Peran lembaga keuangan dalam aktivitas keuangan di Indonesia jelas tak bisa diabaikan. Salah satunya adalah peran regulator keuangan, badan yang bertanggung jawab membuat dan mengawasi segala aturan yang berkaitan dengan aktivitas keuangan. Regulator seperti ini berlaku juga untuk sektor teknologi finansial atau financial technology (fintech).
Seperti yang mungkin sudah diketahui, fintech merupakan penggunaan teknologi informasi dalam layanan finansial. Contohnya seperti layanan pengiriman uang, asuransi, investasi, dan pembiayaan.
Nah, untuk bisa menjalankan kegiatan operasionalnya, setiap perusahaan fintech harus mendapatkan izin dan mematuhi regulasi dari regulator. Bila tidak, maka perusahaan terancam akan mendapatkan sanksi. Untuk lebih mendalami topik tentang regulator fintech di Indonesia, simak terus ulasan berikut ini.
Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negara dengan sistem keuangan yang relatif kompleks. Guna menjaga stabilitas dan memberikan perlindungan kepada seluruh kalangan masyarakat, maka diperlukan kera sama dari beberapa lembaga pengawas keuangan. Lembaga ini disebut juga dengan regulator keuangan di Indonesia.
Berikut adalah beberapa lembaga regulator keuangan yang memiliki peran dalam pengawasan sektor keuangan di Tanah Air:
Regulator keuangan yang berada di posisi pertama adalah Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI). Kemenkeu merupakan lembaga yang mengemban tugas utama dalam penyelenggaraan seluruh urusan pemerintahan yang berkaitan dengan keuangan dan kekayaan negara.
Bersama regulator lainnya, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kemenkeu mengeluarkan sejumlah kebijakan keuangan. Tentunya kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan kondisi keuangan dan ekonomi negara pada saat itu juga.
Kementerian Keuangan memegang peran penting dalam menentukan sejumlah kebijakan. Di antaranya kebijakan fiskal, mengelola kekayaan negara, dan mengatur anggaran pemerintah. Di samping itu, kementerian ini juga berperan dalam memastikan stabilitas dan keberlanjutan kondisi keuangan di Indonesia.
Regulator keuangan di Indonesia yang selanjutnya adalah Bank Indonesia (BI). BI merupakan bank sentral di Tanah Air yang memiliki peran tunggal di bidang moneter. Didirikan sesuai dengan konstitusi UUD 1945 dan UU No. 23 Tahun 1999, BI memiliki tujuan untuk mewujudkan dan memelihara kestabilan nilai mata uang negara.
Berikut adalah tugas utama Bank Indonesia:
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2011. Lembaga ini berpera sebagai badan pengawas dan regulator di sektor jasa keuangan, seperti perbankan, pasar modal, dan sektor keuangan non-perbankan. Berikut adalah tiga tugas utama OJK sebagai regulator:
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan regulator keuangan yang bertugas memberikan jaminan simpanan nasabah yang ada di lembaga perbakan. Bila pihak bank mengalami kesulitan seperti gagal membayar nasabahnya, maka LPS lah yang akan bertanggung jawab untuk menjamin dana simpanan nasabah tertentu dengan batas tertentu.
Khusus untuk penyelenggaraan fintech, ada dua regulator yang mengemban tugas pemberian izin dan pengawasan, yakni Bank Indonesia dan OJK. Kedua regulator ini telah mengambil beberapa langkah progresif guna memastikan pertumbuhan fintech yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
BI berperan penting dalam mengatur perkembangan fintech di Indonesia dengan fokus pada tiga kebijakan utama, yakni uang elektronik, penyelenggaraan kegiatan fintech, dan penerapan Regulatory Sandbox.
Pertama, BI mengatur segala hal yang berkaitan dengan uang elektronik melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/12/PBI/2009 mengenai Uang Elektronik. Dalam peraturan tersebut, uang elektronik disebut sebagai alat pembayaran yang dikeluarkan sesuai dengan nilai uang yang sudah disetor ke penerbit.
Nilai uang elektronik disimpan dalam chip atau media server dan bisa dimanfaatkan sebagai alat pembayaran yang sah. Namun, nilai uang elektronik bukan merupakan simpanan yang mana sesuai dengan undang-undang tentang perbankan.
Kedua, BI mengatur penyelenggaraan kegiatan fintech berdasarkan PBI No. 19/12/PBI/2017. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa perusahaan fintech wajib melakukan pendaftaran di BI untuk bisa melakukan kegiatan operasional. Namun, ada pengecualian untuk Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang sudah mendapat izin dari BI dan fintech yang berada di bawah yurisdiksi otoritas lain.
Ketiga, BI bertugas menerapkan Regulatory Sandbox berdasarkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No. 19/14/PADG/2017. Regulatory Sandbox adalah wadah uji coba terbatas untuk penyelenggara fintech. Melalui Regulatory Sandbox, perusahaan fintech memiliki peluang untuk menguji inovasi mereka secara terbatas tanpa harus mematuhi seluruh peraturan yang belaku. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong inovasi di bidang keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan regulator yang bertugas mengatur penyelenggara fintech, khususnya yang memberikan layanan pinjam meminjam uang atau P2P lending. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, OJK telah mengeluarakan Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 dan juga Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 18/SEOJK/02/2017.
Regulasi tersebut diterbitkan untuk mengendalikan kegiatan peminjaman dana secara online atau melalui platform fintech. Melalui regulasi yang ada, OJK berupaya untuk memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat serta memastikan transparansi dalam kegiatan pinjam meminjam uang secara online.
Dalam SEOJK No. 18/SEOJK/02/2017 juga diatur mengenai tata kelola dan mitigasi risiko pada fintech P2P lending. Adapun ruang lingkup yang masuk dalam regulasi tersebut meliputi:
Itulah beberapa hal yang perlu kamu ketahui mengenai dua regulator industri fintech di Indonesia, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Baik BI maupun OJK sama-sama mengemban tugas sebagai regulator yang memberikan izin dan mengawasi jalannya kegiatan industri fintech.