Beberapa minggu terakhir masyarakat Indonesia cukup digemparkan dengan berita tentang kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang dan jasa yang tergolong mewah. Kebijakan ini sudah mulai berlaku pada awal Januari 2025 dan telah diumumkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto.
Di sisi lain, kebijakan ini juga terdengar menantang, khususnya buat kamu yang aktif melakukan kegiatan investasi. Apakah kebijakan kenaikan tarif PPN akan memengaruhi pasar modal dan sebagainya?
Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% bukanlah sebuah keputusan yang diambil begitu saja. Selain karena melaksanakan amanat dalam UU No. 7 Tahun 22 terkait Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), ada sejumlah alasan lain mengapa pemerintah menetapkan kebijakan ini:
PPN adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi negara. Dengan menaikkan tarifnya, maka pemerintah bisa mengelola pemasukan dari PPN untuk mendukung berbagai program pembangunan, seperti kesehatan, infrastruktur, dan pendidikan.
Saat ini, Indonesia masih mengandalkan utang dari luar negeri guna menutupi defisit anggaran domestik. Sebab itu, kenaikan PPN dianggap sebagai salah satu solusi untuk menyeimbangkan fiskal dan mengurangi ketergantungan negara terhadap pinjaman luar negeri.
Apabila dibandingkan dengan negara-negara maju dan negara-negara anggota G20, tarif PPN di Indonesia masih tergolong rendah. Kenaikan ini ditujukan agar tarif pajak Indonesia lebih kompetitif di pasar global.
Meski alasan tersebut terdengar cukup masuk akal, sebagai masyarakat kamu tetap harus bersiap diri, khususnya dalam mengelola dampak kenaikan PPN terhadap pengeluaran sehari-hari dan investasi jangka panjang.
Pasar modal ikut menyoroti kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai 1 Januari 2025. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perubahan ini merupakan bagian dari amanat UU HPP. Sementara itu, dalam surat resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), dijelaskan bahwa penyesuaian tarif PPN akan memengaruhi layanan sekaligus transaksi di bursa.
Namun, menurut Kepala Divisi Riset BEI, Verdi Ikhwan melalui Liputan6, dampak langsung kenaikan PPN terhadap transaksi di bursa tidak begitu signifikan apabila dilihat dari pengalaman sebelumnya.
Misalnya, saat tarif PPN mengalami kenaikan dari 10% menjadi 11% pada 2022, transaksi pasar modal tetap stabil meskipun dibarengi dengan kenaikan bea materai. Di sisi lain, para investor berpengalaman umumnya cukup adaptif terhadap perubahan kebijakan pajak selama kondisi ekonomi tetap mendukung.
Kendati demikian, para investor tetap harus mewaspadai potensi dampak yang kemungkinan muncul. Sebab, kenaikan PPN berpotensi menaikkan biaya transaksi yang turut berdampak pada minat investor, khususnya di segmen ritel.
Meskipun biaya tambahan tersebut relatif kecil, tetap saja dapat memengaruhi total margin keuntungan, terlebih saat kondisi pasar sedang fluktuatif. Di sisi lain, pihak BEI sendiri juga terus mengkaji sejumlah skenario guna menjaga stabilitas pasar dan minat investor.
Dari sudut pandang yang lebih luas, stabilitas ekonomi Indonesia lah yang menjadi penentu utama pasar modal. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik antara 4,9% hingga 5% dan tingkat inflasi yang terkendali, dampak kenaikan PPN terhadap pasar modal kemungkinan tidak terlalu besar.
Di samping itu, kebijakan pemerintah dalam menciptakan berbagai kebijakan baru seperti pembangunan tiga juta rumah dan program-program lainnya diharapkan dapat memberikan efek pengganda yang positif.
Namun di sisi lain, pasar modal juga rentan terhadap kondisi ekonomi global. Menurunnya ekonomi Tiongkok, volatilitas harga komoditas, hingga ketegangan geopolitik dapat memengaruhi sentimen pasar. Kendati demikian, kebijakan moneter global seperti pelonggaran suku bunga The Fed tetap bisa memberikan angin segar bagi pasar modal Indonesia.
Secara keseluruhan, kenaikan PPN 12% mengharuskan para pelaku pasar modal untuk bisa beradaptasi. Namun pengalaman kenaikan PPN sebelumnya menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia memiliki ketahanan yang cukup baik.
Nah, untuk memilih produk investasi di tengah kenaikan PPN, ada beberapa tips yang bisa kamu terapkan agar tetap cuan.
Melansir laman Makmur.id, obligasi pemerintah merupakan salah satu pilihan yang aman saat pasar modal mengalami volatilitas. Dengan imbal hasil yang cukup kompetitif, instrumen ini bisa menjadi pilihan tepat buat kamu yang mengutamakan stabilitas. Di samping itu, pendapatan dari obligasi pemerintah umumnya lebih tahan terhadap dampak kenaikan pajak.
Beberapa sektor seperti konsumsi primer cenderung tetap stabil di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Saham-saham di sektor ini kerap kali tahan terhadap perubahan kebijakan pajak karena mampu mempertahankan kinerjanya meskipun daya beli masyarakat mengalami penurunan.
Jika kamu termasuk pemula dan ingin mulai melakukan investasi di tengah kondisi ekonomi saat ini, reksa dana masih bisa menjadi solusi yang tepat. Dengan diversifikasi portofolio yang dikelola oleh manajer investasi profesional, maka kamu bisa menekan risiko sekaligus meningkatkan peluang keuntungan. Jenis reksa dana yang bisa kamu pilih pun sangat beragam, seperti reksa dana pasar uang, pendapatan tetap, dan saham.
Selain memilih beberapa opsi instrumen investasi di atas, kamu juga bisa menjadi pendana di Danasyariah. Platform P2P lending syariah ini dapat kamu jadikan salah satu produk investasi untuk memproduktifkan uang sekaligus melakukan diversifikasi portofolio. Proses pendaftarannya mudah, keuntungannya menarik dan bahkan bisa langsung ditransfer ke rekening kamu setiap bulan.
Tips selanjutnya adalah tetaplah update dengan informasi terkini terkait kebijakan pemerintah soal PPN dan perkembangan ekonomi. Informasi ini akan sangat membantu kamu untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi. Selain itu, teruslah untuk meningkatkan literasi keuanganmu. Dengan begitu, kamu bisa menghadapi segala dinamika finansial dengan percaya diri.