Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kamu pernah mendengar istilah “crab mentality” atau secara harfiah berarti “mental kepiting”. Istilah ini merujuk pada perilaku negatif yang umumnya muncul di lingkungan kerja, komunitas , atau bahkan keluarga.
Menariknya, fenomena soal mental kepiting ini tak hanya terjadi di luar negeri. Justru, mental kepiting kerap dikaitkan sebagai salah satu karakteristik mentalitas masyarakat Indonesia. Lantas, apa maksud dari mental kepiting itu sendiri?
Melansir dari laman Psychology Today, crab mentality atau mentalitas kepiting adalah analogi dari perilaku seseorang yang iri melihat kesuksesan orang lain. Mental kepiting juga bisa dijelaskan sebagai sikap maupun perilaku seseorang yang cenderung menghalangi orang lain untuk mencapai kesuksesan.
Secara sederhana, mental ini bisa diartikan sebagai “kalau aku tidak bisa, maka kamu juga tidak boleh bisa.” Perilaku ini umumnya muncul dalam bentuk kritik yang tidak membangun, tindakan sabotase, atau bahkan sikap iri hati yang ekstrem. Dalam lingkup sosial, seseorang dengan mental kepiting akan merasa sangat senang melihat orang lain gagal dan merasa terancam bila orang lain berhasil.
Fenomena semacam ini tak hanya terjadi di lingkungan kerja tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, komunitas, bahkan dalam keluarga. Misalnya saja di tempat kerja, pekerja A mungkin mencoba untuk menghalangi promosi pekerja B dengan cara menyebarkan gosip negatif.
Contoh lainnya di lingkungan pendidikan, siswa A mungkin akan melakukan perundungan terhadap siswa B yang berprestasi karena merasa iri. Bila ditelaah secara lebih mendalam, fenomena seperti ini sebenarnya sudah sangat wajar tetapi dapat merusak hubungan sosial dan bahkan menghambat perkembangan individu maupun komunitas.
Meskipun mental kepiting bisa ditemukan di berbagai belahan dunia, mentalitas ini bisa dibilang cukup dominan di kalangan masyarakat Indonesia. Faktor sosial dan budaya berperan kuat dalam membentuk mentalitas ini. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat kolektif, yakni masyarakat yang menghargai solidaritas dan kebersamaan.
Masyarakat kolektif kerap menganggap keberhasilan individu sebagai ancaman terhadap keharmonisan suatu kelompok. Terlebih ada ungkapan yang kerap terdengar di masyarakat Indonesia, yakni “jangan sampai lebih pintar dari guru”. Hal ini menunjukkan ketakutan bahwa seseorang yang lebih mengganggu keseimbangan sosial.
Lebih lanjut, mentalitas kepiting juga bisa muncul akibat budaya hierarki yang mengakar kuat di masyarakat Indonesia. Budaya ini merujuk pada kecenderungan untuk mempertahankan status quo dan menahan individu yang ingin meraih lebih banyak prestasi.
Analoginya seperti sekelompok kepiting dalam sebuah ember. Bila ada kepiting (orang) yang mencoba keluar dari ember (meraih suatu cita-cita) akan ditarik kembali ke dalam ember oleh kepiting-kepiting lainnya. Mereka kerap dianggap sombong atau terlalu ambisius dan ini bisa menimbulkan reaksi negatif dari orang sekitar mereka.
Selain karena faktor sosial dan budaya, ada beberapa faktor yang bisa membuat seseorang memiliki mental kepiting. Memahami penyebabnya bisa membantumu untuk lebih bijak dalam menghadapi situasi saat ciri-ciri mental kepiting muncul. Melansir laman HelloSehat, berikut beberapa faktor munculnya mental kepiting dalam diri seseorang:
Orang yang memiliki kepercayaan diri rendah cenderung merasa tidak berharga dan tak layak untuk meraih kesuksesan. Mereka merasa pencapaian orang lain sebagai sebuah ancaman dan refleksi dari kegagalan diri mereka sendiri. Saat mereka merasa tidak mampu meraih kesuksesan yang sama, maka mereka berusaha untuk menjegal orang lain agar pencapaian hidup orang tersebut tidak terlalu jauh di depan mereka.
Iri hati adalah salah satu emosi yang sangat kuat dan bisa memicu munculnya crab mentality. Saat orang merasa tidak puas dengan apa yang mereka miliki dan merasa bahwa orang lain tak layak mendapatkan kesuksesan, mungkin mereka akan melakukan tindakan yang merugikan orang tersebut. Perasaan iri hati umumnya muncul dari perasaan tidak adil atau kerap membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain secara tidak sehat.
Lingkungan sekitar juga berperan secara masif dalam pembentukan mental kepiting. Seseorang yang tumbuh di lingkungan yang tidak apresiatif dan penuh dengan kritik negatif mungkin akan menginternalisasi sikap ini dan bahkan menerapkannya pada orang lain. Lingkungan yang kompetitif tetapi tidak sehat dan kerap menjatuhkan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi juga bisa memperkuat mentalitas ini.
Pengalaman masa lalu, seperti pengkhianatan atau kegagalan, bisa menjadi penyebab orang mengembangkan mental kepiting. Saat seseorang mengalami kegagalan dalam proses mencapai sesuatu yang sangat mereka inginkan dan tidak bisa menerima fakta bahwa ia gagal, mungkin mereka akan merasa iri bila melihat orang lain sukses di bidang yang sama.
Mental kepiting adalah perilaku yang bisa terjadi pada siapa saja dalam berbagai situasi. Kondisi ini bisa diatasi dengan cara menumbuhkan kesadaran diri bahwa ia memiliki crab mentality. Dengan memiliki kesadaran ini, maka orang tersebut bisa mulai menerapkan beberapa tindakan untuk mengatasi mental kepiting dalam diri.
Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kepercayaan diri. Fokus pada pengembangan diri dan rayakan setiap pencapaian pribadi, sekecil apa pun itu. Jangan melihat pencapaian orang lain. Boleh-boleh saja, tetapi guna pencapaian orang lain sebagai motivasi untuk terus mengembangkan diri. Hanya saja, jangan terlalu larut dalam memperhatikan pencapaian orang lain.
Selanjutnya, tempatkan diri di lingkungan yang positif. Carilah orang-orang yang mendukung, mengapresiasi, dan menginspirasi kamu untuk terus tumbuh dan berkembang. Kamu juga harus belajar menerima dan menghargai keberhasilan orang lain. Sadarilah bahwa setiap orang memiliki jalan mereka sendiri dalam meraih sukses. Seperti yang sudah disampaikan, jadikan pencapaian orang lain sebagai inspirasi bukan sebagai ancaman.
Terakhir, ubah cara kamu dalam memandang suatu kompetisi. Alih-alih memandang kompetisi sebagai sesuatu yang merugikan, anggaplah sebagai peluang untuk terus belajar dan berkembang. Dengan menggunakan perspektif ini, maka kamu akan merasa lebih mudah bahagia melihat keberhasilan orang lain dan termotivasi untuk mencapai cita-cita pribadi.
Jadi, mental kepiting merupakan salah satu perilaku yang dapat menghambat perkembangan diri sendiri dan bahkan masyarakat secara keseluruhan. Sikap ini sangat mudah ditemukan dalam masyarakat Indonesia mengingat mayoritas masih menganut budaya kolektivitas. Dengan memahami apa itu mental kepiting, penyebabnya, dan cara mengatasinya, maka bisa tercipta lingkungan yang lebih positif dan apresiatif.