Pernahkah kamu bertanya-tanya, seberapa besar sih peran membaca dalam kehidupan manusia? Di tengah derasnya arus informasi digital saat ini, seolah-olah budaya membaca sudah kehilangan daya tariknya, khususnya di Indonesia.
Hal tersebut bahkan diperkuat oleh data dari UNESCO yang melaporkan bahwa indeks minat baca masyarakat Indonesia berada di angka 0,001%. Ini artinya, dari 1.000 orang, hanya ada satu orang yang rajin membaca. Data ini sungguh menyedihkan, terutama mengingat betapa pentingnya kebiasaan membaca dalam membentuk wawasan sekaligus kualitas hidup seseorang.
Melalui ristenya, UNESCO menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia termasuk dalam kategori yang terendah di seluruh dunia. Bahkan, Indonesia pernah menempati peringkat ke-60 dari 61 negara dalam penelitian “World’s Most Literate Nations Ranked” yang diselenggarakan oleh Central Connecticut State University. Dalam riset tersebut, Indonesia berada di bawah Thailand dan hanya sedikit di atas Botswana.
Sementara itu, data dari PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa literasi membaca anak-anak Indonesia termasuk yang paling rendah karena menempati posisi ke-11 terbawah dari sekitar 81 negara.
Data-data tersebut menunjukkan betapa rendahnya budaya membaca di negeri kita ini. Namun, perlu digaris bawahi bahwa minat baca yang rendah tidak sama dengan minimnya akses masyarakat Indonesia terhadap buku. Faktanya, infrastruktur seperti perpustakaan dan perpustakaan digital terus mengalami perkembangan.
Sayangnya, perkembangan fasilitas tersebut masih belum disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Bahkan para generasi muda, tak terkecuali mahasiswa, lebih sering menghabiskan waktu untuk scrolling media sosial alih-alih membaca buku.
Padahal, membaca tak melulu harus dengan buku fisik. Kemajuan teknologi membuat kegiatan membaca bisa dilakukan melalui gadget baik secara daring maupun luring. Bahkan, sumber bacaan yang bermanfaat juga makin beragam dan murah meriah untuk didapatkan. Sayangnya, hal tersebut tak dibarengi dengan kesadaran untuk memulai membiasakan membaca.
Lantas, apa kira-kira yang membuat budaya membaca di Indonesia begitu rendah? Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kondisi ini, di antaranya:
Salah satu penyebab utama rendahnya minat baca masyarakat Indonesia adalah pengasuhan orang tua yang tidak mengajarkan kebiasaan membaca sejak dini. Tak sedikit orang tua di Indonesia yang malas mengajak anaknya untuk membaca sejak usia dini.
Bahkan sistem pendidikan di Indonesia pun masih cenderung fokus pada pencapaian nilai akademis alih-alih membangun kebiasaan membaca. Akibatnya, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang menganggap bahwa membaca merupakan aktivitas yang tidak menyenangkan dan tidak ada gunanya hobi membaca.
Masih banyak sekali orang Indonesia yang menganggap bahwa membaca adalah kegiatan yang membosankan atau hanya diperlukan saat sekolah. Padahal, membaca bisa menjadi hobi yang mengasyikkan apabila kamu bisa menemukan jenis bacaan yang sesuai dengan minat.
Di era digital yang sangat pesat ini, masyarakat lebih sering mengonsumsi informasi melalui video atau gambar alih-alih teks. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mengonsumsi informasi dalam bentuk visual. Namun apabila hal ini tidak kamu imbangi dengan membaca, maka kamu akan merasa sulit fokus atau bahkan malas saat harus membaca tulisan panjang.
Mungkin kamu penasaran apa urgensi dari rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Perlu dipahami bahwa membaca adalah kunci menggapai banyak hal, seperti pendidikan yang berkualitas, kemampuan berpikir kritis, hingga mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Membaca bukan hanya untuk mendapatkan informasi, tetapi juga memahaminya dan menggunakannya untuk memperluas pandangan kita terhadap dunia. Dengan membaca, maka kita bisa belajar tentang budaya orang lain, menggunakan apa yang kita baca untuk memecahkan masalah kompleks, dan mengembangkan kemampuan berpikir logis.
Membaca dapat melatih otak untuk terbiasa melakukan analisis informasi dan membedakan mana yang termasuk fakta dan mana yang opini. Hal semacam ini sangatlah penting di era digital yang dipenuhi dengan hoaks yang sering tersebar luas dan bahkan disebarkan oleh orang-orang dengan literasi rendah.
Negara yang memiliki tingkat literasi tinggi cenderung memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Mereka umumnya mampu melahirkan banyak inovasi dan cepat dalam beradaptasi dengan perubahan dunia sehingga berdampak baik terhadap perekonomian negara.
Meningkatkan minat baca dapat membantu masyarakat, khususnya generasi muda, mengurangi kecanduan terhadap gadget dan media sosial yang kerap kali menjadi penyebab brain rot atau menurunnya kemampuan kognitif otak. Dengan begitu, mereka terbiasa untuk berpikir dan mampu mengeluarkan pemikiran mereka sendiri.
Buku, seperti novel, kerap kali mengajarkan pembacanya nilai-nilai moral dan membuka mata kita terhadap realitas kehidupan orang lain karena membaca bisa membantu kamu menjadi individu yang memiliki rasa empati terhadap kondisi orang lain tanpa harus mengalaminya secara langsung.
Jadi, rendahnya minat baca di Indonesia merupakan tantangan besar, tetapi bukan berarti tidak bisa diatasi dan diubah. Kamu bisa memulainya sendiri dengan langkah kecil, seperti membaca artikel atau buku sesuai minatmu atau bahkan mengajak orang terdekat untuk bersama-sama mulai membangun budaya membaca.
Data dari UNESCO dan PISA menunjukkan betapa pentingnya literasi. Apabila kita terus berdiam diri, besar kemungkinan masa depan bangsa ini akan makin suram. Sebab, kunci kemajuan suatu bangsa terletak pada kualitas sumber daya manusia. Apabila SDM Indonesia memiliki tingkat literasi yang tinggi, maka semua aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bisa menjadi lebih baik. Jadi, ayo mulai sekarang biasakan untuk membaca.