya, nasihat itu sering kali hanya menjadi teori belaka tanpa adanya tindakan nyata.
Bahkan tak jarang orang dewasa, orang tua, bahkan tenaga pengajar yang memberikan contoh buruk, seperti membuang bungkus makanan di jalan ketika tidak menemukan tempat sampah. Akhirnya, kebiasaan ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Fakta ini didukung langsung oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 yang menunjukkan bahwa sekitar 70,5% desa atau kelurahan di seluruh daerah di Indonesia masih membuang sampah dengan cara dibakar atau dikubur. Padahal, kedua cara tersebut berpotensi merusak lingkungan.
Sementara itu, hanya sekitar 19,4% wilayah di Indonesia yang sudah memiliki fasilitas tempat pembuangan sampah. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan buruk ini mayoritas disebabkan oleh minimnya edukasi dan kurangnya akses terhadap tempat sampah.
Lebih mirisnya lagi, sejumlah masyarakat masih menganggap bahwa tanggung jawab terhadap sampah hanya berada di pihak pemerintah atau petugas kebersihan. Padahal, jika setiap orang sadar dan mampu mengambil peran kecil dalam menjaga lingkungan, tentunya dampaknya bisa sangat besar.
Selain karena kebiasaan turun-temurun, kebiasaan membuang sampah sembarangan di Indonesia juga disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat. Tak banyak masyarakat Indonesia yang paham betapa besarnya ancaman sampah terhadap lingkungan.
Contohnya, membuang sampah ke plastik ke sungai dianggap biasa saja oleh banyak orang hanya karena banyak orang yang melakukannya. Bahkan mereka tidak berpikir panjang terkait dampaknya terhadap ekosistem, khususnya air yang pada akhirnya juga memengaruhi kualitas air bersih mereka.
Berdasarkan laporan Forbes, Indonesia adalah negara yang menempati posisi kedua sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di laut. Bahkan jumlahnya tidak main-main, yakni mencapai 56,3 juta ton. Tentu angka ini sangat mengkhawatirkan mengingat keberadaan sampah bisa mengancam biota laut, khususnya fitoplankton yang merupakan penghasil oksigen terbesar di bumi.
Lebih lanjut, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap sampah juga kerap kali dipengaruhi oleh pola pikir pragmatis bahwa sampah tidak berguna lagi. Di samping itu, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa urusan sampah adalah pekerjaan tukang sampah, bukan tanggung jawab mereka. Pola pikir seperti ini menunjukkan betapa rendahnya rasa tanggung jawab individu di Indonesia terhadap lingkungan sekitar.
Indonesia terkenal sebagai negara yang masyarakatnya religius, di mana nilai-nilai agama dan keyakinan kerap kali menjadi landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Seperti yang disinggung di atas, sebagian besar keyakinan di Indonesia bahkan mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan sebagai bagian dari iman. Namun ironisnya, hal ini belum sepenuhnya tercermin dalam perilaku masyarakat ketika berbicara soal sampah.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah ajaran tentang kebersihan dalam agama tak lebih dari sekadar hafalan tanpa benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Dalam konteks ini, tampaknya religiusitas masyarakat Indonesia masih belum berhasil mendorong perilaku yang lebih peduli atau berempati terhadap lingkungan.
Sebaliknya, masyarakat Jepang yang justru cenderung sekuler mampu menunjukkan tingkat kesadaran lingkungan yang sangat tinggi. Kebersihan di ruang publik adalah norma yang sangat dijunjung tinggi, meskipun tempat sampah sangat jarang ditemukan di jalanan.
Hal tersebut terjadi karena warga Jepang mengandalkan prinsip tanggung jawab pribadi dan nilai altruisme yang mengakar kuat dalam budaya mereka. Sederhananya, mereka rela membawa sampahnya sendiri hingga benar-benar menemukan tempat sampah yang sesuai untuk membuangnya.
Perbandingan ini mengingatkan kita semua bahwa religiusitas saja tak cukup tanpa diiringi dengan tindakan nyata dalam menjaga lingkungan. Masyarakat Indonesia bisa belajar dari Jepang bahwa tindakan kecil seperti membuang sampah pada tempatnya dapat menunjukkan tanggung jawab pribadi sekaligus memberikan dampak positif yang besar bagi kebersihan lingkungan.
Tentu berbagai langkah telah dilakukan guna meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan bersama. Salah satunya adalah melalui penguatan regulasi, seperti pemberlakuan denda bagi pihak-pihak yang membuang sampah sembarangan. Regulasi ini sudah mulai diterapkan di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Tangerang Selatan, Tangerang, dan Sumedang.
Kampanye lingkungan juga menjadi salah satu upaya untuk menanamkan kesadaran lingkungan. Program seperti World Cleanup Day atau gerakan masyarakat seperti “Bank Sampah” mengajak masyarakat untuk membiasakan diri memilah dan mengolah sampah dengan baik.
Peran komunitas lokal juga tak kalah penting. Organisasi lingkungan seperti Greeneration Indonesia dan Trash Hero bahkan aktif mengadakan aksi bersih-bersih dan edukasi langsung di tengah masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam gerakan ini dapat membantu menanamkan rasa tanggung jawab bersama.
Namun, semua upaya ini tak akan berjalan maksimal tanpa adanya dukungan individu. Kesadaran untuk mampu membuang sampah sesuai dengan tempatnya dan meminimalkan penggunaan plastik sekali pakai merupakan langkah sederhana yang bisa membawa perubahan besar.
Jadi, dibutuhkan kolaborasi aktif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk memastikan lingkungan yang jauh lebih bersih dan sehat untuk generasi mendatang. Ingat, sampah adalah tanggung jawab diri sendiri. Namun efeknya dapat dirasakan oleh semua pihak, bukan hanya manusia tetapi juga semua makhluk hidup yang ada di bumi ini.