Di era modern seperti sekarang ini, literasi menjadi salah satu kunci penting dalam kemajuan suatu bangsa. Namun sayangnya, Indonesia masih berada dalam kondisi “darurat literasi”. Memang, sudah cukup banyak masyarakat Indonesia yang melek huruf. Namun literasi bukan hanya soal kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Untuk itu, kampanye gemar membaca perlu terus digalakkan guna mendongkrak literasi anak Indonesia yang merupakan generasi penerus bangsa.
Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun 2021, Indonesia sedang menghadapi kondisi “darurat literasi”. Hal ini terlihat dari rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut, UNESCO melaporkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001% atau setara dengan 1 orang yang gemar membaca dari 1.000 orang. Angka ini jelas memprihatinkan dan menunjukkan bahwa literasi di Indonesia bisa dikatakan masih jauh dari harapan.
Data dari Program for International Student Assessment (PISA) 2018 juga menunjukkan bahwa kemampuan membaca pelajar di Indonesia masih sangat rendah. Dari survei tersebut, Indonesia menempati urutan ke 74 dari total 79 negara.
Data-data di atas menunjukkan betapa memprihatinkannya kondisi literasi masyarakat Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pembiasaan membaca sejak dini. Lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi tempat pertama untuk menanamkan kebiasaan membaca justru jarang sekali memberikan dukungan yang memadai.
Padahal, kemampuan literasi adalah keterampilan yang krusial. Kemampuan ini tak hanya penting untuk anak-anak tetapi juga untuk orang dewasa. Pasalnya, kemampuan untuk membaca dan menulis dengan baik akan sangat dibutuhkan dalam dunia profesional, seperti dalam surat menyurat dan pembuat laporan.
Seperti yang disinggung sebelumnya, literasi bukan hanya soal kemampuan membaca dan menulis. Literasi kini sudah mencakup berbagai aspek yang lebih luas seperti literasi numerik, sains, digital, finansial, literasi budaya dan kewargaan.
Sebagai contoh, literasi digital yang melibatkan kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dari berbagai produk teknologi digital. Hal ini mencakup kemampuan untuk menilai suatu kebenaran informasi yang ditemukan di internet dan menghasilkan konten digital yang tepercaya dan berkualitas.
Secara umum, kemampuan literasi ini sangatlah penting di era digital, yakni era di mana informasi sangat melimpah dan mudah sekali untuk diakses. Namun, kemampuan untuk memilah informasi yang benar dan bermanfaat dari informasi yang tidak valid dan tidak relevan kerap menjadi tantangan tersendiri. Oleh sebab itu, literasi harus dilihat sebagai suatu kemampuan yang holistik dan mencakup banyak aspek dalam kehidupan.
Untuk mengatasi masalah darurat literasi di Tanah Air, ada berbagai upaya yang bisa dan harus dilakukan secara terintegrasi dan sistematis. Berikut ini adalah beberapa langkah yang bisa diambil untuk meningkatkan literasi di Indonesia.
Orang tua memiliki peran krusial dalam menanamkan kebiasaan membaca pada anak sejak dini. Membacakan cerita kepada anak sebelum tidur, menyediakan buku-buku menarik sesuai dengan usia anak, serta memberikan contoh nyata dengan rajin membaca bisa membantu menumbuhkan minat baca pada buah hati. Di samping itu, orang tua juga bisa mengajak anak mendiskusikan isi buku yang sudah dibaca bersama anak untuk membangun kemampuan berpikir kritis.
Selain orang tua, sekolah juga harus menjadi tempat yang mendukung pengembangan kemampuan literasi. Program seperti membaca rutin di sekolah, setidaknya 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai bisa membantu meningkatkan minat baca siswa. Selanjutnya, siswa diminta untuk menulis isi dari apa yang mereka baca. Cara ini efektif untuk meningkatkan literasi sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Program Gerakan Literasi Nasional yang diluncurkan oleh Kemendikbud perlu diperkuat dan makin diperluas. Program ini meliputi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan budaya literasi di sekolah, seperti lomba debat, menulis, dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini bisa memotivasi siswa untuk lebih giat membaca dan menulis.
Literasi tak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga masyarakat. Kampanye literasi di masyarakat seperti bazar buku, perpustakaan keliling, dan komunitas membaca bisa membantu mendorong aksesibilitas masyarakat terhadap bahan bacaan. Di samping itu, kerja sama dengan perpustakaan umum maupun swasta untuk menyediakan koleksi buku yang lebih beragam juga menjadi hal yang sangat penting.
Guru perlu diberikan pelatihan yang berkelanjutan guna meningkatkan kemampuan mereka dalam mengajarkan literasi. Pelatihan ini bisa mencakup metode pengajaran yang efektif, penggunaan teknologi dalam pembelajaran, atau strategi untuk meningkatkan minat baca siswa. Dengan guru yang berkualitas dan kompeten, maka proses peningkatan literasi siswa akan menjadi lebih menarik dan efektif.
Selain guru, pemerintah melalui Kemendikbud juga perlu membenahi kurikulum agar makin mendukung pengembangan literasi siswa. Kabar baiknya, Kemendikbud telah berencana memasukkan sastra ke dalam kurikulum Merdeka Belajar mulai bulan Juli atau Agustus. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa yang tak hanya membaca tetapi memahami apa yang dibaca, memproses, mencerna, dan mensintesis informasi. Semua semua hal tersebut merupakan fondasi untuk mempelajari hal yang lain-lain.
Pemerintah bisa menjalin kolaborasi sinergis dengan perusahaan swasta atau lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap pendidikan dan literasi. Program CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan swasta bisa diarahkan untuk mendukung program literasi, misalnya dengan membangun perpustakaan, menyumbang koleksi buku, dan memberikan pelatihan bagi tenaga pendidik dan siswa.
Selain perusahaan, pembentukan komunitas dan kelompok baca di berbagai daerah juga bisa membantu meningkatkan literasi. Di Indonesia sudah mulai menjamur komunitas baca yang diisi oleh mahasiswa. Dalam komunitas tersebut, mereka akan terlebih dahulu membaca buku kemudian menceritakan apa isi buku tersebut secara bergiliran. Komunitas ini tak hanya mampu mendorong minat baca seseorang tetapi juga menjadi wadah diskusi yang positif.
Dari penjelasan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa meningkatkan literasi masyarakat Indonesia merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat harus saling bekerja sama untuk menanamkan kebiasaan membaca sejak dini dan menyediakan fasilitas yang mendukung. Sebab literasi bukan hanya soal membaca atau menulis, tetapi juga kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Literasi juga menjadi fondasi dari belajar hal yang lain.