Siapa sih yang masih asing dengan layanan fintech alias teknologi finansial? Mulai dari e-wallet, pinjaman online, hingga investment platform, semuanya hadir untuk mempermudah urusan keuangan kamu. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, ada satu hal yang tak boleh dianggap sepele, yakni keamanan data.
Tanpa disadari, setiap kali kamu melakukan registrasi, mengisi informasi pribadi, hingga melakukan transaksi, kamu sedang menyerahkan data pribadi kamu ke platform digital. Lantas, seberapa amankah data tersebut disimpan dan dilindungi oleh pelaku industri fintech?
Sebelum membahas soal pengamanan data, mari kita bahas terlebih dahulu kasus pinjol ilegal yang sempat viral beberapa waktu yang lalu.
Kala itu, banyak orang mengaku menerima pesan penagihan pinjaman yang salah sasaran. Mereka ditagih atas nama orang yang sama sekali tidak mereka kenal. Dalam kasus yang menimpa Ira, seorang warga Jakarta, melalui Validnews, ia sampai harus ganti nomor telepon karena terus-menerus ditelepon oleh debt collector.
Mengerikannya lagi, si penagih ini mengirimkan pesan lengkap dengan nama, foto, bahkan informasi pribadi seseorang. Jelas, ini sudah menunjukkan adanya kebocoran data pribadi. Sayangnya, kasus semacam ini tidak hanya terjadi satu dua kali. Menurut data Surfshark, Indonesia bahkan menempati peringkat tiga besar negara dengan kasus kebocoran data terbanyak pada 2022, dengan 12,74 juta akun yang terdampak.
Kemudian pada tahun berikutnya, jumlah dugaan kebocoran data meningkat hingga 337 juta data penduduk Indonesia. Hal ini termasuk NIK, nomor KK, dan informasi pribadi lainnya. Jelas, kondisi ini sangat meresahkan, terlebih buat kamu yang aktif menggunakan layanan fintech.
Lalu, apakah semua platform fintech itu berbahaya? Tentu saja tidak. Perlu kamu ketahui bahwa fintech yang legal dan resmi pasti mendapatkan izin serta pengawasan langsung dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Fintech yang resmi juga memiliki standar keamanan yang jauh lebih solid dibandingkan pinjol ilegal.
Bukan hanya itu saja, fintech resmi juga diwajibkan memiliki sertifikasi ISO 270001. Sertifikasi ini berfungsi untuk mengatur sistem manajemen keamanan informasi seperti. Menurut Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), fintech juga harus lulus dari audit keamanan yang dilakukan secara berkala. Mereka juga harus mematuhi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sudah efektif sejak Oktober 2024.
Regulasi-regulasi tersebut diterapkan karena keamanan data memainkan peran krusial dalam keberlanjutan industri fintech. Jika perusahaan tidak bisa menjamin keamanan data-data pribadi pengguna, jelas mereka akan kehilangan kepercayaan konsumen. Tanpa kepercayaan, otomatis tidak akan ada transaksi.
Oleh sebab itu, melindungi data para pengguna layanan fintech bukan hanya soal mematuhi regulasi, tetapi juga bagian dari menjaga reputasi serta keberlangsungan bisnis.
Guna memastikan keamanan data penggunanya, setiap perusahaan fintech legal tentu memiliki strategi keamanannya masing-masing. Namun secara umum, perusahaan fintech legal menerapkan beberapa langkah berikut:
Fintech resmi di Indonesia memiliki sistem keamanan berlapis. Hal ini mulai dari enkripsi data saat proses pengiriman dan penyimpanan (data in transit dan data at rest) hingga penerapan otentikasi dua faktor (2FA) saat login.
Bukan hanya itu saja, mereka juga menggunakan sistem deteksi intrusi (IDS) dan firewall guna mengawasi lalu lintas data dan mencegah aktivitas yang mencurigakan. Selain itu, fintech wajib melakukan pemberitahuan pada para pengguna jika telah terjadi kebocoran data dan segera melaporkannya pada KOMDIGI.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusahaan fintech wajib melakukan audit keamanan secara rutin, setidaknya setahun sekali. Audit ini bertujuan untuk:
Teknologi canggih hanya akan berfungsi secara optimal jika didukung oleh sumber daya manusia yang paham soal teknologi tersebut. Oleh sebab itu, perusahaan fintech menerapkan strategi upskilling atau pelatihan karyawan.
Pelatihan ini penting guna memastikan seluruh karyawan memahami perkembangan teknologi, peraturan yang berlaku, dan best practices dalam industri. Selain itu, pelatihan ini juga ditujukan untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan karyawan yang pada akhirnya bisa berdampak secara positif terhadap kinerja perusahaan, tak terkecuali pada divisi IT yang mengelola data pengguna.
Tentunya industri fintech tak bekerja sendiri. Mereka juga menjalin kerja sama dengan pihak ketiga, seperti penyedia layanan data analytic, layanan penyimpanan cloud, dan lain sebagainya. Namun, mereka tidak asal dalam memilih mitra. Hanya vendor yang tepercaya dan bersertifikasi saja yang akan diajak bekerja sama.
Contohnya Danasyariah, fintech P2P financing yang menjalin kerja sama dengan VIDA. VIDA adalah penyedia layanan identitas digital berpengalaman di Indonesia. Tujuan dari kolaborasi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan proses verifikasi online onboarding bagi para calon penerima pembiayaan Danasyariah. Dengan teknologi ini, maka pelaku usaha bisa mendapatkan akses pembiayaan tanpa harus terkendala administrasi yang rumit.
Setiap perusahaan fintech legal tentu memiliki mitigasi risiko. Mitigasi ini berisi langkah-langkah pencegahan dan tindak lanjut apabila terjadi potensi insiden seperti kebocoran data maupun aktivitas mencurigakan lainnya dalam sistem perusahaan.
Meskipun fintech legal mengemban tanggung jawab utama atas keamanan data-data pribadi pengguna, hal ini juga menjadi tanggung jawab kamu sebagai pengguna. Berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan agar tetap aman saat menggunakan layanan fintech:
Sebelum menggunakan layanan fintech, seperti layanan pinjaman atau investasi, pastikan dulu legalitasnya dengan mengecek di situs resmi OJK atau AFPI. Jangan mudah tergiur dengan iming-iming pinjaman cepat tanpa jaminan atau mungkin investasi yang menawarkan janji cuan dalam waktu singkat.
Jangan memakai password yang sama untuk semua akun kamu. Gunakan kombinasi huruf besar, kecil, angka dan simbol guna meningkatkan keamanan. Selain itu, rajin-rajinlah mengganti password setidaknya enam bulan sekali.
Banyak aplikasi fintech yang saat ini sudah menyediakan fitur verifikasi dua langkah. Pastikan kamu mengaktifkan fitur ini agar akunmu tidak mudah dibobol jika sewaktu-waktu password bocor.
Jangan pernah asal klik link yang kamu dapatkan lewat email, SMS, atau WA mencurigakan, terlebih jika isinya mengaku dari layanan keuangan. Modus phising ini sering sekali digunakan untuk mencuri data login atau OTP kamu. Jadi, waspadalah!
Perusahaan fintech rutin melakukan pembaruan aplikasi guna memperbaiki bug yang ada di versi sebelumnya. Pembaruan ini juga dilakukan untuk meningkatkan sistem keamanan. Jadi, pastikan kamu selalu menggunakan versi terbaru dari aplikasi fintech yang kamu pakai.
Pada akhirnya, keamanan data bukan hanya menjadi tanggung jawab perusahaan fintech saja, tetapi juga semua penggunanya. Fintech legal memang sudah menerapkan standar tinggi guna menjamin keamanan data pengguna. Namun, jika sebagai pengguna kamu tidak waspada, risiko tetap bisa terjadi. Oleh sebab itu, mari sama-sama menjaga keamanan data-data pribadi demi kenyamanan dalam bertransaksi digital.