Memiliki hunian pribadi adalah keinginan semua orang. Sayangnya, banyak faktor yang membuat impian tersebut sulit diwujudkan. Di antaranya, karena tingginya harga properti rumah dan rendahnya kenaikan upah per tahun. Namun, kini masyarakat sudah bisa mengajukan pembiayaan kepemilikan rumah.
Melansir laman Sikapiuangmu OJK, pembiayaan bisa diartikan sebagai bentuk dukungan pendanaan guna memenuhi kebutuhan maupun pengadaan jasa/aset/barang tertentu. Dalam mekanismenya, pembiayaan ini melibatkan tiga pihak, yakni pihak yang memanfaatkan jasa/aset/barang, pihak penyedia jasa/aset/barang, dan pihak pendana.
Jadi, dapat dipahami bahwa pembiayaan kepemilikan rumah berarti pendanaan untuk pengadaan atau kepemilikan hunian layak huni. Layanan ini juga menjadi bagian dari program pemerintah yang terus digenjot guna mewujudkan cita-cita dalam UU Nomor 1 Tahun 2011.
Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa setiap warna negara memiliki hak untuk memiliki, menikmati, dan menempati rumah yang layak di lingkungan yang teratur, serasi, aman, dan sehat. Nah, program pembiayaan adalah salah satu cara untuk mewujudkan kondisi tersebut, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Program-program pembiayaan kepemilikan rumah adalah upaya pemerintah guna mengurangi angka backlog. Backlog merupakan angka yang menunjukkan kurangnya jumlah hunian dibanding jumlah rumah tangga.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021 menunjukkan bahwa backlog di Indonesia mencapai angka 12,71 juta. Menurut Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR, Herry Trisaputra Zuna, butuh program setidaknya 1,5 juta hunian layak huni per tahunnya untuk bisa mengatasi backlog.
Itulah tujuan utama adanya program-program pembiayaan kepemilikan rumah, yakni untuk mengurangi backlog. Tujuan lainnya adalah untuk mendorong keterjangkauan masyarakat terhadap hunian layan huni, terutama mereka yang tergolong sebagai kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
MBR mengalami kesulitan untuk memiliki hunian karena berbagai keterbatasan; di antaranya, tingginya harga rumah, minimnya ketersediaan rumah layak huni, dan rendahnya daya beli kelompok MBR.
Oleh sebab itu, pemerintah memegang peran penting melalui program-program pembiayaan kepemilikan rumah. Dalam pelaksanaannya, program tersebut menjadi tanggung jawab pihak Dirjen Pembiayaan Perumahan dari Kementerian PUPR yang selanjutnya bekerja sama dengan sejumlah pihak pengembang.
Dirjen Pembiayaan Perumahan memiliki sejumlah program pembiayaan kepemilikan rumah yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tujuannya tak lain agar akses terhadap hunian layak huni makin mudah. Berikut program-program tersebut:
Fasilitias Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) adalah salah satu fasilitas pembiayaan perumahan yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Pengelolaannya dilaksanakan oleh pihak BP Tapera dan memiliki sejumlah fitur, di antaranya:
Program ini ditujukan bagi MBR dengan penghasilan tidak lebih dari Rp7 juta per bulan (rumah sederhana susun) dan Rp4 juta (rumah sejahtera tapak). Selain itu, penerima FLPP wajib menghuni rumah yang dibeli dan tak boleh disewakan maupun dijual ke orang lain.
Subsidi Selisih Bunga (SSB) adalah salah satu fasilitas pembiayaan kepemilikan rumah yang ditujukan untuk nasabah dari bank konvensional. Tujuannya adalah untuk menurunkan jumlah angsuran yang harus dibayarkan. Pihak yang mengajukan SSB akan menerima pengurangan suku bunga angsuran atau margin dalam jangka waktu yang sudah ditentukan.
Manfaat dan keunggulan SSB mirip seperti FLPP, di antaranya:
Syarat pengajuannya juga sama dengan FLPP. Selain itu, pihak penerima SSB juga wajib menghuni rumah yang dibeli. Bila dijual atau disewakan, maka pihak tersebut akan dikenai sanksi berupa denda hingga harus mengembalikan bantuan subsidi.
Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) adalah bentuk skema pembiayaan kepemilikan rumah yang ditujukan bagi MBR. Peserta sebelumnya harus menjadi nasabah Tapera dan menyimpan dana dalam jangka waktu tertentu. Dana ini hanya boleh digunakan untuk melakukan pembiayaan rumah. Fitur-fitur yang ditawarkan antara lain:
Pekerja formal atau informal yang tergolong sebagai MBR dengan penghasilan per bulan tidak lebih dari Rp8 juta dapat mengajukan fasilitas pembiayaan Tapera. Calon peserta juga harus belum memiliki hunian. Kalau sudah, peserta bisa memanfaatkan fasilitas ini untuk renovasi rumah.
Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) adalah fasilitas yang diberikan ke MBR yang sudah memiliki tabungan setidaknya selama 6 bulan untuk uang muka kepemilikan rumah. Tak hanya rumah siap huni, fasilitas ini juga digunakan untuk pembangunan hunian swadaya melalui pembiayaan pihak bank pelaksana.
Dana dari fasilitas ini berasal dari pemerintah dan diberikan satu kali saja. Nominal dana yang diberikan tergantung pada jumlah penghasilan calon penerima bantuan. Paling sedikit Rp21,4 juta dan paling banyak Rp32,4 juta. Nah, dana ini diberikan di muka untuk langsung digunakan sebagai DP.
Calon penerima BP2PT harus memiliki tabungan minimal 5% dari keseluruhan harga rumah. Sementara itu, mengenai angsuran, jumlahnya nyaris mirip dengan FLPP dengan tenor maksimal 20 tahun. Namun, pada tahun keempat akan ada floating rate atau suku bunga mengambang sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Fasilitas pembiayaan yang terakhir adalah SBUM dan diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Tujuannya untuk memenuhi seluruh atau sebagian jumlah uang muka kepemilikan hunian. Dengan adanya fasilitas ini, pihak penerima bisa mendapatkan keringanan dalam mengangsur cicilan setiap bulannya.
Bedanya dengan fasilitas lainnya adalah SBUM hanya bisa digunakan untuk kepemilikan rumah tapak. Pemohon nantinya akan mendapatkan bantuan sebesar Rp4 juta dan hanya boleh digunakan untuk DP. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020 mengenai Batasan Penghasilan Kelompok.
Untuk bisa menikmati fasilitas ini, calon penerima bantuan harus mengajukan FLPP atau SSB terlebih dahulu. Meskipun sudah menerima FLPP atau SSB, pemohon SBUM belum tentu disetujui. Sebab, hal ini sangat tergantung dengan jumlah anggaran dari pemerintah.
Nah, itulah fasilitas-fasilitas pembiayaan kepemilikan rumah yang diberikan oleh pemerintah. Dengan adanya fasilitas tersebut, diharapkan masyarakat golongan MBR bisa mewujudkan impian untuk memiliki hunian layak huni dengan biaya terjangkau.
Selain dengan menggunakan program pemerintah, masyarakat Indonesia juga bisa mengajukan pembiayaan melalui perusahaan P2P syariah. Salah satu yang sudah mengantongi izin resmi dari OJK adalah Dana Syariah. Melalui layanan Dana Rumah, Danasyariah memberikan fasilitas pembiayaan kepemilikan rumah dengan skema akad syariah.
Layanan ini terbuka untuk karyawan, wiraswasta, dan bahkan freelancer. Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui, freelancer tergolong non-fixed income dan biasanya sulit untuk mengajukan pembiayaan di bank konvensional. Bagaimana, menarik kan? Untuk informasi lebih lanjut, silakan klik di sini.