Pasar properti global selalu menjadi salah satu indikator penting bagi kondisi industri properti maupun ekonomi suatu negara secara keseluruhan. Dalam konteks globalisasi, dampak dari perubahan-perubahan dalam pasar properti dunia dapat merembet ke pasar properti dalam negeri. Lantas, bagaimana proyeksi pasar properti global untuk tahun 2024 ini? Apa kira-kira yang akan terjadi? Simak selengkapnya dalam artikel berikut.
Pada 2023, pasar properti global melemah dan memunculkan tantangan yang cukup signifikan bagi Indonesia. Colliers Indonesia mengungkapkan bahwa meningkatnya suku bunga acuan bank sentral menjadi salah satu pemicu utama terjadinya pelemahan pasar ini. Efek dari peningkatan suku bunga sendiri dapat meningkatkan biaya pinjaman bagi pengembang properti dan para konsumen yang bergantung pada pembiayaan eksternal.
Di samping itu, laba bersih dalam industri properti cenderung menurun seiring dengan merosotnya nilai properti yang terkait dengan kapitalisasi yang relatif lebih tinggi. Sejumlah negara di Barat dan Asia juga telah mengalami penurunan signifikan dalam sub-sektor apartemen dan perkantoran. Contohnya di Amerika Serikat, dampak pandemi dan perubahan skema kerja ke hybrid telah menyebabkan penurunan tingkat okupansi dan tarif sewa gedung perkantoran di beberapa kota besar.
Lebih lanjut, memahami dampak pasar properti global terhadap pasar lokal sangatlah krusial. Lantas, bagaimana melemahnya nilai properti global bisa memengaruhi pasar properti dalam negeri? Dalam hal ini, sektor apartemen dan perkantoran menjadi perhatian utama dan indikator kunci. Colliers Indonesia menyampaikan bahwa bank-bank dalam negeri cenderung menolak pemberian pinjaman, khususnya terhadap proyek di sektor properti yang kinerjanya kurang menggembirakan.
Lebih lanjut, Bagus Adikusumo selaku Direktur Layanan Kantor Colliers Indonesia mencatat adanya kecenderungan permintaan yang meroket dari perusahaan yang melakukan pindah gedung maupun ekspansi. Hanya saja, situasi ini selaras dengan meningkatkan pasokan ruang perkantoran di kawasan perkotaan seperti Jabodetabek.
Sementara itu, tren pengurangan penggunaan gedung perkantoran masih terus berlanjut imbas mode kerja hybrid yang masih diterapkan oleh sejumlah perusahaan multinasional. Melihat keadaan ini, sub-sektor perkantoran masih menghadapi tantangan yang cukup pelik dan permintaan terhadap ruang perkantoran cenderung didominasi oleh gedung-gedung premium dengan tarif kompetitif.
Ketidakpastian ekonomi global juga memainkan peran krusial dalam menggambarkan lanskap penjualan properti, khususnya perumahan di Indonesia. Dampak dari ketidakpastian ini terasa secara begitu signifikan. Akibatnya, terjadi perlambatan pertumbuhan sektor properti khususnya di sub-sektor perumahan sejak mewabahnya pandemi COVID.
Meskipun indeks harga untuk properti residensial menunjukkan adanya peningkatan, anehnya, penjualan rumah justru mengalami penurunan. Dalam hal ini, ada sejumlah faktor yang menjadi penghambat utama, seperti perizinan yang cukup sulit, suku bunga KPR yang tinggi, uang muka yang terlalu besar, dan kebijakan perpajakan yang berpotensi membebani end-user.
Dalam menghadapi ketidakpastian tersebut, penting sekali untuk memahami bahwa sektor properti perumahan masih memiliki potensi besar di Indonesia. Menurut data dari Susenas Maret 2022, sekitar 16,01% rumah tangga di Tanah Air masih belum memiliki rumah sendiri.
Proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan adanya pertumbuhan rutin, yakni sekitar 660 ribu rumah per tahun hingga sekitar tahun 2045. Ini menunjukkan bahwa, meskipun terjadi peningkatan harga rumah secara menyeluruh, kebutuhan akan unit perumahan yang terjangkau dan layak tetap tinggi di kalangan masyarakat.
Lebih lanjut, para pelaku industri properti wajib memperhatikan penghambat penjualan, seperti masalah perizinan dan suku bunga bank sentral yang tinggi. Sementara itu, untuk menyikapi ketidakpastian global, pihak pemerintah dan pelaku industri properti di Indonesia perlu menjalin kerja sama untuk menciptakan kebijakan yang mampu mendukung pertumbuhan sektor ini.
Terlebih lagi, upaya untuk mempermudah proses perizinan, menyediakan insentif suku bunga yang lebih kompetitif, serta merancang kebijakan terkait perpajakan yang memadai dapat menjadi beberapa solusi efektif. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dalam memiliki properti, khususnya rumah.
Dinamika pasar properti global berimbas pada pasar properti domestik, khususnya di tahun 2024 ini. Tahun ini dianggap sebagai periode yang cukupp krusial bagi sektor properti Indonesia. Hal ini karena bebarengan dengan diselenggarakannya pemilihan umum presiden.
Peristiwa politik seperti ini sering kali memberikan dampak yang cukup signifikan pada berbagai sektor ekonomi Tanah Air, tak terkecuali industri properti. Meskipun para pelaku pasar properti cenderung mengambil sikap yang lebih hati-hati atau menerapkan langkah wait and see guna menghadapi gejolak politik, konsumen properti, khususnya rumah pertama tetap mempertahankan keputusan pembelian. Hal ini didasari oleh kebutuhan dasar keluarga yang harus segera terpenuhi.
Dari pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, dampak pemilihan umum terhadap pasar properti cenderung bersifat beragam. Tingkat gejolak politik harus menjadi salah satu parameter kritis yang perlu diperhatikan oleh para investor dan pengembang properti. Pada umumnya, tahun ini akan terjadi perlambatan sektor properti menjelang pemilihan umum. Seperti yang disebutkan, hal tersebut terjadi karena adanya ketidakpastian dan kecenderungan pelaku bisnis untuk lebih mengambil sikap “wait and see.”
Perubahan pasar properti global juga memengaruhi leputusan investasi di industri properti. Harapan akan terjadinya stabilitas politik dan keberlanjutan kebijakan yang mendukung bisnis menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan industri properti. Terlebih lagi, adanya antisipasi terhadap penurunan suku bunga oleh bank sentral (Bank Indonesia) diharapkan dapat memberikan dampak positif pada pertumbuhan sektor properti dalam negeri.
Sebagai contoh, pada saat terjadi penurunan suku bunga, perbankan cenderung menurunkan suku bunga kredit. Otomatis, hal ini memengaruhi tingkat permintaan KPR dan kredit investasi properti.
Lebih lanjut, penurunan suku bunga menciptakan peluang baru bagi masyarakat untuk mendapatkan pembiayaan pemilikan properti atau pengadaan proyek dengan biaya lebih rendah sehingga mendorong aktivitas pembelian dan investasi di bidang properti. Oleh sebab itu, sinyal positif dari menurunnya suku bunga dapat menjadi pendorong pertumbuhan bagi sektor properti Indonesia di tahun 2024 ini.
Jadi, dapat dikatakan bahwa pasar properti global memiliki proyeksi yang kompleks untuk tahun 2024. Hal ini dipengaruhi oleh pelemahan global, fluktuasi ekonomi, dan dinamika politik.
Apa yang terjadi di luar Indonesia tentunya juga berimbas pada pasar properti lokal. Belum lagi, tahun 2024 juga menjadi tahun politik. Karena itu, pelaku bisnis properti dalam negeri lebih memilih untuk wait and see sambil berharap akan adanya stabilitas politik dan menurunnya tingkat suku bunga bank sentral.