Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah melahirkan banyak inovasi di berbagai sektor industri, termasuk konstruksi bangunan. Temuan material inovatif terus bermunculan di pasaran.
Material inovatif juga dianggap revolusioner karena kebanyakan cenderung lebih ringan, lebih kuat, dan lebih ramah lingkungan dibanding material konvensional. Namun perlu digarisbawahi bahwa material inovatif tak melulu soal material baru, melainkan juga hasil olahan atau eksperimen dari bahan-bahan bangunan yang sudah ada.
Material inovatif merupakan solusi dari sejumlah masalah dalam industri konstruksi. Bagaimana bisa? Begini, saat kamu menjumpai tembok retak, apa yang pertama kali kamu pikirkan? Temboknya menjadi terlihat jelek bukan? Padahal lebih dari itu, masalah tembok retak lebih ke masalah struktural.
Jika ada keretakan pada tembok, maka air dapat masuk ke dalam retakan tersebut dan merusak struktur beton. Di negara-negara empat wilayah, masalah tembok retak dapat merembet ke mana-mana karena efek suhu yang tidak stabil.
Air yang ada di dalam retakan akan membeku atau mengembang saat musim dingin. Ini akan membuat retakan menjadi lebih lebar. Kemudian, saat es mencair pada musim semi, air akan merembes ke dalam semen dan memperdalam retakan. Pada kasus paling parah, air tersebut akan merusak struktur bangunan paling dalam.
Nah, bagaimana kalau retak pada tembok tadi bisa menutup dengan sendirinya? Begitu juga dengan keretakan pada aspal jalanan atau bahkan logam? Jika memang bisa, tentu masyarakat dapat menghemat banyak anggaran untuk melakukan perbaikan atau renovasi. Di samping itu juga bisa menekan kerusakan lingkungan karena penggunaan material untuk melakukan perbaikan.
Beberapa material bangunan modern mungkin bisa mewujudkan hal tersebut, setidaknya dalam skala kecil. Namun sejumlah material inovatif lebih memiliki potensi untuk digunakan secara masif.
Gedung-gedung yang dibangun dengan material konvensional perlahan-lahan akan menjadi hal ‘jadul’. Sebab, banyak masyarakat mulai sadar tentang pentingnya konstruksi berkelanjutan. Kita butuh bangunan yang tak hanya fungsional dan estetik, namun juga ramah lingkungan, hemat energi, dan kokoh.
Pemerintah Indonesia terus berupaya melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan. Pun begitu dalam industri konstruksi, mulai dari pemilihan material hingga hasil akhir membutuhkan pendekatan yang lebih eco-friendly.
Menurut mantan Sekjen Kementerian PU Agoes Widjanarko, konstruksi berkelanjutan adalah penerapan konsep konstruksi ramah lingkungan (green construction) oleh para pelaku bisnis konstruksi guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Nah, dalam menerapkan konsep tersebut, material yang digunakan juga harus berkelanjutan.
Material inovatif juga bisa disebut sebagai material berkelanjutan. Ini karena produksinya disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat diperbarui tanpa harus menghabiskan maupun merusak sumber daya alam.
Material inovatif mulai banyak dikembangkan di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Mau tahu apa saja material tersebut? Berikut di antaranya.
Bambu adalah salah satu jenis material konstruksi yang memiliki banyak kegunaan. Ketersediaannya melimpah, mudah dibudidayakan, dan memiliki durabilitas yang tinggi. Bambu juga memiliki sifat yang fleksibel dan dapat diubah menjadi berbagai macam bentuk sesuai dengan kebutuhan pada proses konstruksi.
Di Filipina, bambu dirancang menggunakan konsep modular untuk membangun rumah. Earl Patrick Forlales adalah orang dibalik ide cemerlang tersebut. Rumah dari bambu modular ini diberi nama CUBO.
Proses pembangunannya hanya butuh waktu sekitar empat jam saja. Ini karena panel dan bilah-bilah bambu disusun secara modular. Untuk membuat bambu modular tentu butuh waktu yang tidak singkat. Forlales setidaknya butuh waktu sekitar satu minggu untuk menyelesaikan seluruh panel bambu modular.
Apa kelebihan dari bambu modular? Selain menghemat waktu, material ini juga mampu menekan pengeluaran karena bambu adalah bahan bangunan ekonomis. Di samping itu, sistem modular dapat diperluas untuk menjaga sirkulasi dan masuknya cahaya alami.
Light generating cement merupakan semen yang dapat mengeluarkan cahaya pada malam hari. Material inovatif ini diciptakan oleh seorang dosen di Michoacan University of Saint Nicholas of Hidalgo, Dr. Jose Carlos Rubio.
Bahan baku yang digunakan adalah pasir, silika, limbah industri, alkali, dan air. Agar bisa mengeluarkan cahaya, bahan-bahan tersebut diolah menggunakan proses polikondensasi dalam suhu ruang. Reaksi kimia yang terjadi menghasilkan campuran pekat seperti gel dan hanya meninggalkan residu berupa uap. Sebab itu, semen bercahaya ini termasuk ramah lingkungan.
Para ilmuwan juga menambahkan zat tertentu untuk mengubah sifat optik material ini. Jadi, struktur kecil dari material ini berubah menjadi struktur non-kristal yang menyerupai kaca sehingga dapat dilewati cahaya.
Lalu, apa fungsinya? Semen bercahaya ini ditujukan sebagai material pembangunan jalan raya dan jalur sepeda. Lebih tepatnya sebagai penerang sehingga tak butuh lagi yang namanya lampu jalan. Semen ini terlebih dahulu akan menyerap energi matahari pada siang hari dan memancarkannya pada malam hari.
Baru-baru ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permumikan (PUSKIM) mengembangkan material konstruksi yang inovatif. Menariknya, bahan baku yang mereka gunakan berasal dari limbah lumpur Sidoarjo (Lusi).
Beberapa jenis material yang dikembangkan antara lain beton ringan, paving block, conblock, dan genting semen. Untuk beton ringan, bahan baku yang digunakan adalah lumpur Sidoarjo dan material pengikat pada semen Portland. Kualitas mutunya cenderung sedang, bentuknya stabil, bobotnya ringan, dan tahan terhadap kondisi lingkungan yang agresif.
Beton lumpur ini cocok diaplikasikan pada jenis konstruksi yang memerlukan penyerapan suhu dan suara, rentan terpapar klorida, dan rentan terbakar. Sementara untuk genting, conblock, dan paving block, semuanya dibuat dari campuran lumpur dan pasir dengan proporsi tertentu.
RCC (Residual Cracking Catalyst) adalah limbah yang berasal dari proses pengolahan minyak mentah. Limbah yang semula tidak memiliki nilai guna ini kini bisa diolah kembali menjadi bahan baku bata beton ringan.
Para peneliti di PUSKIM berhasil mengembangkan RCC sebagai campuran utama dalam pembuatan bata beton ringan. Bahan bangunan ini dapat digunakan untuk membuat dinding pada bangunan bertingkat. Menurut penelitian, bata beton RCC memiliki kekuatan tekanan mencapai n35 Kgf/cm2 yang berarti cukup kuat sebagai material bangunan.
Perlu diakui bahwa bambu adalah material alami yang paling ramah lingkungan. Inovasi lain dari material ini adalah bambu laminasi, yakni material alternatif pengganti kayu solid. Sebab, kuantitas kayu kelas 1 kian menipis di pasaran dan harganya pun cukup fantastis.
Pemakaian bilah-bilah bambu secara laminasi dapat diaplikasikan sebagai kolom, balok, dan papan. Material inovatif ini juga dapat digunakan pada seluruh komponen konstruksi, kecuali bagian atap.
Beberapa contoh material inovatif di atas memang belum diproduksi secara masif. Namun banyak pelaku industri konstruksi menunjukkan ketertarikan mereka terhadap material-material tersebut. Para peneliti juga terus meningkatkan kualitas material inovatif yang mereka buat. Tujuannya tak lain adalah untuk mewujudkan konstruksi yang berkelanjutan.