
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memutar roda ekonomi nasional di tengah ketidakpastian ekonomi global. Salah satu langkah yang dilakukan pada 2025 adalah meluncurkan stimulus ekonomi dalam bentuk Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5. Paket ini merupakan strategi untuk mendorong pertumbuhan, menjaga daya beli masyarakat, sekaligus memperkuat struktur ekonomi Indonesia dari segala sisi.

Paket stimulus ekonomi 8+4+5 secara resmi diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, pada 15 September 2025. Sesuai namanya, paket ini terdiri dari 8 program akselerasi di 2025, 4 program lanjutan di 2026, dan 5 program unggulan untuk penyerapan tenaga kerja.
Lebih lanjut, 8 program akselerasi 2025 akan difokuskan pada percepatan pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Salah satunya adalah program magang bagi lulusan baru yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah dan industri.
Program magang ini menargetkan 20 ribu penerima manfaat dengan dukungan uang saku setara UMP selama enam bulan dengan total anggaran Rp198 miliar. Tujuannya adalah untuk membantu lulusan baru mendapatkan pengalaman kerja sekaligus menekan angka pengangguran muda.
Selain itu, pemerintah juga menambah cakupan PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) ke sektor pariwisata, hotel, restoran, dan kafe dengan target 552 ribu pekerja dengan anggaran Rp120 miliar. Langkah ini ditujukan agar para pelaku usaha di sektor-sektor tersebut tetap mampu menjaga cash flow di tengah tingginya biaya operasional.
Pemerintah juga memperpanjang bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan selama periode Oktober-November 2025 dengan total anggaran Rp7 triliun. Tujuan dari program ini tak hanya untuk menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah, melainkan juga untuk mendorong konsumsi rumah tangga yang berkontribusi besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, program padat karya tunai (cash for work) juga mendapatkan dana sebesar Rp5,3 triliun dengan sasaran lebih dari 600 ribu pekerja. Dari sisi investasi, pemerintah mempercepat deregulasi perizinan berbasis risiko dan memperluas cakupan sistem Online Single Submission (OSS) dengan kucuran dana mencapai Rp3,5 miliar per RDTR.
Kemudian, pada tahun 2026, program lanjutan akan dilanjutkan dengan berbagai insentif seperti:
Adapun lima program penyerapan tenaga kerja diselenggarakan untuk membuka jutaan lapangan kerja baru, seperti:
Semua langkah dalam program stimulus ekonomi 8+4+5 ini merupakan fondasi penting agar efek ekonomi bisa merata ke seluruh sektor. Hal ini termasuk sektor keuangan, seperti fintech.
Peluncuran stimulus ekonomi 2025 jelas erat kaitannya dengan kondisi perbankan yang saat ini mulai menunjukkan adanya kelonggaran likuiditas pada pertengahan 2025. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) turun menjadi 85,34% per 12 September 2025 dan ini termasuk yang paling longgar sepanjang tahun ini.
Selain itu, ada juga penambahan likuiditas sebesar Rp200 triliun dari pemerintah dan insentif senilai Rp384 triliun untuk Likuiditas Makroprudensial (KLM) agar bank memiliki kelonggaran untuk menyalurkan kredit. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) juga naik dari 24,01% menjadi 25,57%.
Namun masalah utamanya terletak pada permintaan. Gubernur BI Perry Warjiyo melalui Kontan menilai bahwa permintaan kredit saat ini belum sepenuhnya pulih meskipun ada pertumbuhan senilai 7,56% yoy per Agustus 2025. Hal ini lantaran masih banyak pelaku usaha yang menahan ekspansi bisnis mengingat tingginya suku bunga kredit dan ketidakpastian ekonomi global.
Dengan adanya paket stimulus ekonomi 8+4+5, pemerintah berharap bisa mendorong daya beli masyarakat sehingga permintaan terhadap kredit ikut meningkat. Stimulus seperti diskon transportasi, bantuan sosial, dan subsidi upah terbukti mampu menambah arus kas rumah tangga sebagaimana yang terjadi pada periode Juni-Juli 2025. Jadi, ketika konsumsi meningkat, maka pelaku usaha memiliki peluang untuk melakukan ekspansi bisnis melalui pembiayaan baru.
Ekonom dan pengamat perbankan Arianto Muditomo melalui Kompas menilai bahwa transmisi dari stimulus ke pertumbuhan penyaluran kredit akan berlangsung secara bertahap. Dalam waktu satu hingga dua bulan setelah program ini dijalankan, bank akan mulai merasakan kenaikan permintaan, khususnya dari sektor konsumsi dan UMKM.

Kebijakan stimulus ekonomi 8+4+5 tentunya juga membawa dampak signifikan terhadap industri keuangan seperti fintech. Ketika daya beli masyarakat meningkat dan likuiditas perbankan mengalami pelonggaran, otomatis peluang kerja sama antara bank dan fintech juga makin besar.
Fintech lending atau peer-to-peer lending juga berpotensi menjadi penyalur tambahan, khususnya sektor UMKM yang belum terjangkau lembaga keuangan konvensional. Dukungan-dukungan fiskal seperti insentif pajak dan subsidi sosial juga dapat meningkatkan kemampuan bayar masyarakat.
Di sisi lain, program seperti perluasan OSS dan deregulasi investasi juga berpotensi membuka peluang bagi fintech untuk melakukan ekspansi. Dengan adanya proses perizinan yang lebih efisien, maka pelaku fintech bisa lebih cepat dalam menghadirkan layanan-layanan baru yang bermanfaat bagi masyarakat.
Jadi, jika permintaan kredit meningkat, maka fintech juga akan diuntungkan. Terlebih, sektor ini termasuk sangat lincah dan adaptif terhadap perubahan perilaku konsumen. Ditambah dengan adanya dukungan kebijakan makro, maka industri fintech berpotensi menjadi mitra strategis pemerintah dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
Secara keseluruhan, stimulus ekonomi 8+4+5 adalah langkah strategis yang menyentuh seluruh aspek, mulai dari tenaga kerja, investasi, konsumsi, hingga keuangan digital. Dengan adanya program ini, maka paket stimulus ini diharapkan bisa memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian ekonomi global. Memang, efeknya tidak bisa langsung terasa. Namun kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam mengupayakan pertumbuhan ekonomi nasional.