Hidup di era media sosial membuat banyak orang sering kali merasa tertinggal. Terlebih lagi, ada teman atau influencer keuangan sengaja pamer cuan gede dari hasil saham, kripto, atau mungkin reksa dana. Secara tidak langsung, konten-konten tersebut membuat kamu takut ketinggalan tren. Nah, kalau kamu sedang atau pernah mengalaminya, bisa jadi kamu sedang mengalami FOMO investasi.
Fenomena ini memang sedang naik daun, khususnya di kalangan gen Z dan milenial muda yang makin melek finansial. Sebenarnya, ini FOMO yang bagus karena masyarakat mulai sadar pentingnya investasi. Namun, jika tidak dilakukan dengan bijak, FOMO dalam hal investasi justru bisa membuat kamu terjebak dalam keputusan yang tidak bijak.
FOMO adalah akronim dari Fear of Missing Out, yakni perasaan takut akan ketertinggalan sesuatu yang dianggap penting bagi banyak orang. Dalam dunia investasi, FOMO terjadi ketika seseorang merasa harus membeli produk investasi tertentu karena melihat orang lain mendapatkan cuan besar. Biasanya, yang menjadikan trensetter adalah para influencer atau orang biasa yang dengan sengaja membagikan jumlah keuntungan investasinya di media sosial.
Misalnya, kamu melihat influencer kesayangan kamu membagikan cerita di TikTok soal profit 300% dari kripto. Dalam diri kamu, kamu merasa tertinggal dan ingin seperti influencer tersebut. Tanpa melakukan riset mendalam terlebih dahulu, kamu langsung ikut-ikutan beli. Padahal, bisa saja aset tersebut mengalami overvalued. Nah, itulah sebabnya FOMO investasi sangat berisiko.
Lantas, bagaimana FOMO ini bisa timbul? Menurut Patrik McGinnis, pencetus istilah FOMO, fenomena sosial ini dipicu oleh adanya dorongan sosial dan rasa tidak ingin tertinggal atau tersisih dari circle sukses orang lain.
Sementara itu, di dunia investasi, fenomena FOMO makin diperparah oleh kemudahan akses informasi yang sayangnya, tidak selalu valid. Alih-alih untung, justru kamu bisa buntung karena mengambil keputusan secara impulsif, bukan berdasarkan analisis. Maraknya kasus investasi bodong juga sering kali disebabkan oleh fenomena sosial ini.
Lebih jauh lagi, laporan CNBC Indonesia menyebutkan bahwa para investor FOMO sering kali terjebak dalam skema pump and dump. Istilah tersebut merujuk pada kondisi saat harga saham didongkrak kemudian dijual secara besar-besaran oleh pihak tertentu. Akibatnya, para investor kecil kehilangan banyak modal.
FOMO dalam investasi memang terdengar positif karena menunjukkan kalau kamu mulai sadar pentingnya investasi. Namun, jika hal ini dilakukan secara impulsif, yang ada kamu bisa kehilangan modal besar.
Nah, kalau kamu sudah mengalami ciri-ciri seperti yang dilansir dari laman Alpha Investasi di bawah ini, itu artinya kamu sudah terjebak dalam lingkaran FOMO dalam hal investasi.
Kamu merasa harus terus update dengan pergerakan aset investasi, seperti saham, emas, kripto, atau yang lainnya karena takut kehilangan momen emas. Memang, melek informasi itu bagus, tetapi kalau sudah berlebihan dan membuat kamu mudah cemas atau bahkan stres, itu tandanya ada yang salah.
Kalau kamu pernah membeli saham hanya karena sedang viral atau ada influencer yang cuan banyak karena beli saham tersebut dan kamu tidak melakukan analisis apa pun, itu artinya kamu terkena FOMO. Ingat, tren tidak sepenuhnya berarti peluang nyata.
Sering merasa menyesal setelah mengambil keputusan dalam investasi? Itu tandanya kamu investasi hanya karena FOMO. Hal ini sekaligus juga menandakan bahwa keputusan yang kamu ambil lebih didasarkan pada emosi alih-alih logika.
Teman kamu sering ngajak trading bareng? Grup di WhatsApp atau Telegram lagi rame bahas saham tertentu? Nah, kalau kamu langsung ikut hanya karena takut jadi satu-satunya anggota yang gagal cuan, waspadalah. Itu artinya kamu sudah mengalami FOMO.
Keinginan untuk dianggap “melek finansial” oleh circle pertemanan kamu bisa membuat kamu mudah terjebak dalam keputusan yang salah. Memang, semua orang butuh validasi sosial. Namun, investasi seharusnya dilakukan karena kebutuhan dan tujuan pribadi, bukan untuk mencari validasi.
Jadi, kalau kamu merasa relate dengan satu atau mungkin lebih poin di atas, jangan khawatir. Pasalnya, FOMO investasi ini masih bisa diatasi.
Supaya kamu bisa berinvestasi dengan tenang tanpa harus ikut-ikutan tren, berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan:
Setiap orang pada dasarnya memiliki toleransi risiko yang berbeda-beda. Misalnya, kalau kamu tipe investor yang konservatif, maka jangan memilih investasi di saham yang sifatnya spekulatif. Selain itu, pahami terlebih dahulu sejauh mana kamu siap kehilangan modal dan berapa lama kamu akan menaruh dana tersebut serta untuk apa. Pokoknya, jangan asal ikut tren!
Uang dingin adalah dana nganggur atau dana yang tidak kamu perlukan dalam waktu dekat. Dalam investasi, wajib hukumnya menggunakan uang dingin. Dengan begitu, kamu bisa lebih tenang saat menghadapi kondisi pasar yang naik turun. Ingat, jangan pernah berinvestasi menggunakan dana darurat atau bahkan utang agar kamu bebas dari tekanan mental jika fluktuasi pasar tidak sesuai harapan.
Tips selanjutnya adalah membuat rencana investasi. Rencana ini bisa menjadi panduan kamu dalam menentukan keputusan. Isinya bebas, tetapi wajib berisi soal kriteria pemilihan aset, target jumlah keuntungan, batas kerugian yang bisa kamu toleransi, hingga jangka waktu investasi. Dengan memiliki rencana, maka kamu tidak mudah ikut-ikutan keputusan orang lain.
Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X sering menjadi penyebab banyak orang mengalami FOMO. Di sisi lain, media sosial sendiri sudah biasa menjadi wadah bagi orang yang ingin pamer tanpa menunjukkan proses di baliknya. Oleh karena itu, sebaiknya kamu membatasi waktu untuk scroll medsos. Sebagai alternatifnya, konsumsi informasi yang lebih kredibel seperti berita resmi atau analisis dari analis tepercaya.
Perlu dicatat bahwa investasi itu bukan cara instan untuk menjadi kaya. Bahkan, investor kelas dunia seperti Warren Buffett saja mengedepankan prinsip kesabaran. Lagi pula, investasi yang menjanjikan return tinggi dalam waktu yang singkat dengan risiko yang rendah adalah sebuah kemustahilan.
Di sisi lain, kalau kamu bisa sabar dalam berinvestasi, maka kamu akan lebih tahan terhadap fluktuasi pasar. Kamu juga tidak akan mudah terpengaruh oleh opini orang lain.
Jadi, FOMO investasi itu bukan sepenuhnya hal yang buruk. Di satu sisi memang bisa membuat orang sadar pentingnya investasi dalam mengelola keuangan. Namun, jika ini tidak dibarengi dengan kesadaran diri untuk melakukan analisis terlebih dahulu, maka yang ada kamu akan boncos. Lagi pula, investasi itu bukan soal siapa yang paling cepat mendapatkan imbal hasil, tetapi siapa yang paling konsisten dan keuntungan serta risikonya terukur.