Hari Perumahan Nasional: Menakar Upaya Pemerintah Sediakan Hunian Layak untuk Rakyat

Hari Perumahan Nasional menjadi pengingat pentingnya hunian layak untuk semua. Lantas, sudah sejauh mana upaya pemerintah dalam mewujudkannya?
Sumber : Envato

Di Indonesia, tanggal 25 Agustus diperingati sebagai Hari Perumahan Nasional, yakni sebuah momen penting untuk mengevaluasi kembali seberapa pesat kemajuan Indonesia dalam menyediakan hunian layak untuk seluruh rakyatnya.

Sayangnya, di tengah kondisi naiknya harga tanah dan properti, hunian yang layak dan terjangkau hanya menjadi impian belaka, khususnya bagi kelompok bawah. Padahal, rumah adalah kebutuhan primer, tempat bagi tumbuhnya harapan, berkembangnya generasi, dan berlabuhnya rasa aman. Maka dari itu, di hari yang spesial ini, mari menilik lebih jauh bagaimana negara ini telah, sedang, dan akan terus berupaya memenuhi hak dasar ini bagi seluruh lapisan masyarakat.

Memaknai Hunian Layak di Hari Perumahan  Nasional

Hari Perumahan Nasional
Sumber : Envato

Apa sih yang dimaksud dengan hunian layak? Pada dasarnya, hunian layak bukan sekadar standar fisik saja. Tidak cukup dideskripsikan sebagai bangunan yang berdiri kokoh dengan luas yang cukup. Namun, hunian layak adalah hunian yang sehat, aman, memiliki sanitasi yang baik, akses air bersih, serta berada di lingkungan yang mendukung kualitas hidup penghuninya.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, masih ada sekitar 9,9 unit backlog kepemilikan rumah dari yang sebelumnya 12,75 juta. Ini artinya, hampir 10 juta rumah tangga di Indonesia masih belum memiliki rumah sendiri. Angka ini belum termasuk rumah-rumah yang tak layak huni. Dari sinilah perayaan Hari Perumahan Nasional tak seharusnya menjadi selebrasi semata, tetapi juga harus menjadi evaluasi bahwa banyak masyarakat Indonesia yang masih belum memiliki hunian layak huni.

Peringatan tahunan ini juga seyogianya dijadikan ajang konsolidasi antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat untuk menyatukan misi. Sebab, hunian layak adalah amanat konstitusi, bukan hanya program politik atau proyek infrastruktur.

Pencapaian Pemerintah dalam Penyediaan Hunian Rakyat

Di tengah segala keterbatasan yang ada, harus diakui bahwa pemerintah telah melakukan banyak upaya signifikan. Salah satu program yang paling dikenal adalah Program Sejuta Rumah yang diluncurkan sejak tahun 2015. Menurut data pada Agustus 2024, program ini berhasil mewujudkan 9,8 juta unit rumah.

Tentunya program tersebut tetap berlanjut di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dengan tajuk Program 3 Juta Rumah. Menariknya, program ini tidak hanya mencakup pembangunan saja, tetapi juga mencakup renovasi rumah tak layak huni dan penyediaan rumah di kawasan pesisir, pedesaan, hingga perkotaan padat.

Melalui skema kepemilikan hunian seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap KPR subsidi juga makin mudah. Dengan bunga tetap sekitar 5% dan tenor 10-15 tahun, FLPP menjadi salah satu jembatan yang mewujudkan mimpi dan kenyataan bagi banyak keluarga di Indonesia.

Tantangan dalam Penyediaan Rumah Layak

Hari Perumahan Nasional
Sumber : Envato

Meskipun program-program pembangunan hunian layak huni berjalan dengan lancar, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Pertama, tingginya harga tanah, khususnya di kawasan urban yang menjadi penghambat utama pembangunan rumah dengan harga terjangkau. Masalahnya, para pengembang pun kesulitan untuk mendapatkan lahan dengan harga ekonomis.

Kedua, akses pembiayaan bagi kelompok di sektor informal masih menjadi kendala besar. Meskipun ada skema seperti FLPP, banyak masyarakat yang bekerja di sektor informal kesulitan dalam memenuhi persyaratan administrasi untuk mengajukan KPR. Padahal, sebagian besar masyarakat MBR justru berasal dari sektor ini.

Ketiga, kesenjangan tata ruang menjadi salah satu tantangan yang sering kali masih dianggap sepele. Idealnya, wilayah permukiman harus dibangun dengan infrastruktur pendukung, seperti dekat dengan jalur transportasi umum, memiliki jaringan air bersih yang lancar, hingga pengelolaan sampah yang memadai.

Faktanya, tidak begitu di lapangan. Banyak sekali wilayah permukiman, khususnya rumah subsidi yang justru memiliki kesenjangan tata ruang dan bahkan berada di area rawan bencana, seperti banjir. Maka tak heran bila banyak rumah subsidi yang justru dikosongkan oleh pemiliknya.

Keempat, ketepatan sasaran menjadi salah satu isu yang juga harus diperhatikan. Data backlog 9,9 juta unit pada tahun 2023 adalah indikasi semata. Kenyataannya, pemerintah masih belum mengantongi data individual yang spesifik terkait kelompok masyarakat yang benar-benar tergolong dalam kategori membutuhkan rumah. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan banyaknya kasus pengalihan rumah bersubsidi kepada kelompok masyarakat yang seharusnya tidak berhak.

Langkah Strategis dan Inovasi Pemerintah

Melihat sejumlah tantangan di atas, pemerintah memiliki beberapa upaya. Salah satunya adalah rencana untuk memaksimalkan penggunaan lahan negara seperti tanah sitaan, tanah terlantar, atau aset BLBI untuk pembangunan rumah MBR.

Di samping itu, pemerintah juga mengembangkan skema blended finance dengan menggandeng sektor perbankan, lembaga pembiayaan, dan perusahaan swasta. Melalui strategi ini, Program 3 Juta Rumah diharapkan mampu menggenjot kuota FLPP menjadi 350.000 unit hingga akhir 2025.

Selain itu, Kementerian Perumahan juga menerapkan sistem reward and punishment terhadap para pengembang guna memastikan kualitas rumah tetap terjaga. Jika kualitas bangunan buruk, maka harus segera dilakukan evaluasi agar program tidak merugikan masyarakat.

Namun semua upaya tersebut tidak akan berjalan lancar tanpa peran aktif masyarakat itu sendiri. Masyarakat juga harus sadar dan melek akan pentingnya hak atas hunian yang layak. Dalam hal ini, pemerintah seyogianya turun mengedukasi masyarakat terkait hunian layak huni agar masyarakat bisa berkontribusi secara aktif dalam mengelola hunian secara bertanggung jawab.

Jadi, di Hari Perumahan Nasional ini seharusnya menjadi momentum kolektif untuk mendorong langkah nyata. Melalui program-program pembangunan rumah rakyat, seperti yang terbaru adalah 3 Juta Rumah, pemerintah menunjukkan komitmen serius bahwa hunian layak bukan sekadar janji kampanye, tetapi hak rakyat yang harus diwujudkan.

Namun, keberhasilan dari upaya ini tak lepas dari kontribusi aktif masyarakat. Dengan memahami hak atas tempat tinggal yang layak, maka masyarakat turut membangun masa depan bangsa yang lebih manusiawi, yakni di mana setiap keluarga memiliki hunian yang aman, sehat, dan juga penuh harapan.

Leave a Reply