Bisnis properti merupakan salah satu industri yang menjadi penggerak utama roda perekonomian suatu negara. Sama seperti sektor lainnya, pasar properti juga mengalami pasang surut yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kebijakan moneter. Apa itu kebijakan moneter? Bagaimana kebijakan tersebut dapat memengaruhi pasar properti? Simak selengkapnya dalam uraian berikut ini.
Melansir laman Cermati, ada tiga faktor utama yang memengaruhi pasar properti, khususnya di Indonesia. Adapun ketiga faktor tersebut adalah:
Faktor yang paling berpengaruh terhadap pasar properti adalah faktor siklus. Sama seperti bisnis lainnya, industri properti juga mengalami kenaikan dan penurunan tren yang dapat memengaruhi laju pertumbuhan bisnis. Inilah yang disebut dengan siklus dan merupakan sesuatu yang lumrah dalam bisnis.
Faktor fasilitas juga memengaruhi pasar properti. Saat ini, fasilitas dan infrastruktur seperti pembangunan jalur transportasi publik, pusat perbelanjaan, fasilitas pendidikan, area terbuka hijau, dan lain sebagainya, menjadi salah satu pendorong tumbuhnya pasar properti.
Faktor berikutnya yang tak kalah penting dalam pertumbuhan bisnis properti adalah kebijakan yang dibuat oleh regulator. Regulator dalam hal ini terdiri dari pemerintah, otoritas keuangan seperti OJK, dan bank sentral (Bank Indonesia). Kebijakan yang dikeluarkan bisa beragam, seperti pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), uang muka ringan, kebijakan moneter, dan lain sebagainya. Nah, terkait kebijakan moneter akan kita bahas dalam pembahasan di bawah ini.
Secara umum, kebijakan moneter adalah serangkaian hak wewenang yang dimiliki oleh bank sentral dari masing-masing negara, seperti Bank Indonesia (BI). Kebijakan ini ditujukan untuk menjaga sekaligus mengendalikan peredaran uang dan suku bunga demi tujuan tertentu yang diinginkan oleh para regulator dalam perekonomian negara.
Melansir dari Kemendikbud, kebijakan moneter dibagi menjadi dua jenis, yakni:
Inflasi dan rendahnya daya beli masyarakat bukan satu-satunya faktor penyebab munculnya kebijakan moneter. Kebijakan ini juga bisa dikeluarkan oleh BI karena ketidakpastian di pasar. Ketidakpastian ini disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas, kondisi politik yang tidak stabil, dan peristiwa global lainnya yang memengaruhi perekodayanomian negara. Dalam mengatasi ketidakpastian tersebut, bank sentral otomatis harus mengambil kebijakan untuk menjaga stabilitas kondisi keuangan.
Faktor lain yang memicu kemunculan kebijakan moneter adalah inflasi dan deflasi aset. Bila harga aset seperti properti meroket secara signifikan, maka bank sentral kemungkinan akan meresponnya dengan kebijakan kontraktif. Sebaliknya, bila terjadi deflasi aset, bank sentral akan mengambil kebijakan ekspansif guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Fluktuasi pasar juga dapat mendorong bank sentral untuk mengeluarkan kebijakan moneter. Namun kebijakan yang dikeluarkan begitu saja justru dapat menimbulkan gejolak dalam perekonomian. Sebab itu, kebijakan moneter harus dijalankan secara konsisten dan transparan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat yang notabenenya menjadi pelaku pasar.
Selain itu, faktor eksternal lain seperti krisis global dan situasi politik juga dapat memicu ketidakpastian ekonomi. Pada akhirnya, bank sentral harus mengeluarkan kebijakan moneter yang sesuai dengan kondisi pasar.
Kebijakan moneter, khususnya moneter kontraktif, sangat berpengaruh terhadap dinamika pasar properti. Berikut beberapa poin untuk memahami bagaimana kebijakan moneter bisa memengaruhi pasar properti.
Salah satu efek langsung dari kebijakan moneter terhadap pasar properti adalah perubahan minat masyarakat terhadap kredit, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kenaikan suku bunga cenderung berkonotasi negatif bagi calon debitur.
Bila bank sentral menaikkan suku bunga, otomatis suku bunga bank juga naik dan hal ini membuat masyarakat mengurungkan niat mereka untuk mengajukan kredit properti. Alhasil, pasar properti pun menurun karena rendahnya daya beli masyarakat.
Sesuai dengan poin pertama, bila kebijakan moneter kontraktif diterapkan, otomatis permintaan terhadap properti akan menurun secara keseluruhan. Hal ini karena akses kredit properti sulit untuk diakses dan daya beli masyarakat menurun. Namun bila bank sentral mengeluarkan kebijakan moneter ekspansif, kemungkinan tingkat permintaan properti akan naik. Sebab, regulator menurunkan suku bunga bank guna mendorong daya beli masyarakat terhadap komoditas, seperti produk-produk properti.
Per Oktober 2023, BI mengumumkan bahwa suku bunga bank sentral naik menjadi 6% imbas kenaikan suku bunga The Fed dan konflik global. Kenaikan ini diprediksi dapat menurunkan permintaan kredit yang pada akhirnya memengaruhi harga properti.
Dalam beberapa kasus, kenaikan harga properti tidak mampu mengatasi kenaikan inflasi. Akibatnya, pembiayaan properti kurang menarik bagi konsumen. Pada akhirnya, fenomena ini membuat daya beli masyarakat tidak mengalami kenaikan.
Kebijakan moneter kontraktif juga dapat menciptakan ketidakpastian bagi para pelaku industri properti bila kondisi seperti inflasi berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Kenaikan harga properti yang tak sebanding dengan tingkat pertumbuhan ekonomi akan makin menyulitkan konsumen sekaligus investor. Di sisi lain, pasar properti juga kurang likuid karena rendahnya daya beli masyarakat.
Perlu diketahui bahwa kebijakan moneter sering kali dikeluarkan untuk mengatasi masalah inflasi. Namun, tantangan biasanya akan muncul saat upaya untuk mengendalikan inflasi justru berdampak negatif terhadap sektor properti. Oleh sebab itu, diperlukan keselarasan dalam merancang kebijakan moneter untuk memastikan dampaknya tidak merugikan pasar properti.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan industri properti. Bila bank sentral mengeluarkan kebijakan moneter ekspansif, maka daya beli dan kredit masyarakat terhadap properti akan meningkat. Sebaliknya, bila kebijakan moneter kontraktif dikeluarkan, maka daya beli dan kredit masyarakat akan menurun dan ini akan berimbas pada kondisi pasar properti secara keseluruhan.