Mencari rumah secara syariah tentu membutuhkan pembiayaan yang berbeda dari metode konvensional. Akad pembiayaan syariah berpedoman pada aturan dan fatwa MUI. Lembaga penyedia pembiayaan syariah wajib menerapkan metode tersebut agar nasabah merasa tenang soal finansial saat mengajukan permohonan pendanaan.
Inilah beberapa jenis akad pembiayaan syariah yang akan Anda temukan saat mencari solusi pembiayaan rumah.
Akad murabahah biasanya diterapkan terhadap properti yang sudah siap huni. Bank atau pihak pembiayaan syariah akan membeli rumah yang diinginkan nasabah, lalu menjualnya ke nasabah tersebut. Harga jualnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Karena pihak nasabah secara resmi telah membeli rumah tersebut, cicilan bisa dilakukan dengan jumlah tetap, tanpa bunga. Akad ini cocok untuk nasabah yang memang sudah menyiapkan dana untuk membeli properti dan tidak akan mengalami kesulitan dalam melunasi pembayaran.
Istishna’ atau pesan bangun berlaku ketika nasabah hendak membeli rumah yang belum jadi. Akad ini cocok untuk nasabah yang memiliki pilihan pribadi terhadap desain dan elemen lain dari calon hunian. Pembayaran pun bisa dilakukan dengan merujuk pada hasil desain dan tahapan dalam proses pembangunan.
Istishna’ sebenarnya bukan jenis akad pembiayaan bank syariah yang umum. Jenis akad ini biasanya ditawarkan oleh pengembang properti syariah atau lembaga pendanaan yang bekerja sama dengan developer syariah. Dalam akad ini, nasabah membayar untuk rumah yang akan dibangun sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Dalam akad ini, nasabah bisa mendapat perlindungan dari risiko akibat spekulasi tinggi. Nasabah juga bisa membayar ketika setiap tahap pembangunan telah diselesaikan. Misalnya, nasabah melakukan pembayaran ketika pembangunan telah mencapai tahap 20 persen, 40 persen, 60 persen, dan seterusnya.
Sering disingkat sebagai IMBT, akad Ijarah Muntahiyan Bi Tamlik memadukan sistem kontrak sewa dan jual-beli. Dalam sistem ini, nasabah yang menginginkan rumah tetapi belum mampu membelinya bisa menyewanya dengan membayar biaya bulanan.
Uang sewa yang dibayar secara rutin tersebut dihitung sebagai biaya pelunasan. Ketika masa sewa sudah habis, kepemilikan rumah tersebut dipindahkan ke nasabah yang tadinya berperan sebagai penyewa.
Jenis akad pembiayaan syariah ini mungkin yang paling umum terdengar, terutama jika Anda hendak membeli rumah dari bank atau lembaga pendanaan. Dalam bagi hasil, lembaga pembiayaan dan nasabah harus punya kesepakatan awal terhadap besaran jumlah yang harus dibayar masing-masing pihak.
Setelah rumah berhasil dibeli, nasabah membayar sejumlah uang ke pihak bank secara rutin hingga bagian pembayarannya lunas. Karena merupakan akad syariah, besaran pembayarannya selalu sama dan tidak memiliki sistem bunga.
Tenor pelunasan akad bagi hasil ini cukup wajar, tergantung nilai properti yang dijadikan fokus transaksi. Biasanya, nasabah membutuhkan waktu lima hingga 15 tahun untuk menyelesaikan pembayaran properti secara bagi hasil.
Pemilihan akad sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan serta kondisi finansial masing-masing. Akan tetapi, secara umum, menggunakan akad syariah untuk membiayai pembelian rumah tetap memberikan keuntungan.
Walau memiliki syarat-syarat tertentu, akad syariah menguntungkan karena tidak menerapkan sistem riba. Jumlah uang yang harus dibayarkan sesuai cicilan pun tetap, tidak bertambah banyak dalam setiap periode pembayarannya. Jumlah ini sesuai dengan kesepakatan formal yang telah didiskusikan di bank atau lembaga pembiayaan lainnya.
Uang muka untuk transaksi akad syariah juga biasanya lebih kecil dari yang konvensional. Nasabah juga tidak akan kena denda jika melunasi tagihan lebih awal dari yang seharusnya. Tergantung lembaga pendanaannya, proses pengajuan pendanaan syariah juga cenderung lebih cepat.
Pendanaan rumah secara syariah memberi nasabah pilihan beberapa jenis akad pembiayaan syariah. Pastikan mendiskusikan pilihan pendanaan dengan lembaga Anda agar proses pelunasaan berlangsung lancar.