Good News! Laba Fintech P2P Meningkat di 2025

Laba fintech P2P meningkat pada 2024 hingga awal 2025. Pertumbuhan ini tentu menjadi kabar yang menggembirakan bagi para pelaku industri fintech.
Sumber : Envato

Beberapa bulan terakhir, ada kabar menggembirakan soal fintech P2P (peer-to-peer). Kabarnya, laba fintech P2P meningkat secara signifikan pada rentang 2024 hingga awal 2025. Bukan hanya tumbuh, tetapi melesat hingga ratusan persen.

Tentunya, kenaikan ini menjadi angin segar bagi para pelaku industri, investor, dan masyarakat yang aktif menggunakan layanan keuangan digital. Namun, di balik kenaikan tersebut, tetap ada tantangan yang harus dihadapi.

Laba Fintech P2P Meningkat di 2024-Awal 2025

fintech P2P
Sumber : Envato

Industri fintech P2P lending mencetak pertumbuhan laba yang cukup mencolok pada tahun 2024 hingga awal 2025. Berdasarkan data dari OJK dan Asosiasi Fintech Pendanaan  Bersama Indonesia (AFPI), laba setelah pajak pada akhir tahun 2024 mencapai sebesar Rp1,65 triliun. Angka ini naik drastis sekitar 245% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp478 miliar.

Tak hanya itu, pada Januari 2025, industri tekonologi keuangan ini juga masih mencatatkan laba besar, yakni sekitar Rp152 miliar dan menjadi Rp233,71 miliar pada Februari 2025. Dengan kata lain, industri fintech lending berhasil menunjukkan pertumbuhan yang membanggakan hanya dalam dua bulan pertama 202 saja.

Pertumbuhan laba ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah transaksi digital. Selain itu, inklusi keuangan dan kepercayaan masyarakat terhadap platform pendanaan yang makin meningkat juga ikut berpengaruh. Bahkan, OJK melaporkan outstanding pembiayaan per Januari 2025 tumbuh 29,94% yoy dengan nilai total pembiayaan mencapai Rp78,5 triliun.

Tahun 2025 Dianggap Tak Semudah 2024, Kenapa?

Meski pencapaian tahun 2024 bisa dibilang sangat luar biasa, para pelaku industri justru menilai bahwa tahun 2025 tidak akan semudah itu. Entjik S. Djafar, Ketua Umum AFPI, melalui Bisnis.com menyampaikan bahwa tahun ini fintech tetap optimis tetapi target pertumbuhan laba ditetapkan secara konservatif, maksimal sekitar 10%.

Latar belakang dari prediksi tersebut adalah kondisi ekonomi global dan domestik yang masih belum stabil. Kondisi seperti inflasi global, ketegangan geopolitik, serta fluktuasi nilai tukar bisa berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan minat investor. Di samping itu, kebijakan moneter dan fiskal yang ketat juga dapat berpengaruh terhadap likuiditas di pasar.

Kepala Eksekutif OJK, Agusman, melalui Kontan juga menyatakan bahwa meskipun ada banyak ketidakpastian ekonomi membayangi industri fintech, industri ini diprediksi tetap akan terus mencetak laba.

Permintaan Meningkat dan Modal Makin Kuat

Salah satu alasan mengapa laba fintech meningkat dan akan terus meningkat adalah karena tingginya permintaan layanan terhadap industri ini, khususnya dari sektor UMKM dan masyarakat yang masih belum terjangkau oleh lembaga keuangan konvensional.

Data dari OJK juga menunjukkan bahwa jumlah platform fintech P2P lending yang memiliki tingkat risiko kredit macet (TWP90) menurun dari yang sebelumnya 21 penyelenggara kini ada 20. Sementara itu, rata-rata TWP90 industri fintech saat ini adalah 2,52% yang terbilang menurun jika dibandingkan pada Februari 2024 sebesar 2,95%. Dengan kata lain, TWP90 masih terbilang sehat karena belum melampaui batas yang ditentukan OJK, yakni 5%.

Lebih lanjut, permodalan industri juga mengalami peningkatan. Per Desember 2024, ekuitas perusahaan fintech lending tumbuh sebesar 46% yoy. Ini menunjukkan bahwa para pemain industri mulai memiliki fondasi yang lebih kokoh untuk terus berkembang.

Tantangan Industri Fintech: Bukan Permintaan, Tapi Efisiensi

fintech P2P
Sumber : Envato

Meskipun laba fintech P2P meningkat, tetap ada tantangan yang harus diwaspadai. Namun, tantangan ini bukan terletak pada sisi pengguna, tetapi lebih kepada efisiensi operasional dan profitabilitas jangka panjang. 

Pelaku fintech juga perlu menerapkan beberapa strategi seperti pengelolaan risiko kredit yang lebih ketat lagi, penguatan sistem keamanan siber, dan penekanan biaya operasional. Strategi ini tak hanya berguna untuk pelaku fintech agar tetap bertahan tetapi juga agar mereka mendapatkan laba yang berkelanjutan.

Di sisi lain, platform yang mampu menjaga efisiensi dan gagal mempertahankan kualitas pinjaman bisa mengalami penurunan. Terlebih lagi, saat ini, masyarakat makin cerdas dalam memilih platform yang aman dan tepercaya.

Oleh sebab itu, perusahaan fintech perlu melakukan beberapa langkah seperti:

  • Mengembangkan strategi risk scoring yang lebih akurat
  • Meningkatkan penggunaan teknologi terbaru untuk mendeteksi fraud
  • Mengurangi biaya akuisisi pengguna dengan menerapkan strategi pemasaran digital yang lebih akurat
  • Mematuhi peraturan OJK dan AFPI agar tetap mendapatkan kepercayaan dari pengguna maupun investor

Bukan hanya itu saja, AFPI dan OJK sendiri juga aktif menekankan pentingnya tata kelola dan perlindungan konsumen seiring dengan meningkatnya industri fintech. Sebab, regulasi yang sehat berguna untuk memastikan fintech Indonesia mampu tumbuh secara inklusif dan berkelanjutan.

Nah, melihat tren positif yang terjadi pada 2024 hingga awal 202 ini sebenarnya wajar jika industri fintech optimis terhadap pertumbuhan mereka. Namun harus dipahami pula bahwa pertumbuhan ini juga disertai dengan tantangan.

Saat permintaan tetap tinggi, maka perusahaan fintech harus fokus pada peningkatan kualitas layanan, efisiensi operasional, hingga inovasi teknologi agar tetap bersaing. Nah, buat kamu yang mempertimbangkan untuk menjadi pengguna atau investor di sektor fintech lending, ini adalah momen yang pas. Sebab, laba fintech P2P meningkat selama beberapa periode ini menunjukkan bahwa industri ini berperan besar dalam mewujudkan inklusi keuangan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap ekonomi nasional.

Leave a Reply