Setiap tanggal 23 April, dunia merayakan Hari Buku Sedunia, yakni momen untuk mengapresiasi pentingnya peran buku dalam membentuk peradaban. Di tengah perayaan ini, muncul satu tren yang makin sulit untuk diabaikan, yakni pergeseran minat baca dari buku cetak ke buku digital. Mungkin kamu juga mulai merasakan perubahan ini. Bukan hanya karena praktis, tetapi karena buku digital dianggap lebih relevan dengan gaya hidup masa kini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami lonjakan yang cukup signifikan terkait tren membaca buku digital. Berdasarkan survei dari Rakuten Insight (2023), sekitar 83% responden survei di Indonesia lebih menyukai membaca buku melalui smartphone. Sementara itu, hanya 12% responden yang tetap memilih buku cetak. Hal ini menandakan adanya perubahan besar dalam kebiasaan membaca masyarakat Indonesia.
Lantas, apa yang mendorong pergeseran tren tersebut? Faktor pendorong utamanya tentu saja adalah smartphone. Saat bangun tidur, hampir semua masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia, langsung mengecek ponsel. Nah, dari kebiasaan inilah muncul kebiasaan baru, yakni membaca buku digital.
Kini, buku tak perlu lagi harus dicari di rak toko. Cukup dengan mengunduh aplikasi seperti Gramedia Digital, Google Books, Amazon, atau Scribd, kamu sudah punya ‘perpustakaan’ di genggamanmu. Bahkan perpustakaan pun sudah go digital, salah satunya adalah Perpusnas. Keberadaan perpustakaan digital ini memungkinkan masyarakat untuk bisa meminjam dan membaca buku tanpa harus datang langsung ke perpustakaan.
Apalagi di tahun 2025, keberadaan buku digital makin mendapatkan tempat di hati para penggemar buku berkat adanya AI. Sebab, teknologi bisa membantu merekomendasikan buku sesuai dengan preferensi pembaca. Jadi, makin banyak pembaca merasa “dimengerti” oleh aplikasi baca yang mereka gunakan.
Selain karena faktor smartphone, ada banyak alasan mengapa buku digital makin diminati. Berikut beberapa alasan tersebut:
Buku digital bisa kamu ke mana saja tanpa menambah beban tas. Mau baca di commuter line, di kafe, atau bahkan sambil rebahan di kasur, semua bisa dilakukan melalui satu perangkat. Hal ini membuat kegiatan membaca makin fleksibel.
Kalau dulu e-book identik dengan file PDF hitam putih yang membosankan, kini tampilannya jauh lebih interaktif. Buku digital saat ini hadir dalam berbagai bentuk file dengan desain visual yang menarik. Lebih dari itu, buku-buku digital tersebut tak hanya bisa dibaca melalui smartphone tetapi juga melalui e-reader seperti Kindle Amazon, Kobo, Onyx, dan masih banyak lagi.
Beberapa tahun terakhir ini, e-reader juga sedang ngetren di kalangan para penikmat buku di Indonesia. Banyak dari mereka yang membagikan keunggulan membaca buku digital melalui perangkat e-reader.
Buku digital cenderung lebih murah karena tidak membutuhkan biaya cetak dan distribusi. Bahkan, beberapa buku open domain tersedia secara gratis di platform seperti Internet Archive atau Perpusnas. Namun kalau kamu ingin membaca buku digital lewat e-reader, otomatis kamu harus merogoh kocek sedikit dalam khusus untuk membeli perangkat tersebut. Hanya saja, pembelian e-reader bisa menjadi investasi jangka panjang karena masa pakainya cukup lama.
Membaca buku digital bisa memberimu ruang privasi yang lebih baik. Jadi, tidak akan ada yang tamu kamu sedang baca novel romansa atau buku pengembangan diri saat kamu di tempat umum. Sebab, semua bisa kamu akses melalui smartphone-mu sendiri atau bahkan melalui perangkat e-reader.
Hari Buku Sedunia lebih dari sekadar ajang nostalgia dengan aroma buku klasik atau baru dan menjelajahi toko buku favorit kamu. Di era digital ini, perayaan Hari Buku Sedunia juga bisa menjadi momen reflektif tentang bagaimana kegiatan membaca telah mengalami banyak revolusi. Tahun 2025 menunjukkan bahwa perayaan buku kini juga bisa dilakukan di ranah digital.
Kamu bisa menemukan banyak event virtual seperti diskusi buku secara online, webinar dari penulis, bahkan tantangan membaca buku yang populer di media sosial, seperti #BookTok di TikTok atau Goodreads Challenge.
Berbicara soal tren #BookTok, ada fakta menarik yang harus kamu tahu. Tren ini sangat besar di TikTok dan bahkan terus berkembang. Hingga 2025, tagar #BookTok sudah ditonton lebih dari 370 miliar kali dan ada lebih dari 52 juta konten. Ini menunjukkan bahwa BookTok adalah tren global yang berhasil memengaruhi minat baca dan penjualan buku fisik maupun digital.
Melalui tren itu pula, buku digital dan perangkat e-reader menjadi wadah baru untuk tetap merayakan cinta terhadap literasi. Bahkan kini perpustakaan digital seperti iPusnas (Perpusnas RI) mengalami lonjakan pengguna aktif sejak pandemi dan tren tersebut terus berlanjut.
Di sisi lain, penerbit besar kini juga tampaknya lebih fleksibel dalam menerbitkan buku. Banyak penulis muda yang berhasil memulai kariernya melalui e-book karena biaya produksinya yang lebih rendah dan jangkauan pasarnya lebih luas. Dengan demikian, Hari Buku Sedunia juga menjadi panggung bagi para penulis baru untuk unjuk gigi.
Dunia membaca sedang mengalami transformasi dan itu bukan hal yang jelek. Hari Buku Sedunia kini lebih dari soal buku fisik yang tertata rapi di rak, tetapi juga soal bagaimana para pembaca memanfaatkan teknologi untuk tetap meningkatkan literasi.
Kehadiran buku digital bukan untuk menggantikan buku cetak sepenuhnya, melainkan sebagai pelengkap. Buku digital hadir agar siapa pun bisa membaca di mana dan kapan saja. Jadi, sebagai penggemar buku, kamu tidak harus memilih satu dan menolak pilihan yang lain. Justru, di era serba digital seperti sekarang ini, fleksibilitas pada bentuk baca yang baru bisa membuat literasi masyarakat makin meningkat.
Selamat Hari Buku Sedunia!