Content Creator: Profesi yang Makin Diminati di Era Digital

Content creator masih menjadi salah satu profesi yang makin diminati di era digital ini. Simak di sini bagaimana tren, peluang, dan apresiasi terhadap profesi digital ini.
Sumber : Envato

Sebelumnya mungkin kamu tidak pernah membayangkan bahwa membuat video, menulis ulasan produk, membagikan tips make up, atau sekadar membagikan pengalaman sehari-hari bisa menjadi profesi di era digital ini. 

Nah, inilah yang sedang terjadi pada jutaan orang di seluruh dunia. Profesi yang disebut dengan content creator atau kreator konten ini muncul seiring dengan berkembangnya media sosial dan teknologi digital.

Apa yang awalnya hanya dianggap sebagai hobi, kini bisa menjadi sumber penghasilan tambahan dan bahkan penghasilan utama hingga membuka peluang kolaborasi lintas negara. Di Indonesia sendiri, kreator konten menjadi salah satu profesi digital yang diminati oleh banyak generasi muda.

Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ada sekitar 17 juta kreator konten di Indonesia. Jumlah ini bahkan diperkirakan akan meningkat hingga lima kali lipat pada 2030, menunjukkan betapa besarnya potensi profesi ini, bukan hanya untuk individu, tetapi juga untuk keberlanjutan ekonomi kreatif yang berdampak langsung pada ekonomi negara.

Menjamurnya Content Creator di Indonesia

Content Creator
Sumber : Envato

Fenomena menjamurnya content creator di Indonesia tak lepas dari fakta bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia yang gaya hidupnya makin digital. Bahkan menurut data dari We Are Social, 77% masyarakat Indonesia sudah terkoneksi dengan internet dengan rata-rata penggunaan mencapai lebih dari tujuh jam per hari. Dengan durasi itu, tak heran apabila platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi ladang subur bagi kreator.

Kisah Linda Kayhz, seorang kreator konten kecantikan, yang diliput oleh Hypeabis.id, bisa menjadi contoh. Bermula dari hobi membuat tutorial makeup di X (dulu Twitter) pada 2012, kini Linda memiliki ratusan ribu pengikut di Instagram dan TikTok, serta lebih dari setengah juta subscribers di YouTube. 

Kegiatan yang awalnya hanya untuk mengisi waktu luang, kini membawa Linda pada banyak brand deals seperti dengan The Body Shop. Kisah serupa datang dari Yousef Tifa, gitaris asal Ponorogo, yang diliput oleh Hypeabis.id. Ia menyampaikan bahwa saat pandemi, ia harus kehilangan pekerjaan dan arah karier. 

Ia pun mencoba membuat konten musik di media sosial dan dalam beberapa tahun, ia berhasil membangun basis komunitas yang loyal, bahkan menghasilkan miliaran rupiah sejak 2021.

Dua kisah ini membuktikan bahwa profesi content creator adalah peluang nyata. Menurut laporan Linktree tahun 2022, jumlah kreator konten di seluruh dunia mencapai 207 juta orang. Dari angka tersebut, mayoritas adalah nano influencer dengan 1.000-10.000 pengikut. 

Fakta ini menunjukkan bahwa siapa pun sebenarnya bisa merintis karier sebagai kreator konten bahkan tanpa harus memiliki basis penggemar sejak awal.

Perbedaan Persepsi di Negara Lain

Jika di Indonesia profesi content creator masih sering diperdebatkan statusnya, di banyak negara lain profesi ini sudah dianggap cukup serius. Bahkan, riset global dari Adobe menemukan bahwa rata-rata 23% populasi di berbagai negara merupakan kreator konten. Sederhananya, hampir 1 dari 4 orang aktif membuat konten yang dibagikan di ranah digital.

Menariknya lagi, konsentrasinya berbeda-beda di tiap negara. Misalnya, Brasil berada di posisi teratas dengan 106 juta kreator sekaligus memiliki persentase kreator tertinggi, yakni sekitar 50% dari total populasi. Ini artinya, separuh penduduk Brasil sudah terjun langsung dalam dunia kreator konten. Sementara itu di Eropa, Spanyol menduduki peringkat atas dengan angka 36%. Lalu di Asia Timur ditempati oleh Korea Selatan dengan persentase 34% meskipun penduduk mereka relatif lebih kecil dibanding negara besar lainnya.

Namun yang cukup mengejutkan adalah Amerika Serikat. Negara ini justru memiliki 20 juta kreator lebih sedikit dibanding Korea Selatan, padahal populasi AS jauh lebih besar. 

Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa status sosial kreator di sejumlah negara dianggap lebih kuat, bukan hanya karena teknologi, melainkan karena masyarakat di sana sudah menganggap aktivitas kreatif sebagai salah satu pekerjaan profesional yang layak dihargai.

Data-data di atas sekaligus menunjukkan bahwa profesi kreator konten adalah pekerjaan nyata. Selain itu, kreativitas di balik pembuatan konten merupakan aset ekonomi sekaligus budaya yang memberikan kontribusi nyata pada industri digital dan bahkan membuka peluang karier untuk jangka panjang. 

Sebaliknya, di Indonesia profesi ini juga sebenarnya cukup banyak diminati. Bahkan bayaran untuk brand deals para kreator pun banyak yang melampaui rata-rata UMR terbesar di Indonesia. 

Semua ini karena kombinasi antara penetrasi internet yang tinggi, bonus demografi, dan juga fakta bahwa kondisi lapangan kerja formal tidak sebanding dengan jumlah penduduk usia produktif.

Prospek dan Tantangan

Content Creator
Sumber : Envato

Hingga saat ini, prospek content creator masih cukup menjanjikan. Banyak perusahaan kini mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung pemasaran digital yang melibatkan kolaborasi dengan kreator digital.

Bahkan, menurut data dari Influencer Marketing Hub pada 2023, sektor fashion dan kecantikan merupakan yang paling banyak berkolaborasi dengan kreator, yakni sebanyak 25%. Kemudian di peringkat kedua ada sektor game (12,9%), lifestyle (12,5%), olahraga (12%), parenting (10,7%), dan kesehatan (6,8%).

Namun, di balik peluang tersebut, ada tantangan yang cukup besar. Pertama, penghasilan kreator cenderung fluktuatif. Seperti yang dialami Yousef Tifa, meskipun sekali melakukan live streaming bisa menghasilkan puluhan juta rupiah, tidak ada jaminan ia bisa mendapatkan pendapatan sebesar itu setiap bulan. 

Kedua, persaingan makin ketat karena jumlah kreator terus bertambah setiap tahunnya. Bahkan banyak brand kini memilih untuk barter dengan kreator baru alih-alih membayar tarif endorsement pada kreator senior.

Selain itu, tantangan lain yang membayangi para content creator adalah tekanan mental. Tak sedikit kreator yang mengaku mendapatkan komentar negatif yang memengaruhi kondisi mental mereka. Bahkan tak sedikit yang berhenti di tengah jalan karena engagement konten tidak sesuai harapan, terlebih jika konten tersebut merupakan konten kerja sama brand.

Bukan hanya itu saja, dunia content creator juga menurut para kreator untuk selalu kreatif. Sementara itu, tren di media sosial cenderung cepat berubah. Konten berdurasi panjang yang dulu sangat digemari kini sudah digeser oleh konten video singkat. 

Mau tidak mau, para kreator harus menyesuaikan diri, mengubah gaya editing, pembawaan konten, hingga menemukan strategi baru agar tidak kehilangan viewers.

Namun di balik semua tantangan itu, ada satu hal yang tidak ada dalam pekerjaan formal, yakni jam kerja fleksibel, peluang untuk berkolaborasi lintas bintang, hingga peluang untuk membangun bisnis sendiri. Tak heran, jika kini makin banyak anak muda yang menjadikan profesi ini sebagai pekerjaan sampingan maupun pekerjaan utama.

Jadi, apakah content creator adalah pekerjaan yang menjanjikan? Pada dasarnya, menjadi kreator konten bukan hanya soal popularitas dan uang. Lebih dari itu, profesi digital ini adalah soal bagaimana kamu bisa memanfaatkan kreativitas untuk memberikan value pada target penonton sekaligus membangun branding di tengah dunia digital yang terus berubah.

Leave a Reply