Pemerintahan era Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dimulai. Salah satu kebijakan yang akan direalisasikan selama lima tahun era Prabowo-Gibran adalah pemangkasan pajak properti mencapai 16%. Program ini tentunya menuai banyak sorotan karena dianggap akan berdampak besar terhadap pasar properti itu sendiri.
Wacana pemangkasan pajak properti kemungkinan akan mencakup penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%. Jika wacana ini diterapkan, maka dapat mempermudah beban pembeli rumah, khususnya bagi mereka yang membeli rumah pertama.
Namun, bagaimana dampak dan tanggapan terhadap wacana ini? Mari simak lebih lanjut.
Hashim Djojohadikusumo selaku Ketua Satgas Perumahan Prabowo-Gibran, mengungkapkan bahwa kebijakan pemangkasan pajak ini direncanakan akan berlangsung selama 1-3 tahun pertama masa pemerintahan. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor properti yang selama ini menghadapi tantangan besar, seperti melambatnya penjualan hingga akses pembiayaan.
Sejumlah pihak tentunya tak ketinggalan untuk menanggapi program pemangkasan pajak properti ini. Banyak yang menganggap bahwa pajak properti sebesar 16% (PPN 11% dan BPHTB 5%) menjadi beban berat bagi sejumlah masyarakat yang ingin membeli rumah.
Bahkan, Nixon L.P. Napitupulu selaku Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) melalui Katadata.co.id, menyampaikan bahwa penghapusan pajak properti akan membuat harga rumah terasa jauh lebih murah hingga 20%. Rencana ini juga dianggap selaras dengan salah satu program Prabowo-Gibran, yakni pembangunan 3 juta rumah per tahun.
Sementara itu, dampak dari wacana pemangkasan pajak properti juga mulai terlihat di pasar saham. Indeks saham properti dilaporkan mengalami penguatan yang cukup signifikan. Beberapa di antaranya seperti emiten PT Alam Sutera Realty dan PT Bumi Serpong Damai (BSDE) mengalami kenaikan harga saham. Ini menunjukkan adanya optimisme pasar terhadap wacana kebijakan tersebut.
Bukan tanpa alasan era pemerintahan Prabowo-Gibran ingin menerapkan kebijakan pemangkasan pajak properti. Berikut beberap faktor yang mendasari wacana tersebut:
Jika dilihat dari keuntungan adanya pemotongan pajak properti, masyarakat lah yang paling diuntungkan dari kebijakan ini. Kebijakan tersebut dapat mendorong daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum memiliki rumah. Di sisi lain, pajak properti yang tinggi menjadi salah satu penyebab banyak keluarga muda kesulitan memiliki rumah sendiri.
Saat membeli properti, bukan biaya pokok saja yang harus ditanggung oleh pembeli. Biaya tambahan seperti pajak, asuransi, dan administrasi kerap kali menjadi kendala utama dalam proses transaksi properti.
Dengan adanya rencana penghapusan PPN dan BPHTB, maka masyarakat bisa membeli rumah pertama dengan harga yang lebih terjangkau. Selain itu, wacana ini juga dapat membuat angsuran KPR menjadi lebih ringan, khususnya bagi MBR.
Pada dasarnya, properti merupakan sektor yang memiliki efek domino terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Jika sektor ini mengalami pertumbuhan, maka banyak industri pendukung lainnya, seperti konstruksi, perbankan, hingga material bangunan ikut mengalami perkembangan. Dengan adanya kebijakan pemangkasan pajak properti, diharapkan hal ini bisa turut menjadi tenaga penggerak pertumbuhan ekonomi negara.
Wacana pemangkasan pajak properti mencapai 16% yang digagas oleh pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran menuai beragam tanggapan dari sejumlah pihak, khususnya para pelaku industri properti dan keuangan.
Dukungan terhadap wacana ini datang dari direktur utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu. Nixon menganggap bahwa penghapusan pajak properti bisa secara efektif menekan biaya awal kepemilikan properti sekitar 20-21%. Dengan adanya pemangkasan pajak, maka cicilan kredit properti bisa menurun hingga 20%.
Selain pelaku industri keuangan, pasar saham ikut memberikan respons positif terhadap wacana ini. Indeks saham properti (IDX Property) langsung mengalami kenaikan mencapai 4,4% dalam sepekan setelah wacana ini diumumkan. Bahkan, saham-saham seperti BSDE, SMRA, CTRA, dan ASRI ikut menjadi sorotan.
Namun, sejumlah analis, salah satunya adalah PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) melalui Liputan6.com menilai bahwa pemerintah harus tetap memperhatikan daya beli masyarakat yang sepanjang tahun 2024 mengalami penurunan. Hal ini termasuk membuka lapangan kerja baru dan mengurangi jumlah potongan pajak properti pada kelompok masyarakat kelas menengah. Dengan begitu, daya beli masyarakat dapat mengalami kenaikan dan berdampak positif terhadap perekonomian.
Sejumlah analis memandang wacana kebijakan ini masih membutuhkan pertimbangan dan persetujuan lebih lanjut dari pihak Kementerian Keuangan. Saat ini, tampaknya pemerintah lebih fokus pada MBR yang menjadi prioritas penerima insentif pajak properti.
Tim Analis Bareksa melalui Liputan6.com justru menganggap kebijakan pemangkasan pajak properti akan jauh lebih berdampak bila diperluas ke segmen non-MBR. Dengan begitu wacana tersebut dapat memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Dengan beragam respons tersebut, jelas bahwa wacana kebijakan pemangkasan pajak properti tak hanya memberikan harapan baru bagi pasar properti. Hal ini juga membuka peluang baru untuk peningkatan daya beli masyarakat.
Namun, tak jauh berbeda dengan kebijakan besar lainnya, pelaksanaan pemangkasan pajak properti membutuhkan perencanaan yang matang dan kerja sama lintas sektor. Pemerintah era Prabowo-Gibran juga perlu memastikan bahwa kebijakan ini membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Nah, buat kamu yang punya rencana membeli rumah dalam waktu-waktu dekat, wacana ini bisa menjadi peluang emas untuk mewujudkan impian kamu. Namun, pastikan untuk tetap mengikuti perkembangan terbaru terkait kebijakan ini. Pasalnya, keputusan pemerintah terkait pajak properti dalam beberapa bulan mendatang akan sangat memengaruhi kondisi industri properti dan perekonomian Indonesia.