Indonesia Darurat Bullying, Begini Cara Mengatasinya

Bullying atau perundungan telah menjadi masalah pelik yang merusak tatanan sosial di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kasus-kasus bullying sering kali terjadi di lingkungan sekolah, tempat kerja, hingga ruang publik, dan berdampak negatif terhadap korban secara fisik maupun psikologis.

Meskipun fenomena ini bukan termasuk hal baru, perhatian terhadap kasus perundungan makin meningkat seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi seperti penggunaan media sosial yang mempercepat penyebaran informasi.

bullying

Indonesia Darurat Bullying, Benarkah?

Indonesia termasuk negara dengan status darurat bullying. Menurut data UNICEF pada tahun 2018, satu dari tiga anak muda di sebanyak 30 negara pernah menjadi korban perundungan, hal ini termasuk di Indonesia.

Data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada 16 kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah pada Januari hingga Agustus tahun 2023. Mayoritas dari kasus tersebut terjadi di SD dan SMP dengan proporsi sebesar 25% dari total kasus. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia memang  berada dalam kondisi darurat masalah bullying.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, melalui Berita Satu mengungkapkan keprihatinannya atas meningkatnya jumlah kasus bullying di tingkat pendidikan. Perundungan sendirinya tak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga verbal hingga melalui media sosial.

Parahnya, banyak pelaku perundungan dengan sengaja menjadikan aksi mereka sebagai konten untuk disebarluaskan di media sosial yang mana makin memperparah dampak psikologis pada korban. Namun di sisi lain, banyaknya penggunaan media sosial justru membuat kasus perundungan menjadi lebih cepat ditangani. Hal ini juga turut membentuk kesadaran masyarakat dan orang tua tentang bahaya dari kasus bullying meskipun upaya penanganannya masih belum maksimal.

Faktor Pendorong Tindakan Bullying

Penanganan tindakan perundungan di Indonesia memang masih belum maksimal. Masih banyak pihak-pihak yang sebenarnya bertanggung jawab, contohnya guru dan orang tua, yang justru tidak berpihak kepada korban.

Untuk bisa menangani atau bahkan mencegah tindakan bullying itu sendiri, penting untuk terlebih dahulu memahami apa yang sebenarnya menyebabkan tindakan perundungan itu terjadi. Menurut Retno Listyarti selaku Ketua Pembina FSGI melalui Berita Satu, berikut adalah beberapa faktor pendorong tindakan bullying.

1. Faktor internal

Faktor internal seperti peran pola asuh dari orang tua dan contoh kekerasan yang secara tidak sengaja maupun sengaja ditunjukkan oleh orang dewasa kepada anak-anak menjadi salah satu faktor pendorong tindakan perundungan.

Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan sosial yang penuh kekerasan cenderung meniru perilaku tersebut. Anak-anak juga akan menganggap kekerasan sebagai sebuah cara yang normal untuk menyelesaikan masalah.

2. Faktor eksternal

Lingkungan pergaulan anak sangat memengaruhi kemungkinan terjadinya bullying. Pasalnya, sering kali pelaku bullying adalah mereka yang sebelumnya juga pernah menjadi korban dan tidak mendapatkan penanganan ataupun rasa terlindungi dari orang-orang terdekat.

Setelah mengalami kekerasan, anak-anak yang pernah menjadi korban bullying mungkin merasa perlu untuk melampiaskan rasa sakit mereka kepada orang lain yang mereka anggap lemah. Jadi, korban bullying bisa berpotensi juga menjadi pelaku bila tidak mendapatkan penanganan.

3. Faktor situasional

Terkadang, tekanan dari teman sebaya atau kakak kelas, dapat memaksa seorang anak untuk ikut terlibat dalam tindakan perundungan. Situasi seperti ini cenderung sulit dihindari oleh anak-anak yang lebih muda, seperti adik kelas atau anak yang lebih muda usianya.

Pentingnya Kesadaran Terhadap Bullying

Meningkatkan kesadaran tentang bullying merupakan langkah penting dalam pencegahan dan penanganannya. Kesadaran ini tak hanya diperlukan di kalangan anak-anak sekolah dan guru, tetapi juga orang tua dan masyarakat luas.

Perlu dipahami bahwa masalah bullying bukanlah masalah yang bisa dianggap sepele. Hanya saja, faktanya di lapangan masih banyak yang menganggap bahwa perundungan secara verbal misalnya merupakan guyonan anak-anak dan dianggap lumrah bahkan oleh mereka yang sudah dewasa, seperti orang tua dan guru.

Melansir dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait bullying:

1. Kampanye publik

Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran tentang perundungan adalah dengan menyelenggarakan kampanye anti-bullying. Kampanye ini bisa diselenggarakan melalui pembuatan poster, spanduk, brosur, hingga konten-konten edukatif yang disebarkan melalui media sosial. Isi dari kampanye harus mencakup tentang dampak negatif bullying dan mengapa tindakan tersebut harus dihindari.

2. Pendidikan dan penyuluhan

Mengadakan program edukasi dan penyuluhan terkait bullying di sekolah-sekolah, universitas, komunitas, hingga tempat kerja menjadi salah satu cara untuk membangun kesadaran terkait perundungan. Program ini bisa dikemas dalam bentuk seminar, lokakarya, atau diskusi kelompok yang melibatkan berbagai pihak terkait maupun pihak ahli masalah perundungan.

3. Pelatihan untuk tenaga pendidik dan staf sekolah

Memberikan pelatihan khusus bagi guru dan staf sekolah merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi dan menangani sekaligus mencegah kasus bullying. Dengan membekali warga sekolah dengan pengetahuan yang memadai, maka mereka bisa bertindak dengan cepat dan tepat bila terjadi kasus bullying di lingkungan mereka.

4. Peran aktif dari pemerintah

Bullying menjadi salah satu penyebab anak-anak sekolah mengalami gangguan mental. Hasil survei I-NAMHS menunjukkan bahwa satu dari tiga anak usia remaja di Indonesia mengalami gangguan mental, seperti fobia sosial.

Hal tersebut tentunya menjadi masalah yang harus diperhatikan oleh semua pihak, termasuk pemerintah. Pemerintah melalui Kemendikbud mengeluarkan Peraturan Kemendikbudristek 46/2023 tentang pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan pendidikan. Tujuannya adalah untuk mencegah dan menangani masalah kekerasan di lingkungan sekolah.

Jadi, Indonesia pada dasarnya memang berada dalam kondisi darurat bullying karena banyaknya kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan, bahkan hingga berujung pada hilangnya nyawa. Untuk mengatasi sekaligus mencegahnya, diperlukan kerja sama sinergis dari berbagai pihak, termasuk orang tua, sekolah, masyarakat luas, dan bahkan pemerintah.

Faktor-faktor internal, eksternal, dan situasional yang menyebabkan terjadinya bullying juga perlu diidentifikasi dan diatasi dengan pendekatan yang komprehensif. Selain itu, membangun kesadaran tentang bullying melalui berbagai metode seperti yang disebutkan di atas menjadi langkah awal yang penting untuk terus diupayakan. Semua untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi generasi muda untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dari segi mental.

Leave a Reply