Pernahkah kamu merasa ingin langsung beli sesuatu begitu melihat diskon besar-besaran? Atau mungkin kamu merasa tidak sabar menunggu hasil kerja keras dan akhirnya memutuskan memakai jalan pintas? Nah, itulah contoh nyata dari instant gratification atau bisa disebut juga pemenuhan kepuasan instan.
Fenomena ini sedang naik daun di tengah masyarakat Indonesia, terlebih di era digital yang serba cepat seperti sekarang. Sayangnya, kebiasaan ini juga kerap kali membuat generasi muda kesulitan untuk membangun kekayaan secara mandiri.
Yuk, kita bahas bersama mengapa instant gratification bisa menjadi semacam “jebakan halus” yang menghambat pertumbuhan finansial kamu.
Instant gratification adalah keinginan untuk mendapatkan kepuasan secepat mungkin tanpa mau menunggunya atau menunda. Dalam dunia psikologi, fenomena ini sudah lama menjadi objek penelitian, salah satunya melalui Marshmallow Test yang terkenal dari Stanford University pada tahun 1960-an.
Dalam penelitian tersebut, anak-anak diuji apakah mereka mampu menahan diri untuk tidak langsung memakan marshmallow demi mendapatkan hadiah yang jauh lebih besar di akhir.
Hasilnya, anak-anak yang mampu menahan diri ternyata bisa menjadi individu yang lebih sukses secara akademik, karier, dan bahkan sosial dibandingkan anak-anak yang langsung memakan marshmallow.
Di zaman sekarang, godaan instant gratification bisa dibilang makin parah. Memang, teknologi bisa menjadi sumber pemasukan dan mempermudah kehidupan. Namun kemudahan ini juga ada sisi buruknya.
Dengan teknologi, kamu bisa mendapatkan apa pun dalam sekejap. Mau makan tetapi malas untuk memasak sendiri? Tinggal klik aplikasi. Mau beli baju? Tinggal buka marketplace. Butuh hiburan? Tinggal scroll media sosial. Semuanya serba cepat dan serba instan.
Masalahnya, kebiasaan untuk mengejar kepuasan instan ini lama-lama bisa menjadi pola pikir. Setiap kali kamu memilih jalan yang cepat, otakmu secara otomatis akan menguatkan jalur neural tersebut.
Akibatnya, kamu makin sulit untuk mengendalikan diri di kemudian hari. Jika hal ini tidak dihentikan, maka bisa berdampak pada banyak aspek kehidupan kamu, mulai dari kesehatan, hubungan sosial, hingga kondisi keuangan.
Tak dapat dipungkiri bahwa instant gratification bisa berkontribusi besar terhadap kebiasaan konsumtif di kalangan generasi muda. Data dari laporan Prudential yang berjudul “Empowering Aspirations: Financial Preparedness in Asia” menunjukkan bahwa sebanyak 64% masyarakat Indonesia merasa khawatir dengan kebutuhan finansial mereka di masa depan. Namun ironisnya, banyak dari masyarakat tanah air yang tetap sulit mengontrol kebiasaan konsumtif.
Mengapa bisa demikian? Pasalnya, ketika kamu tidak bisa menahan godaan untuk memuaskan diri sekarang juga, seperti membeli smartphone terbaru, nongkrong setiap hari, atau belanja impulsif, sebenarnya kamu sedang mengorbankan potensi keuangan jangka panjang kamu.
Sebuah survei UOB ASEAN Consumer Sentiment Study 2024 juga menyebutkan bahwa 76% responden Indonesia merasa cemas terhadap kondisi keuangan mereka, tetapi 27% justru mengaku sengaja meningkatkan pengeluaran dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa kebiasaan yang mengutamakan kesenangan jangka pendek justru dapat memperburuk masalah finansial.
Lebih parahnya lagi, saat kamu terbiasa dengan kebiasaan konsumtif, maka kegiatan seperti menabung atau berinvestasi menjadi terasa berat. Uang yang seharusnya bisa kamu investasikan untuk masa depan justru habis untuk memenuhi keinginan sesaat. Inilah alasan mengapa banyak sekali generasi muda saat ini merasa sulit untuk kaya, padahal banyak peluang untuk membangun kekayaan.
Kecenderungan instant gratification bisa diatasi, asalkan kamu memiliki niat dan komitmen untuk melakukannya. Pertama, kamu harus menyadari polanya, kapan dan mengapa kamu merasa ingin segera mendapatkan sesuatu. Apakah perasaan tersebut muncul saat kamu stres atau mungkin saat scrolling media sosial? Dengan mengenali pemicunya, maka kamu bisa lebih waspada.
Kedua, sebelum kamu membeli sesuatu yang kamu inginkan, biasakan untuk menunda keputusan tersebut selama 24 jam atau bahkan lebih. Cara ini memungkinkan otak kamu untuk menilai apakah keinginan tersebut benar-benar penting atau tidak. Jika setelah 24 jam kamu merasa tidak perlu membelinya, berarti itu hanya dorongan sesaat.
Ketiga, kamu harus memiliki tujuan finansial yang jelas agar bisa menjadi motivasi kuat untuk menahan godaan. Entah itu menabung untuk jalan-jalan ke luar negeri, beli rumah, beli kendaraan, atau bahkan pensiun dini.
Keempat, mulailah untuk melatih diri agar bisa menikmati hasil dari menunggu. Sebagai contoh, utamakan menabung untuk membeli sesuatu yang kamu inginkan, bukan langsung memakai kartu kredit, paylater, atau bahkan mengajukan pinjaman online. Dengan melakukan cara ini, kamu bisa merasakan sensasi puas karena akhirnya kamu berhasil membeli barang dengan uang sendiri.
Instant gratification memang menggoda. Rasanya enak memang kalau kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan sekarang juga. Namun, kebahagiaan instan sering kali harus dibayar dengan harga yang lebih mahal di kemudian hari. Kalau kamu memang ingin membangun masa depan yang lebih baik, termasuk secara finansial, maka kamu harus melatih diri untuk menunda kepuasan sesaat.
Ingat, kaya bukan soal berapa banyak uang yang bisa kamu hasilkan, tetapi juga soal bagaimana kamu mengelola keinginan dan mampu membuat keputusan yang jauh lebih bijak. Maka dari itu, yuk mulai dari sekarang juga belajar menahan diri, tetapkan tujuan finansial kamu, dan berpikir jangka panjang. Sebab sesungguhnya, masa depan kamu nanti dimulai dari keputusan-keputusan kecil yang kamu buat hari ini.