Secara umum, pembiayaan properti merujuk pada kegiatan penggunaan dana pinjaman untuk membeli maupun mengembangkan properti. Aktivitas ini melibatkan pihak pemberi pembiayaan (lembaga keuangan) dan pihak yang membutuhkan pembiayaan. Lembaga keuangan memiliki harapan dapat menghasilkan keuntungan dari imbal hasil yang dibayarkan oleh penerima pembiayaan.
Namun dalam praktiknya, perusahaan pembiayaan properti tak bisa lepas dari sejumlah risiko. Salah satu contohnya adalah nasabah mengalami kredit macet hingga gagal bayar. Bila risiko semacam ini terjadi, kegiatan operasional perusahaan pembiayaan dapat terganggu. Sebab itu, perlu dilakukan yang namanya mitigasi risiko. Apa itu? Simak selengkapnya di bawah ini.
Secara garis besar, risiko pembiayaan properti adalah potensi kerugian yang dialami oleh lembaga keuangan ketika nasabah tidak mampu melunasi pembiayaan yang telah diterima. Sementara itu, manajemen atau mitigasi risiko adalah suatu proses sistematis untuk mengenali, menganalisis, mengevaluasi, serta mengelola semua risiko yang berhubungan dengan suatu kegiatan.
Jadi, mitigasi risiko pembiayaan properti adalah suatu proses sistematis untuk mengelola risiko-risiko dalam kegiatan pembiayaan. Menurut Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu RI, ada beberapa tujuan utama diterapkannya mitigasi risiko. Adapun tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Tujuan utama mitigasi risiko adalah untuk mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat menghambat tercapainya tujuan lembaga penyedia pembiayaan. Proses identifikasi ini dilakukan dengan riset dan analisis secara prosedural atas seluruh aktivitas lembaga pembiayaan, mulai dari pengelolaan aset hingga pelayanan.
Setelah risiko pada pembiayaan properti berhasil ditemukan dan dianalisis, pihak-pihak yang ada hubungannya dengan risiko tersebut harus segera mengambil tindakan. Tujuannya agar risiko tidak benar-benar terjadi dan mengancam kegiatan operasional perusahaan.
Dalam hal ini, pihak yang bertanggung jawab atas penerapan mitigasi risiko bisa membantu pihak-pihak yang terlibat. Khususnya untuk menemukan solusi guna menangani risiko pembiayaan.
Mitigasi risiko juga ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan dan rasa aman para stakeholder. Stakeholder dalam hal ini lebih dari sekadar satuan kerja, tetapi juga karyawan, partner bisnis, masyarakat, dan seluruh pihak yang memiliki kepentingan dengan perusahaan penyedia pembiayaan.
Mitigasi risiko dilakukan agar perusahaan penyedia pembiayaan dapat terus berkembang dengan stabil. Sebab, manajemen risiko memungkinkan perusahaan untuk bisa mengambil langkah cepat terhadap hal-hal yang menghambat pencapaian tujuan perusahaan.
Secara umum, faktor penyebab munculnya risiko atau masalah pada perusahaan pembiayaan properti dibagi menjadi dua, yakni faktor internal dan eksternal. Adapun yang termasuk faktor internal adalah:
Sementara itu, faktor eksternal penyebab munculnya risiko pembiayaan adalah:
Pembiayaan yang mengalami masalah dapat diatasi dengan sejumlah upaya. Di antaranya:
Rescheduling adalah perpanjangan masa tenor bagi nasabah yang mengalami masalah kredit macet. Tujuannya agar nasabah mendapatkan kelonggaran waktu untuk melunasi angsuran.
Langkah selanjutnya adalah reconditioning, yakni lembaga pembiayaan mengubah skema kredit agar nasabah yang mengalami kredit macet mendapatkan keringanan. Reconditioning di sini bisa mencakup penjadwalan kembali, mengubah fasilitas kredit, mengubah tunggakan menjadi pokok pinjaman baru, dan lain-lain.
Restructuring mencakup perubahan syarat-syarat penerimaan pembiayaan, antara lain perubahan jangka waktu, jadwal pembayaran, dan lain sebagainya.
Kombinasi merupakan upaya gabungan untuk menyelesaikan masalah pembiayaan. Aktivitas ini bisa dengan menggabungkan restructuring dan rescheduling, reconditioning dan restructuring, reconditioning dan rescheduling, atau bahkan ketiganya.
Langkah terakhir yang bisa dilakukan pihak penyedia pembiayaan adalah menjual aset yang dijadikan agunan oleh nasabah. Hasil penjualan digunakan untuk melunasi kewajiban yang belum dibayarkan oleh nasabah. Bila masih ada sisanya, hasil penjualan dikembalikan ke nasabah.
Penerapan mitigasi risiko pada perusahaan pembiayaan, termasuk properti, diatur dalam Ringkasan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 7/SEOJK.05/2021. Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa ada empat metode manajemen risiko yang bisa diterapkan oleh perusahaan pembiayaan dan pembiayaan syariah.
Metode yang dimaksud dikenal dengan sebutan ACAT, yakni:
Metode yang pertama adalah accept di mana perusahaan menerima risiko yang terjadi bila dampak yang ditimbulkan masih dalam batas wajar dan bisa ditoleransi oleh perusahaan, misal risiko yang tergolong rendah maupun sedang rendah tetap diterima. Sementara risiko yang tergolong sedang dan juga sedang tinggi juga diterima, tetapi dengan mengambil langkah pencegahan lainnya.
Metode yang satu ini ditujukan untuk mengurangi dampak maupun potensi terjadinya risiko, misalnya perusahaan melakukan analisis terhadap kemampuan bayar calon penerima pembiayaan.
Metode avoid adalah metode di mana perusahaan memutuskan untuk tidak menjalankan kegiatan operasional atau memilih kegiatan lainnya dengan hasil yang sama guna menghindari risiko. Contohnya adalah tidak melakukan pembiayaan modal kerja atau multiguna.
Metode yang terakhir adalah transfer, yakni perusahaan memutuskan untuk memindahkan sebagian atau seluruh tanggung jawab suatu proses pada pihak ketiga. Contohnya perusahaan pembiayaan bekerja sama dengan pihak ketiga melalui sistem channeling atau pembiayaan penerusan.
Itulah sekilas tentang mitigasi risiko pada perusahaan pembiayaan properti. Mitigasi dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko yang dapat merugikan perusahaan pembiayaan. Selain itu, hal ini juga agar perusahaan tetap bisa menjalankan kegiatan operasional dan terus mengembangkan usahanya.