Di era digital yang serba cepat ini, media sosial menjadi bagian yang sulit terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Tak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak pun kini sudah terpapar oleh berbagai platform media sosial yang menawarkan beragam konten menarik.
Sayangnya, perkembangan teknologi ini tak selalu memberikan dampak positif. Salah satu kekhawatiran utama yang muncul adalah pengaruh media sosial terhadap minat baca anak-anak. Padahal, membaca merupakan kunci untuk mengembangkan daya pikir dan wawasan. Sementara itu, maraknya penggunaan media sosial bisa menurunkan kemampuan fokus anak dari aktivitas membaca yang bermanfaat.
Indonesia menghadapi masalah yang cukup serius terkait rendahnya minat baca, khususnya di kalangan anak-anak. Menurut hasil tes Program for International Student Assessment (PISA), masih ada sekitar 70% siswa di Tanah Air yang memiliki tingkat literasi jauh di bawah standar minimum yang sudah ditetapkan.
Literasi dalam hal ini bukan sekadar kemampuan membaca. Namun, literasi juga menyangkut soal kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi yang dibaca secara efektif. Semua poin-poin ini dapat memengaruhi kemampuan siswa dalam belajar secara mandiri.
Salah satu penyebab dari rendahnya literasi anak-anak Indonesia adalah akses yang terbatas terhadap bahan bacaan, khususnya di daerah terpencil. Di samping itu, buku fisik kerap dianggap sebagai barang mewah yang harganya tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Faktor ekonomi inilah yang menjadi salah satu kendala utama dalam mendorong budaya membaca di Tanah Air.
Namun, perlu dipahami pula bahwa kondisi ekonomi bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi minat baca seorang anak. Ada juga pengaruh budaya lisan yang masih mengakar kuat di berbagai daerah di Tanah Air. Kebiasaan bercerita secara verbal lebih populer dibandingkan dengan kebiasaan untuk membaca buku.
Hal ini juga dipengaruhi oleh rendahnya kualitas pendidikan di sejumlah wilayah yang kurang menekankan pentingnya literasi sebagian bagian dari proses belajar mengajar. Saat pendidikan literasi tidak dijadikan prioritas, maka anak-anak akan lebih rentan teralihkan oleh aktivitas yang dianggap lebih menyenangkan dan mudah, seperti bermain media sosial.
Media sosial memang memberikan banyak manfaat, seperti memudahkan akses informasi, mendukung kreativitas, bahkan memperluas jaringan sosial. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa platform ini juga membawa banyak dampak negatif, salah satunya terhadap minat baca anak-anak. Ada tiga faktor utama yang menjelaskan bagaimana media sosial bisa sangat memengaruhi kemampuan literasi anak.
Media sosial menawarkan beragam jenis konten yang cepat, interaktif, dan sering kali bersifat menghibur. Sementara itu, notifikasi dari aplikasi media sosial dirancang sedemikian rupa agar para pengguna terus menerus membuka platform tersebut.
Anak-anak yang terbiasa terpapar dengan stimulasi visual dan interaksi cepat melalui media sosial akan mengalami kesulitan untuk fokus pada aktivitas yang umumnya membutuhkan konsentrasi tinggi, seperti membaca buku. Akibatnya, waktu yang seharusnya bisa mereka gunakan untuk membaca harus terbuang untuk menjelajahi media sosial.
Anak-anak yang sudah terpapar konten-konten di media sosial cenderung lebih suka melakukan skimming atau membaca secara cepat tanpa benar-benar memahami isi bacaannya. Terlebih lagi, konten-konten di media sosial saat ini yang umumnya dibuat pendek dan langsung ke poin utama.
Bila dikonsumsi secara berlebihan, konten pendek bisa membuat anak-anak terbiasa membaca hanya pada permukaan, tanpa benar-benar mendalami arti atau konteks dari apa yang mereka baca. Kebiasaan ini sangat berbeda dengan aktivitas membaca buku atau teks panjang yang umumnya memerlukan pengalaman yang mendalam.
Algoritma di media sosial sengaja dirancang untuk menampilkan konten yang relevan atau sesuai dengan minat pengguna. Meskipun hal ini bisa meningkatkan kenyamanan pengalaman pengguna, dampak jangka panjangnya adalah pengguna, khususnya pengguna yang masih sekolah akan lebih terpapar pada informasi yang homogen.
Mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk bisa menjelajahi topik-topik lain yang mungkin berada di luar minat mereka. Sementara itu, membaca buku dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan gagasan-gagasan baru dan beragam perspektif yang bisa memperkaya wawasan mereka.
Meskipun tantangan media sosial bisa dikatakan cukup besar, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk mendorong minat baca anak-anak di tengah perkembangan era digital. Tentunya strategi ini membutuhkan kerja sama antara orang tua, pihak sekolah, dan tentunya pemerintah.
Solusi pertama yang harus diterapkan untuk mengatasi rendahnya minat baca anak-anak karena efek media sosial adalah dengan membatasi penggunaan gadget dan media sosial.
Orang tua harus aktif dalam mengawasi penggunaan gadget dan aktivitas online anak-anak. Orang tua juga harus membuat aturan yang jelas terkait durasi dan jenis konten yang boleh diakses. Dengan adanya batasan, anak-anak akan lebih banyak memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat, seperti membaca.
Orang tua dan guru di sekolah juga bisa menciptakan lingkungan rumah dan sekolah yang mendukung budaya membaca. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan koleksi buku yang sesuai dengan usia anak-anak. Di samping itu, orang tua bisa membangun rutinitas membaca harian bersama anak agar memiliki kebiasaan positif ini sejak dini.
Sementara itu, di sekolah, guru bisa menciptakan kebiasaan untuk membaca setiap sebelum pelajaran dimulai atau meningkatkan kualitas perpustakaan agar lebih menarik untuk anak-anak. Terlebih lagi, saat ini, Kementerian Pendidikan sudah membuat kebijakan untuk memasukkan mata pelajaran sastra ke dalam kurikulum. Tujuan dari program ini adalah untuk memperkenalkan siswa kepada berbagai jenis karya sastra dari berbagai periode sekaligus mendorong minat baca serta literasi siswa.
Di era digital ini, teknologi bisa menjadi kolaborator untuk meningkatkan minat baca. Ada banyak aplikasi dan platform e-book yang menyediakan akses mudah ke berbagai sumber bacaan. Dengan menggabungkan teknologi dengan literasi, maka anak-anak bisa memanfaatkan gadget mereka untuk membaca buku atau cerita yang sesuai dengan minat mereka.
Jadi, perkembangan media sosial memang membawa banyak perubahan dalam kegiatan sehari-hari, termasuk pada minat baca anak-anak. Bagi anak-anak, penggunaan media sosial secara tidak terkontrol bisa menurunkan minat baca mereka. Hal ini tentunya harus dihadapi dengan langkah-langkah proaktif seperti yang disebutkan di atas. Tentunya strategi di atas harus dilakukan secara bersama-sama oleh orang tua, sekolah, dan pemerintah guna melahirkan generasi emas.