Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional atau yang biasa disebut dengan May Day. Di hari inilah, jutaan pekerja dari berbagai belahan dunia turun ke jalan bukan hanya untuk demonstrasi, tetapi juga memperjuangkan hal yang paling mendasar, yakni hak dan martabat sebagai pekerja.
Mungkin kamu juga pernah mendengar atau melihat liputan terkait aksi massa besar-besaran saat May Day. Perlu dipahami bahwa aksi ini bukanlah aksi anarkis, melainkan aksi damai untuk terus memperjuangkan hak-hak para buruh, termasuk kamu.
Saat mendengar kata “buruh”, mungkin hal pertama yang terlintas di benakmu adalah pekerja pabrik dengan seragam atau helm proyek. Namun, tahukah kamu bahwa menurut UU No. 12 Tahun 2003 terkait Ketenagakerjaan, buruh atau pekerja adalah mereka yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Itu artinya, jika kamu bekerja sebagai kasir, barista, jurnalis, driver ojek online, dan bahkan freelancer, semuanya termasuk dalam kategori buruh. Bahkan, jika kamu bekerja dari rumah dan hanya menerima pekerjaan dari WhatsApp, selama kamu dibayar oleh pemberi kerja, maka kamu adalah buruh.
Hal ini penting sekali untuk dipahami mengingat masih banyak masyrakat yang tidak sadar bahwa mereka juga menjadi bagian dari perjuangan kelas pekerja.
Masalahnya, masih banyak perusahaan yang sengaja menyamarkan hubungan kerja dengan istilah “mitra” atau “freelance”. Padahal, kenyataannya kamu tetap berada di bawah kendali perusahaan tetapi kamu tidak mendapatkan asuransi kesehatan, jaminan hari tua, dan bahkan tidak memiliki daya tawar. Jelas ini bukan kemitraan, melainkan eksploitasi yang sengaja disamarkan.
Perjuangan kelas pekerja senantiasa digaungkan pada aksi massa di Hari Buruh Internasional. Sejarah May Day sendiri dimulai dari Kerusuhan Haymarket di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886.
Kala itu, para buruh menuntut jam kerja yang lebih manusiawi, yakni maksimal 8 jam sehari. Sebelumnya mereka dipaksa bekerja selama 12-18 jam sehari dengan upah yang sangat rendah. Sayangnya, tuntutan mereka justru dibalas dengan kekerasan hingga menyebabkan banyak pekerja yang terluka dan bahkan tewas dalam aksi tersebut.
Namun, perjuangan mereka tidak sia-sia. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak negara mulai menerapkan aturan yang lebih adil. Contohnya, menurut data Statista, pada 2021, rata-rata jam kerja per hari di Amerika Serikat menjadi sekitar 6,75 jam, Jepang 6,68 jam, dan New Zealand 6,73 jam.
Di Indonesia, PP No. 35 Tahun 2021 Pasal 77 mengatur jam kerja standar, yakni 7 jam per hari untuk 6 hari kerja atau 8 jam per hari untuk 5 hari kerja. Totalnya tidak boleh lebih dari 40 jam per minggu.
Provinsi Jawa Barat bahkan mencatatkan rata-rata jam kerja 33,3 jam per minggu pada 2021, ini lebih rendah dari batas maksimal yang telah ditentukan. Namun jangan senang dahulu, sebab data menunjukkan bahwa ada 650 ribu pekerja yang bekerja selama 1-7 jam per minggu pada tahun 2020-2021. Ini tandanya masih banyak yang hanya mendapatkan pekerjaan paruh waktu.
Jadi, makna dari Hari Buruh adalah pengingat atas perjuangan para pekerja pada masa lalu dan panggilan bagi para pekerja masa kini untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka. Kamu bisa bekerja saat ini karena dahulu ada orang-orang yang berani menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami.
Hak buruh bukan hanya soal jam kerja dan gaji yang manusiawi. Hak buruh juga mencakup soal kesetaraan, keamanan kerja, jaminan sosial, dan juga perlindungan hukum. Saat ini, masih banyak sekali pekerja, termasuk di Indonesia dan di sektor informal yang tidak mendapatkan hak-haknya.
Misalnya saja, para driver ojek online yang kerap disebut “mitra” oleh perusahaan. Akan tetapi, pada kenyataannya, mereka tidak memiliki hak tawar harga, tidak memiliki asuransi kecelakaan kerja yang memadai, dan bahkan harus menanggung sendiri biaya operasional. Jelas ini bukan hubungan yang setara antara pekerja dan pemberi kerja. Ini adalah bentuk baru dari sebuah eksploitasi di era digital.
Di sisi lain, buruh juga masih kerap menjadi korban PHK sepihak, upah tidak dibayarkan oleh perusahaan, dan bahkan kerja lembur tanpa mendapatkan kompensasi. Padahal, undang-undang seperti di Indonesia yakni UU Ketenagakerjaan Pasal 156 sudah cukup jelas dalam menyebutkan bahwa pekerja yang terkena PHK berhak mendapatkan uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan selama masa kerja.
Sebagai bagian dari kaum pekerja, mungkin kamu merasa tidak memiliki suara. Namun jangan salah, sejarah membuktikan bahwa reformasi besar bisa datang dari suara-suara kecil yang banyak dan bersatu. Ingatlah bahwa gaji yang bisa kamu dapatkan hari ini merupakan hasil dari perjuangan kaum buruh sebelumnya.
Maka dari itu, kamu pun juga memiliki peran dalam memperjuangkan hak-hak pekerja yang lebih baik, baik untuk dirimu sendiri maupun untuk generasi di masa mendatang.
Jadi, Hari Buruh Internasional bukan hanya milik para buruh pabrik atau aktivis serikat pekerja. May Day adalah hari milik kita semua yang hidup dari hasil kerja pada orang lain, baik sebagai kasir, karyawan kantor, jurnalis, freelancer, atau bahkan driver ojek online.
Hari Buruh Internasional merupakan hari yang penting untuk mengenang, menghargai, dan bahkan melanjutkan perjuangan kaum pekerja demi hak-hak yang lebih adil dan manusiawi.
Maka, jika kamu melihat banyak massa turun ke jalan pada 1 Mei, jangan buru-buru menghakimi mereka. Aksi yang mereka lakukan adalah aksi damai untuk menyuarakan hak-hakmu juga sebagai pekerja.
Selamat Hari Buruh Internasional.