Saat ini, teknologi digital sudah menjadi panggung utama untuk lahirnya inovasi dan pertumbuhan. Mulai dari jual-beli online, aplikasi ojek online, hingga startup fintech, semuanya tumbuh dengan pesat dan mengubah gaya hidup masyarakat.
Namun, tentu saja perkembangan tersebut tak lepas dari payung hukum. Tanpa adanya regulasi bisnis digital di Indonesia, bisnis-bisnis digital mungkin tak akan laku di sini. Lantas, seperti apa regulasi yang dimaksud?
Di bawah ini adalah regulasi utama yang digunakan untuk mengatur berbagai aspek bisnis digital di Tanah Air beserta implikasinya:
Undang-undang ini menggantikan UU ITE sebelumnya dan sudah diberlakukan sejak Januari 2024. UU ini mengatur aktivitas dan transaksi elektronik, melindungi pengguna dari penyalahgunaan teknologi, serta memberikan dasar hukum guna menindak kejahatan siber seperti penipuan online, pencemaran nama baik, dan peretasan.
UU ini juga memiliki beberapa perubahan penting, seperti:
Regulasi bisnis digital yang satu ini ditujukan untuk mengatur para pelaku usaha digital di Indonesia termasuk yang berasal dari luar negeri untuk mendaftar dan memiliki perwakilan hukum di Tanah Air.
Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Namun sayangnya, bagi para pelaku bisnis digital seperti startup dan UMKM, peraturan ini justru memberatkan mereka dalam hal administratif.
Semua platform digital yang ada di Indonesia diwajibkan untuk mendaftar sebagai PSE. Tujuannya agar pemerintah mendapatkan akses ke sistem mereka dalam kondisi tertentu. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan data pribadi para pengguna platform digital dan memastikan platform terkait dapat bertanggung jawab.
Undang-undang yang satu ini ditujukan untuk mengatur pemungutan PPN sebesar 11% yang berlaku untuk produk dan layanan digital, termasuk yang berasal dari perusahaan asing. Regulasi ini juga diberlakukan untuk meningkatkan pemasukan negara.
Undang-undang ini mengatur segala aspek perdagangan, termasuk perdagangan yang dijalankan secara daring seperti e-commerce. UU ini juga mengatur prinsip-prinsip dasar, ruang lingkup, serta ketentuan yang berhubungan dengan pelaku usaha, barang dan jasa, kegiatan transaksi, perlindungan konsumen, sekaligus pengawasan dalam operasional e-commerce.
QRIS adalah standar nasional pembayaran non-tunai yang diberlakukan oleh Bank Indonesia untuk menyatukan seluruh platform digital fintech di Indonesia. Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran ini, BI mengeluarkan Peraturan BI No. 22/23 PBI/2020 dan PBI 4 Tahun 2025 sebagai kerangka sistem pembayaran nasional yang aman, cepat, dan inklusif.
Salah satu tantangan utama dalam menjalankan bisnis digital adalah keamanan data pengguna. Itulah sebabnya pemerintah mengeluarkan banyak UU yang mengatur terkait perlindungan data pribadi para pengguna, salah satunya dalam UU No. 27 Tahun 2022.
Melansir laman Beritasatu, UU PDP ini tak hanya ditujukan untuk bisnis digital skala besar, tetapi juga untuk pelaku UMKM dan startup digital.
Mengapa sih regulasi untuk bisnis digital harus dipahami? Melansir laman Kontrakhukum beberapa alasannya:
Bagi pelaku bisnis, memahami regulasi penting untuk menghindari konsekuensi dari ketidakpatuhan, seperti denda, pencabutan izin usaha, atau tuntutan hukum.
Platform yang patuh terhadap regulasi yang berlaku akan lebih dipercaya oleh konsumen dan bahkan partner bisnis, terutama jika sudah menyangkut soal data dan keamanan transaksi.
Regulasi bisnis digital juga ditujukan untuk menjaga inovasi dalam sektor bisnis digital tetap sehat. Regulasi juga memastikan agar persaingan pasar berlangsung dengan adil. Jadi, tidak ada dominasi dari satu entitas dan bisa menciptakan peluang yang setara bagi pelaku usaha yang baru berkembang.
Pada dasarnya, membuat regulasi bisnis digital di Indonesia bukanlah perkara mudah. Pasalnya, teknologi berkembang dengan sangat cepat dan sering kali membuat regulasi yang baru dibuat tahun lalu sudah tidak relevan lagi dengan kondisi terkini.
Selain itu, bisnis digital cenderung bersifat global sehingga menciptakan tantangan baru antara pemerintah dan pihak internasional. Belum lagi regulasi juga harus mampu menjaga antara perlindungan konsumen dan kebebasan berinovasi perusahaan. Jadi, regulasi tidak seharusnya membatasi pertumbuhan industri.
Di sisi lain, rendahnya tingkat literasi digital di kalangan masyarakat dan pelaku usaha digital skala kecil juga membuat proses penerapan regulasi sering kali menemui hambatan, baik dari segi pemahaman maupun kepatuhan.
Dalam ekosistem digital yang terus mengalami perkembangan ini, regulasi bisnis digital seharusnya tidak menjadi penghalang, melainkan fondasi yang dapat meningkatkan perkembangan bisnis.
Mulai dari UU ITE, perlindungan data, hingga regulasi terkait sistem pembayaran seperti QRIS, semuanya ditujukan untuk menciptakan ekosistem bisnis digital yang lebih aman dan inklusif. Jadi, buat kamu yang mungkin berencana untuk mendirikan bisnis digital, pastikan untuk memahami regulasinya terlebih dahulu.