
Hayo, siapa di sini yang aktif mabar Roblox? Roblox sekarang bukan hanya game anak SD. Beberapa bulan terakhir, popularitas Roblox terus melejit di Indonesia. Bahkan tak sedikit orang dewasa yang ikut memainkan game online ini.
Bahkan, ada yang menjadikannya sebagai rutinitas harian setelah pulang kerja. Fenomena ini kemudian memunculkan pertanyaan menarik, yakni apakah benar Roblox bukan game bocil lagi?
Berdasarkan data resmi Roblox Corporation, platform ini berhasil mendulang lebih dari 85 juta pengguna aktif harian pada 2024. Angka ini sekaligus menunjukkan bahwa Roblox lebih dari sekadar game biasa, melainkan sudah menjadi platform besar untuk mengekspresikan kreativitas, bersosialisasi, dan bahkan menghasilkan uang.

Roblox pertama kali diluncurkan pada tahun 2006 oleh David Baszucki dan Erik Cassel di Amerika Serikat. Seiring berjalannya waktu, game ini terus mengalami perkembangan dan kini hadir dalam berbagai platform, mulai dari smartphone, tablet, hingga PC.
Di Indonesia sendiri, Roblox mulai daun sekitar tahun 2016. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang melibatkan sebanyak 8.700 responden dari 38 provinsi di Tanah Air, ada sekitar 2,07% atau 1,33 juta orang yang bermain Roblox. Bahkan, berdasarkan data dari Google Play Store, sudah diunduh lebih dari satu miliar kali dengan rating 4,5.
Lantas, apa yang membuat Roblox begitu laris di pasaran? Salah satunya adalah karena adanya konsep sandbox. Jadi, pemain tidak hanya menikmati game play, tetapi juga bisa membuat game sendiri di dalam Roblox menggunakan fitur Roblox Studio.
Dengan kata lain, pemain bisa menjadi pemain sekaligus kreator. Inilah yang membuat Roblox berbeda dengan game mobile lainnya seperti Free Fire atau PUBG.
Bukan hanya itu saja, Roblox juga hadir dalam berbagai genre, mulai dari roleplay, horor, action, simulator, hingga sosial. Biasanya, para pemain saling bertukar Player ID agar bisa mabar (main bareng). Fenomena ini secara tidak langsung menunjukkan bagaimana Roblox bisa sekaligus menjadi alternatif media sosial bagi anak-anak.
Hanya saja, game ini juga ada sisi buruknya. Tak sedikit orang tua yang mengeluhkan anaknya menghabiskan banyak uang untuk membeli item dalam game. Kendati demikian, hal ini sebenarnya tak hanya terjadi di Roblox, tetapi juga di game online lain.
Awalnya, Roblox identik sebagai game anak-anak. Hanya saja, tren ini mulai bergeser setelah banyak orang dewasa yang ikut memainkan game ini. Menurut psikolog klinis Maharani Octy Ningsih melalui Detik, fenomena ini sangat wajar. Pasalnya, Roblox bisa menjadi bentuk “pelarian” dari stres pekerjaan maupun tekanan kehidupan sehari-hari.
Sebagai orang dewasa, mungkin kamu juga kerap merasakan penatnya hidup, terlebih setelah bekerja seharian. Nah, bermain Roblox bisa menjadi salah satu cara untuk menenangkan pikiran. Pasalnya, game ini relatif ringan, gampang dipahami, dan bisa membantu mengasah kreativitas. Selain itu, di Roblox juga tidak ada tuntutan untuk harus selalu menang, berbeda dengan game mobile yang kompetitif seperti Mobile Legends.
Bukan hanya itu saja, Roblox juga mampu menghadirkan nostalgia masa kecil. Desain grafis yang cenderung sederhana dan model permainan yang fleksibel memunculkan kembali kenangan menyenangkan di masa kecil.
Selain sebagai hiburan, Roblox juga bisa membuka peluang ekonomi. Beberapa kreator game bahkan bisa meraih keuntungan ekonomi dari game yang mereka ciptakan di dalam Roblox.
Misalnya saja, anak dari komedian Ernest Prakasa yang berhasil membuat game roller coaster di Roblox dan menghasilkan uang dari kunjungan pemain lain. Hal ini membuktikan bahwa Roblox bukan game biasa, melainkan bisa menjadi sarana belajar kewirausahaan digital.
Jadi, wajar sekali jika makin banyak orang dewasa yang ikut terlibat. Ketika ada yang bilang bahwa “roblox bukan game bocil”, maka sebenarnya mereka sedang menegaskan bahwa game ini berhasil menjangkau segmen usia yang lebih luas.

Di tengah popularitasnya, muncul wacana terkait pemblokiran Roblox di Indonesia. Alasannya karena pemerintah menganggap game ini mengandung banyak konten kekerasan dan interaksi yang membahayakan anak-anak.
Terlebih, ada beberapa kasus di mana anak-anak menjadi korban kekerasan seksual online yang dilakukan oleh orang dewasa dalam game tersebut. Selain itu, tindakan cyberbullying juga menjadi alasan mengapa KOMDIGI berencana melakukan pemblokiran.
Tentu saja wacana ini memicu banyak pro dan kontra. Sebagian orang tua cenderung mendukung karena pemblokiran ini bisa membantu anak lepas dari kecanduan. Di sisi lain, beberapa pihak menilai pemblokiran tersebut bukan solusi yang tepat.
Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian melalui BBC, menyampaikan bahwa Roblox bisa menjadi media untuk mengasah kreativitas anak asalkan tetap berada di bawah pengawasan orang tua.
Sementara itu, KOMDIGI kembali menyampaikan bahwa pemblokiran Roblox tidak akan dilakukan dengan catatan Roblox membuka kantor perwakilan di Indonesia. Tujuannya tidak lain agar perusahaan game tersebut bisa lebih bertanggung jawab dan patuh terhadap regulasi nasional, khususnya terkait perlindungan anak di platform digital.
Jadi, Roblox benar-benar bukan game bocil semata. Kini, banyak orang dewasa ikut menikmati keseruannya karena melihat adanya nilai hiburan, nostalgia, hingga peluang ekonomi. Namun tentu saja, game ini menyimpan banyak risiko yang harus diwaspadai oleh orang tua dan pemerintah.
Pada akhirnya, Roblox hanyalah platform, sama seperti platform digital lainnya. Terkait dampaknya, baik positif maupun negatif, sangat bergantung pada cara pengguna menggunakannya. Jika dimanfaatkan dengan bijak, Roblox bisa menjadi ruang belajar, mengekspresikan kreativitas, dan bahkan bersosialisasi.