Apakah kamu pengguna produk dan layanan keuangan dari lembaga non-perbankan? Kalau iya, berarti kamu secara langsung sudah merasakan manfaat inklusi keuangan. Istilah inklusi keuangan memang masih asing di telinga sebagian besar masyarakat. Padahal, mayoritas dari mereka sudah merasakan manfaatnya. Lantas, apa sebenarnya inklusi keuangan itu?
Menurut lembaga riset independen Consultative Group to Assist the Poor (CGAP), inklusi keuangan adalah akses yang didapatkan oleh bisnis dan rumah tangga terhadap produk sekaligus layanan dari jasa keuangan. Di sisi lain, produk dan layanan tersebut harus selalu ada secara berkelanjutan dan diatur dengan baik.
Sementara menurut Bank Dunia, inklusi keuangan adalah kemudahan akses terhadap produk dan juga layanan keuangan yang terjangkau dan bermanfaat bagi masyarakat serta usahanya. Contohnya adalah kemudahan dalam bertransaksi, menabung, mengajukan kredit, serta asuransi yang dimanfaatkan secara bertanggung jawab.
Dengan adanya inklusi keuangan diharapkan jumlah masyarakat yang belum mendapatkan akses perbankan bisa diminimalkan. Sebab, mendapatkan akses terhadap jasa keuangan adalah hak dasar bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini juga berperan penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Selain itu, masih banyak manfaat lain dari adanya sistem keuangan yang inklusif menurut Otoritas Jasa Keuangan. Di antaranya adalah:
Menurut Bank Dunia, sistem keuangan yang inklusif adalah salah satu kunci utama untuk menekan angka kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan ekonomi. Menurut laporan Bank Dunia, lebih dari 50 negara terus berkomitmen untuk mewujudkan inklusi keuangan sejak 2010. Sementara, lebih dari 60 negara lainnya sedang atau sudah meluncurkan program-program inklusi keuangan.
Indonesia juga telah berkomitmen untuk mewujudkan inklusi keuangan di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerja sama antara Otoritas Jasa Keuangan dan industri penyedia jasa keuangan. Lembaga-lembaga tersebut berkomitmen untuk tidak hanya mengembangkan produk dan layanan keuangan, tetapi juga meningkatkan empat elemen utama inklusi keuangan. Di antaranya:
Ada banyak pihak yang terlibat secara aktif dalam perwujudan inklusi keuangan. Di antaranya adalah pemerintah, bank sentral (Bank Indonesia), pihak swasta, dan otoritas terkait. Guna mewujudkan inklusi keuangan yang berkelanjutan, ada beberapa upaya yang telah diterapkan oleh pihak-pihak terkait, di antaranya:
Dari beberapa upaya di atas, literasi keuangan adalah kunci utama untuk mewujudkan keuangan yang inklusif. Tanpa adanya literasi keuangan, maka masyarakat tidak akan mampu memanfaatkan produk maupun jasa keuangan dengan baik.
Data Global Findex Bank Dunia pada 2021 menunjukkan adanya ketidakpahaman masyarakat dalam menggunakan produk keuangan secara optimal. Bahkan tak sedikit yang sulit menghindari risiko dari pengguna produk dan layanan keuangan.
Sebagai contoh, kamu ingin mengajukan kredit untuk modal usaha. Kalau literasi keuangan kamu masih kurang, kredit yang kamu ajukan bisa jadi malah menimbulkan masalah finansial. Alih-alih bisa menggunakan pinjaman dengan baik, kamu malah buntung karena tak mampu mengelola pinjaman.
Padahal kalau literasi keuangan kamu bagus, pinjaman modal yang kamu dapatkan bisa menjadi lebih produktif. Dengan kata lain, literasi keuangan memainkan peran penting dalam mewujudkan keuangan yang inklusif.
Inklusi dan literasi keuangan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Masyarakat akan terdorong untuk memanfaatkan produk keuangan bila mereka benar-benar memahami fungsi, aturan, dan sistem dari produk terkait.
Literasi keuangan pun ada hubungannya dengan kemampuan masyarakat dalam mengatur kondisi finansial pribadi. Contohnya memahami pentingnya investasi, asuransi, dan pinjaman untuk meningkatkan kesehatan keuangan pribadi.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan, literasi keuangan dibagi menjadi empat kategori utama, yakni:
Di Indonesia, inklusi dan literasi keuangan terus diupayakan oleh pihak-pihak terkait. Menurut data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNILK) 2022, indeks inklusi dan literasi keuangan masyarakat Indonesia mengalami kenaikan, yakni sebesar 85,10% dan 49,68%.
Dari data tersebut menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan data tahun 2019, yakni sebesar 76,19% (inklusi) dan 38,03% (literasi). Kenaikan indeks ini merupakan bukti nyata bagaimana OJK terus mengupayakan peningkatan inklusi sekaligus literasi keuangan di masyarakat.
Upaya-upaya yang ada diharapkan bisa memberi masyarakat perlindungan secara finansial. Pasalnya, masyarakat yang memiliki literasi keuangan umumnya memiliki perencanaan keuangan yang baik. Sebab itu, mereka mampu mengambil keputusan finansial dengan seimbang guna mewujudkan tujuan keuangan mereka.
Dengan adanya literasi keuangan, masyarakat akan mendapatkan pemahaman mengenai risiko sekaligus manfaat layanan dan produk dari penyedia jasa keuangan. Hal ini juga tentunya memberikan manfaat yang cukup besar bagi pihak penyedia jasa keuangan.
Baik lembaga keuangan maupun masyarakat, keduanya saling membutuhkan. Sederhananya, makin tinggi tingkat literasi masyarakat mengenai sistem keuangan, makin banyak pula dari mereka yang akan menggunakan layanan dan produk dari pihak-pihak penyedia jasa keuangan.
Dengan demikian, inklusi keuangan dapat diwujudkan secara berkelanjutan dan ketimpangan ekonomi pun bisa ditekan. Sebab, masyarakat senantiasa bisa mendapatkan akses yang memadai terhadap layanan dan produk keuangan untuk mendukung kebutuhan finansial mereka. Tak hanya mendapatkan, namun juga mampu memanfaatkannya secara bertanggung jawab.
Itulah pentingnya literasi keuangan guna mewujudkan sistem keuangan yang inklusif. Ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat tak akan bisa digerus bila pengguna layanan dan produk finansial tidak memiliki literasi keuangan yang baik. Sebaliknya, dengan literasi keuangan yang mumpuni, masyarakat bisa terus memanfaatkan produk keuangan sehingga kesejahteraan ekonomi pun dapat dicapai.