Kelas Menengah Menurun, Begini Strategi Fintech Pinjol

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah pada 2024 mengalami penurunan dari 57,33 jiwa pada 2019 menjadi 47,85 jiwa. Penurunan ini bukan berarti kelompok kelas menengah mengalami peningkatan strata sosial, justru menurun menjadi kelas bawah.

Penurunan ini berdampak pada banyak sektor, tak terkecuali industri financial technology (fintech) pinjaman online (pinjol) yang sangat bergantung pada kemampuan masyarakat kelas menengah untuk membayar angsuran kredit.

Dalam beberapa tahun terakhir, sektor fintech pinjol mengalami perkembangan pesat karena menawarkan solusi keuangan yang mudah dan cepat serta inklusif bagi masyarakat. Namun, dengan menurunnya daya beli masyarakat karena menurunnya jumlah kelas menengah, industri ini perlu melakukan adaptasi.

Penyebab Menurunnya Kelas Menengah

Strategi Fintech

Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia dipicu oleh banyak faktor, baik karena aspek ekonomi maupun sosial. Salah satu faktor utamanya adalah kondisi ekonomi yang melemah sejak pandemi COVID-19.

Krisis pandemi ini berdampak besar pada banyak sektor formal, seperti manufaktur, ritel, dan jasa, yang mayoritas mempekerjakan masyarakat kelas menengah. Akibatnya, banyak masyarakat menjadi korban PHK atau bahkan mengalami pemotongan gaji yang mengakibatkan menurunnya pendapatan rumah tangga.

Di samping itu, ketidakpastian ekonomi global dan peningkatan inflasi turut memperburuk kondisi ini. Naiknya harga-harga barang pokok dan kebutuhan sehari-hari membuat daya beli masyarakat makin menurun sehingga mereka yang sebelumnya berada di kelas menengah terpaksa harus turun ke kelas menengah rendah atau yang paling parah adalah miskin.

Menurut laporan BPS, jumlah kelompok kelas menengah rentan atau aspiring middle class terus mengalami peningkatan pada tahun 2024 menjadi sebanyak 137,5 juta jiwa. Sementara itu, jumlah kelompok miskin juga sedikit meningkat.

Selain beberapa faktor di atas, ada faktor lain yang turut berperan yakni ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Daerah perkotaan, khususnya di Pulau Jawa, masih dominan dalam perekonomian. Sementara itu, daerah-daerah di luar Jawa masih tertinggal dalam hal pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan ini membuat banyak masyarakat kelas menengah di daerah-daerah kurang berkembang mengalami kesulitan untuk mempertahankan status ekonominya.

Dampak Penurunanan Kelas Menengah Terhadap Fintech Pinjol

Seperti yang disampaikan sebelumnya, penurunan jumlah kelas menengah juga berdampak pada sektor fintech pinjaman online. Pasalnya, kelompok menengah merupakan kelompok utama yang menjadi sasaran produk pinjol, khususnya untuk pembiayaan kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, dan modal usaha. Dengan melemahnya daya beli, banyak individu dari kelas menengah kesulitan untuk membayar angsuran yang berujung pada peningkatan risiko kredit macet.

Melansir data yang dirilis oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), rasio TWP90 (rasio kredit macet pinjol) mengalami penurunan pada pertengahan 2024 menjadi sekitar 2,79%. Namun, kredit macet untuk kelompok usia produktif antara usia 35-54 tahun, yang mayoritas berasal dari kelas menengah mengalami peningkatan menjadi Rp557,34 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk meningkatkan kualitas kredit, risiko default di kalangan kelas menengah masih terbilang tinggi.

Di samping itu, penurunan jumlah kelas menengah juga sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan pembiayaan fintech pinjol. Dengan menurunnya tingkat permintaan kredit dari masyarakat terdampak, perusahaan fintech mau tidak mau harus melakukan penyesuaian strategi bisnis. Sebagai contoh, AFPI sebelumnya menargetkan pertumbuhan pembiayaan mencapai 7% pada 2024 tetapi situasi ekonomi yang sulit membuat target tersebut harus kembali diuji.

Strategi Fintech Pinjol Menghadapi Kondisi Saat Ini

Strategi Fintech

Untuk menghadapi tantangan yang disebabkan oleh menurunnya jumlah kelas menengah, fintech pinjol harus menerapkan strategi yang lebih inovatif guna menjaga kelangsungan bisnis mereka. Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan:

1. Penggunaan teknologi untuk melakukan penilaian kredit

Salah satu strategi utama yang diterapkan oleh fintech pinjol adalah penggunaan teknologi seperti big data atau bahkan artificial intelligence (AI) untuk memperbaiki proses penilaian kredit dari calon nasabah. Dengan menggunakan teknologi ini, perusahaan fintech bisa melakukan analisis data-data calon nasabah secara lebih akurat dan efisien guna menentukan kelayakan kredit.

Di samping itu, teknologi big data bisa membantu perusahaan untuk mengakses informasi yang lebih luas terkait calon nasabah, termasuk riwayat kredit, pola belanja, hingga tingkat pendapatan. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk bisa membuat keputusan kredit secara lebih bijaksana, bahkan saat kondisi ekonomi sedang sulit.

2. Diversifikasi produk kredit

Menghadapi menurunnya permintaan dari kelompok menengah, perusahaan fintech pinjol bisa menawarkan produk pinjaman yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Misalnya, perusahaan bisa menawarkan pinjaman dengan tenor lebih singkat atau suku bunga lebih rendah sehingga lebih terjangkau bagi calon nasabah yang daya belinya menurun.

Selain itu, beberapa perusahaan fintech sudah memperkenalkan produk pinjaman dengan agunan atau jaminan. Hal ini memberikan rasa aman bagi perusahaan itu sendiri karena mereka memiliki aset yang bisa dijadikan jaminan apabila peminjam tidak mampu melunasi pinjamannya.

3. Peningkatan manajemen risiko

Dalam menghadapi risiko kredit macet yang tinggi, fintech pinjol harus memperketat manajemen risiko mereka. Salah satu caranya adalah dengan menyempurnakan kriteria penilaian kelayakan calon penerima pinjaman menggunakan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral). Prinsip ini memastikan bahwa hanya calon peminjam yang memenuhi kriteria tertentu yang bisa mendapatkan akses pembiayaan sehingga risiko gagal bayar dapat diminimalkan.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi industri fintech, khususnya di sektor pinjol. Dengan melemahnya daya beli dan meningkatnya risiko kredit macet, perusahaan fintech harus mampu beradaptasi dengan melakukan perubahan strategi bisnis agar tetap bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Leave a Reply