Bulan Ramadan merupakan bulan suci yang penuh berkah bagi umat Islam. Ramadan juga menjadi waktu yang tepat untuk merenung dan meningkatkan solidaritas dalam hidup bermasyarakat. Pun, di era yang penuh dengan tantangan, di mana manusia dihadapkan dengan konflik geopolitik di beberapa belahan dunia, penting sekali untuk memahami peran Ramadan dalam memperkuat toleransi.
Puasa Ramadan adalah salah satu pilar utama dalam ajaran agama Islam. Puasa selama bulan suci Ramadan tak hanya mengajarkan pentingnya pengendalian diri, tetapi juga tentang nilai-nilai toleransi. Jadi, Ramadan bukan hanya soal menahan diri dari makan dan minum, melainkan juga soal membangun kesadaran diri akan pentingnya kesabaran serta penghormatan terhadap keberagaman.
Mantan Mentergi Agama Lukman Hakim Saifuddin pernah menyampaikan bahwa keberagaman pada diri bangsa Indonesia adalah sebuah sunnatullah atau dapat diartikan sebagai ketetapan Tuhan. Sebab itu, tak seharusnya manusia memaksakan perbedaan harus seragam. Sebaliknya, setiap manusia harus mampu menyikapi keberagaman atau perbedaan dengan kearifan.
Itulah sebabnya toleransi dalam agama sangatlah penting. Namun toleransi tak hanya berlaku dalam konteks agama dan kepercayaan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam melakukan interaksi sosial.
Selama menjalankan ibadah puasa Ramadan, umat Islam pada dasarnya diajak untuk mengendalikan diri dari dorongan-dorongan negatif, baik itu dalam bentuk emosi, keinginan untuk mengkritik, atau bahkan berperilaku tidak sopan. Puasa Ramadan justru harus menjadi waktu yang tepat untuk melatih diri sendiri dalam menghadapi berbagai situasi sulit dengan sikap tenang dengan penuh kesabaran. Sebab, hal ini sejalan dengan QS. Az-Zumar Ayat 10 terkait pentingnya bersabar dan hanya orang-orang yang bersabar lah yang akan mendapatkan pahala tanpa batas.
Pengendalian diri selama puasa Ramadan juga mencakup aspek interaksi sosial. Umat Islam, seperti di Indonesia, menjalankan puasa di tengah kelompok minoritas yang tidak menjalankan puasa. Sebab itu, umat Islam diajak untuk bisa lebih meningkatkan kesadaran akan perlunya menghormati perbedaam baik itu perbedaan pandangan, budaya, maupun keyakinan. Dengan bersikap toleran terhadap keberagaman, maka umat Islam dapat menciptakan lingkungan yang inklusif serta mampu merayakan keberagaman dalam masyarakat.
Puasa Ramadan tak hanya menjadi kewajiban bagi muslim yang sudah baligh. Namun, Ramadan juga memiliki peran penting dalam memupuk solidaritas dan empati terhadap sesama. Selama puasa, umat Islam diharuskan untuk tidak makan dan minum mulai dari azan subuh hingga azan maghrib.
Aktivitas ini pada dasarnya mengajarkan individu untuk lebih memahami kondisi orang-orang yang hidupnya kurang beruntung di sekitar mereka. Otomatis, hal ini membuka pintu bagi terbentuknya rasa empati yang lebih dalam dan juga keinginan untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Selama bulan Ramadan, banyak muslim yang lebih giat terlibat dalam kegiatan sosial dan amal dengan tujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Mulai dari kegiatan membagikan makanan untuk berbuka puasa, penggalangan dana bagi fakir miskin dan anak yatim, hingga memberikan bantuan kepada keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi. Semua kegiatan tersebut merupakan bukti bagaimana Ramadan bisa menjadi momentum untuk lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya membantu sesama.
Di samping itu, puasa Ramadan juga mengajarkan pentingnya berbagi rezeki dengan orang yang membutuhkan oleh mereka yang sudah memiliki harta cukup. Dengan berbagi rezeki, maka umat Islam dapat meningkatkan sikap dermawan sehingga dapat menciptakan solidaritas yang lebih solid antara mereka. Dengan saling membantu pula, umat Islam dapat melalui berbagai tantangan sosial dan menginspirasi orang lain untuk turut melakukan kebaikan.
Jadi, puasa Ramadan bukan hanya momen untuk meningkatkan ibadah individu. Ramadan juga menjadi waktu yang tepat untuk meningkatkan hubungan sosial, memupuk nilai solidaritas, dan juga empati dalam masyarakat.
Dalam ajaran Islam, perdamaian bukan hanya nilai yang sangat dihargai, melainkan juga sebagai landasan utama dalam menjalankan kehidupan yang harmonis dan berkeadilan. Puasa Ramadan yang merupakan salah satu pilar agama Islam tak hanya menjadi momentum untuk memperkuat hubungan umat dengan penciptanya, melainkan juga untuk menggaungkan nilai-nilai perdamaian dalam kehidupan sehari-hari.
Puasa Ramadan mengajarkan setiap muslim untuk menerapkan sikap sabar, bijaksana, dan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan sebagai cara untuk menuntaskan konflik. Dalam keadaan lapar dan haus selama puasa, setiap muslim diajak pula untuk mampu menahan diri dari perilaku yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, terciptalah suasana yang kondusif untuk membangun perdamaian di dalam diri sendiri maupun dalam hubungan mereka dengan orang lain.
Lebih lanjut, Ramadan menjadi waktu yang tepat bagi setiap umat Islam untuk merefleksikan pentingnya perdamaian di seluruh muka bumi. Dengan memahami bahwa perdamaian merupakan satu-satunya jalan untuk menciptakan dunia yang sejahtera dan adil, maka umat Islam dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam mengkampanyekan perdamaian dan harmoni di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks.
Konsep tentang perdamaian juga disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa kedamaian dapat digambarkan dalam suatu ungkapan yang sakral dengan kehadiran Yang Maha Kuasa. Sementara itu menurut seorang intelektual Islam, Seyyed Hossein Nasr, damai merupakan kualitas yang bisa dibilang kekal dan sulit untuk digapai dari dalam maupun luar.
Untuk bisa menciptakan kedamaian, maka seseorang harus bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Untuk bisa berdamai dengan diri sendiri, maka orang tersebut harus berdamai dengan penciptanya. Dalam konteks Ramadan, bulan suci ini bisa menjadi momen yang tepat bagi seorang hamba untuk berdamai dengan Yang Maha Kuasa melalui perilaku menebar nilai-nilai kedamaian kepada sesama.
Melalui sikap dan tindakan anti kerusuhan dan kekerasan, maka kesengsaran akibat rusaknya perdamaian dapat dihindari. Itulah mengapa Ramadan bisa menjadi momen yang tepat untuk belajar tentang kedamaian dan perdamaian.
Jadi, Ramadan lebih dari sekadar bulan suci untuk meningkatkan ibadah individu, tetapi juga ibadah sosial dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang dapat memperkuat solidaritas dan membangun serta menjaga perdamaian manusia.