Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak signifikan pada berbagai sektor, tak terkecuali pasar properti di Indonesia. Sejak awal Maret 2020, negara ini menghadapi tantangan yang begitu berat dalam menjaga kondisi kesehatan masyarakat sekaligus stabilitas ekonomi. Setelah dinyatakan berakhir, industri properti khususnya, mulai bangkit dari keterpurukan dan banyak perubahan yang terjadi.
Awal pandemi merupakan momen yang sangat menantang bagi keberlangsungan sektor properti di Indonesia. Banyak proyek-proyek konstruksi mengalami penundaan akibat kondisi ekonomi yang tidak stabil. Penyerapan properti hunian tinggal seperti rumah tapak dan apartemen pun mengalami penurunan.
Kendati demikian, menurut Piter Abdullah dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, kondisi tersebut hanya berlangsung pada awal-awal pandemi saja, tepatnya pada kuartal I 2020. Kini, perlahan-lahan sektor properti dalam negeri mulai menunjukkan kebangkitannya. Bahkan, sektor ini juga menjadi salah satu pendorong pemulihan kondisi ekonomi Tanah Air pasca pandemi.
Menurut Piter, sektor properti memiliki potensi yang signifikan untuk menjadi tonggak perekonomian Indonesia, khususnya dalam menghadapi ancaman resesi global. Kontribusi sektor ini terbilang besar. Setidaknya, ada lima faktor utama yang membuat properti bisa menjadi pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi Tanah Air.
Efek lain dari pandemi COVID-19 terhadap sektor industri adalah pada preferensi konsumen. Berdasarkan survei yang diselenggarakan Rumah.com dengan tajuk Consumer Sentiment Study H2 2022, ditemukan bahwa sebanyak 83% responden bersedia mengeluarkan anggaran lebih untuk mendapatkan hunian yang memiliki fitur-fitur ramah lingkungan dan dapat mendukung kesehatan. Hal ini mencerminkan adanya kesadaran konsumen akan pentingnya lingkungan dan kesehatan dalam memilih properti.
Tak hanya itu, efek perubahan iklim menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih hunian. Sebanyak 97% responden menyatakan ingin membeli hunian yang bebas dari dampak perubahan iklim. Adapun dampak yang dimaksud antara lain banjir, tanah longsor, kebakaran, dan ancaman lingkungan lainnya.
Konsep lingkungan yang berkelanjutan juga menjadi fokus utama konsumen setelah pandemi. Sebanyak 95% responden menyatakan ingin memiliki hunian yang dirancang untuk bisa menghemat energi. Contohnya sirkulasi udara lancar dan pencahayaan cukup untuk mengurangi penggunaan pendingin ruangan dan lampu.
Saat pandemi sudah dinyatakan menjadi endemi, masyarakat mempertimbangkan kedekatan hunian dengan akses transportasi umum dan area terbuka hijau. Sebanyak 38% responden penilaian ingin memiliki hunian yang memungkinkan mereka untuk bisa bepergian tanpa harus menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini menunjukkan adanya perubahan dalam pola mobilitas dan preferensi transportasi masyarakat.
Pandemi juga memunculkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang tambahan untuk bekerja maupun bermain anak-anak. Pasalnya, semaca pandemi, mayoritas orang harus bekerja atau sekolah dari rumah dan sekarang masih banyak perusahaan yang menerapkan sistem kerja dari rumah.
Jadi, bisa dikatakan bahwa dampak pandemi terhadap perilaku konsumen terhadap properti bersifat positif. Pandemi menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan diri sendiri dan lingkungan. Tak hanya kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental yang bisa dilihat dari meningkatnya kebutuhan ruang khusus untuk kerja atau belajar.
Selain berdampak pada pasar properti secara keseluruhan dan pada perilaku konsumen, pandemi berdampak pada investasi di sektor properti. Investasi dalam sektor properti tetap menjadi pilihan menarik bagi banyak investor di Indonesia, terlepas dari kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang sedang terjadi.
Safir Senduk, perencana keuangan dari perusahaan konsultan Safir Senduk & Rekan, menjelaskan bahwa investasi properti bisa memberikan keuntungan dua arah. Investor bisa mendapatkan pemasukan tambahan dari kegiatan sewa menyewa properti bila mereka memutuskan untuk menyewakan aset mereka. Sekalipun tidak disewakan, pemilik masih bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatnya nilai aset tersebut.
Sementara itu, data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa investasi properti terus mengalami pertumbuhan. Satu tahun pandemi, tepatnya pada kuartal I 2021, realisasi investasi di sektor properti menyentuh angka Rp219,7 triliun. Artinya, ada peningkatan sekitar 4,3% bila dibandingkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Properti residensial berupa perumahan dan komersial berupa kawasan industri menjadi sektor properti dengan pertumbuhan investasi tertinggi, yakni mencapai angka Rp29,4 triliun.
Sementara itu, jika melihat preferensi investor dalam berinvestasi properti, juga terdapat perubahan yang cukup signifikan setelah pandemi. Menurut data Market Behavior Survey tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Indonesia Properti Watch (IPW), sebanyak 68,09% responden menyatakan tertarik untuk membeli properti selama pandemi. Alasannya karena harganya lebih rendah, ada banyak penawaran menarik dari pengembang, dan skema kredit yang fleksibel.
Setelah pandemi, properti tetap menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik. Saat ini, ada banyak program kepemilikan properti residensial seperti rumah tapak yang memungkinkan masyarakat bisa memiliki properti sebagai investasi. Belum lagi ditambah dengan relaksasi PPN dan berbagai promosi dari pengembang, maka saat ini adalah waktu yang tepat untuk membeli properti sebagai investasi.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pandemi telah mengubah banyak aspek dalam industri properti di Indonesia. Kendati sempat mengalami penurunan pada awal pandemi, sektor properti telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang cukup signifikan.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari meningkatnya jumlah investasi properti satu tahun setelah awal pandemi dan berubahnya perilaku konsumen dalam mencari hunian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa properti adalah sektor yang dapat bertahan dalam segala kondisi dan bisa menjadi penopang perekonomian Indonesia.