Dalam beberapa tahun terakhir, istilah generasi Z atau gen Z sering terdengar di berbagai percakapan. Generasi kelahiran tahun 1997-2012 ini sering kali mendapatkan stigma negatif dari generasi-generasi sebelumnya, salah satunya perkara finansial.
Meskipun gen Z termasuk generasi yang paling melek soal teknologi karena tumbuh di era digital, justru banyak dari mereka yang justru terbukti belum melek secara finansial. Lantas, apa yang menybabkan hal ini? Simak selengkapnya dalam pembahasan berikut ini.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS), indeks literasi dan inklusi keuangan gen Z merupakan yang terendah secara nasional, masing-masing 70% dan 79%. Kelompok usia 15-17 tahun bahan menempati posisi paling bawah.
Tak sedikit dari generasi muda tersebut yang masih belum memahami dasar-dasar pengelolaan keuangan. Contohnya pemahaman terkait pentingnya menabung, menyusun anggaran, atau bahkan sekadar memiliki tujuan finansial.
Ironisnya, meskipun generasi Z terkenal sebagai generasi yang lahir dan tumbuh di era digital, justru pemanfaatan teknologi mereka untuk keuangan masih kurang optimal. Sebaliknya, banyak dari mereka yang terjebak dalam fenomena Fear of Missing Out (FOMO).
Akibatnya, gen Z sering membuat keputusan finansial secara impulsif. Sebagai contoh, membeli barang viral tanpa melakukan pertimbangan matang atau bahkan melakukan investasi karena sekadar ikut-ikutan tanpa memahami risikonya.
Lebih lanjut, riset IDN Research Institute pada 2019 menunjukkan bahwa gen Z hanya mengalokasikan sekitar 10% penghasilan mereka untuk dana tabungan. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi generasi ini cenderung mengutamakan gaya hidup alih-alih memprioritaskan kebutuhan jangka panjang.
Kebiasaan tersebut bahkan bisa menjadi lebih parah hingga muncul fenomena doom spending, yakni fenomena saat seseorang membuat pengeluaran secara impulsif dan berlebihan untuk mengatasi stres, kecemasan, atau bahkan ketidakpastian di masa depan. Akibatnya, gen Z sulit untuk mewujudkan kesejahteraan finansial bagi diri mereka sendiri.
Setidaknya ada beberapa faktor utama yang membuat gen Z memiliki literasi keuangan yang rendah. Berikut beberapa faktor tersebut:
Salah satu penyebab utama rendahnya kesadaran finansial generasi Z adalah minimnya edukasi dalam keluarga dan sekolah. Orang tua yang jarang membersamai anak dan memiliki kesadaran finansial yang rendah secara langsung dapat menurunkan kebiasaan tersebut ke anak mereka.
Sementara itu di sekolah, hampir tidak ada mata pelajaran yang membahas tentang pentingnya mengelola keuangan pribadi. Memang, ada pelajaran ekonomi, tetapi apa yang diajarkan umumnya tidak menyangkut kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, mata pelajaran ekonomi hanya sebatasa pengetahuan dasar. Akibatnya, generasi muda tersebut tumbuh tanpa adanya panduan yang jelas terkait bagaimana mereka harus mengelola keuangan mereka, terlebih ketika mereka sudah memiliki penghasilan sendiri.
Media sosial memainkan peran yang cukup besar dalam kehidupan gen Z. Sayangnya, platform media sosial sering kali menjadi pemicu perilaku konsumtif karena generasi Z sangat aktif di media sosial. Bahkan, banyak dari mereka gemar mengikuti kegiatan para influencer sehingga mereka terpengaruh dan merasa seolah-olah harus melakukan apa yang dilakukan oleh influencer tersebut.
Akibatnya, muncul fenomena FOMO yang membuat para gen Z merasa harus selalu mengikuti tren terbaru, bahkan sekalipun mereka harus mengorbankan kondisi finansial mereka sendiri. Salah satu contoh paling nyata yang terjadi beberapa minggu terakhir adalah tren boneka Labubu. Tak sedikit gen Z dan beberapa milenial yang rela antri berjam-jam dan merogoh kocek hingga jutaan rupiah demi sebuah boneka.
Meskipun sikap semacam ini terlihat sekilas keren, justru sebenarnya malah berisiko tinggi. Salah satu risikonya adalah terganggunya stabilitas keuangan pribadi dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Fenomena You Only Live Once (YOLO) atau yang berarti kamu hanya hidup sekali menjadi salah satu penyebab gen Z memiliki kesadaran finansial yang rendah. Mereka menganggap bahwa mereka harus memanfaatkan kesempatan dalam hidup, seperti melakukan pengeluaran secara ugal-ugalan untuk bisa menikmati hidup karena hidup hanya sekali. Akibatnya, mereka sering tidak fokus dalam mengalokasikan uang untuk kebutuhan dan justru malah digunakan untuk memenuhi keinginan.
Pada dasarnya, menjadi individu yang melek finansial bukanlah sebuah bakat yang dibawa dari lahir, melainkan keterampilan yang dilatih. Di bawah ini adalah beberapa tips yang bisa kamu terapkan untuk meningkatkan kesadaran finansial:
Langkah pertama untuk menumbuhkan kesadaran finansial adalah dengan memahami konsep dasar. Konsep dasar hal ini mencakup aktiivitas menabung, menyusun anggaran, dan memisahkan kebutuhan dan keinginan. Kamu bisa memanfaatkan media sosial, kursus online, atau buku-buku soal keuangan untuk mempelajari dasar-dasar pengelolaan keuangan.
Kunci melek finansial adalah membangun kedisiplinan dalam mengatur pengeluaran. Untuk mempermudah hal ini, kamu bisa menyusun anggaran bulanan untuk mengetahui semua pengeluaran kamu. Selain itu, menyusun anggaran juga bisa membantumu untuk bisa mengontrol berapa uang yang harus kamu keluarkan setiap bulannya. Semua ini bisa berjalan dengan konsisten bila kamu memiliki disiplin diri. Jadi, usahakan untuk bisa disiplin.
Salah satu cara untuk membangun kesadaran finansial adalah dengan mengurangi penggunaan media sosial, khususnya konsumsi konten-konten yang mendorong sifat konsumerisme. Kamu boleh saja menggunakan media sosial. Sebab, banyak kreator di media sosial yang membagikan tips-tips seputar keuangan dan ini dapat membantumu untuk meningkatkan literasi finansial kamu.
Sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian, baik itu produk barang, jasa, atau bahkan produk investasi, lakukan pertimbangan terlebih dahulu. Kenali dulu kemampuan finansial kamu, risiko pembelian dari setiap produk, dan tujuan pembelian. Jangan pernah melakukan pembelian apa pun itu hanya karena ikut-ikutan tren.
Pada dasarnya, hidup itu harus memiliki tujuan, pun begitu dengan keuangan. Kamu harus memiliki tujuan keuangan, entah untuk membeli rumah, biaya pendidikan, membeli gadget terbaru, dan lain sebagainya. Dengan memiliki tujuan, kamu akan lebih termotivasi untuk mengatur keuangan kamu. Jadi, pastikan untuk membuat tujuan keuangan sejelas-jelasnya.
Itulah beberapa hal tentang fenomena gen Z yang dianggap kurang melek secara finansial. Hal ini sebenarnya ironis mengingat generasi Z termasuk generasi yang lahir dan tumbuh di era teknologi. Namun mereka masih belum mampu memanfaatkan teknologi untuk membantu mengatur keuangan mereka.
Padahal, dengan menggunakan teknologi secara bijak, gen Z bisa menjadi generasi yang mampu mewujudkan kemandirian finansial tanpa harus meminta sokongan finansial dari generasi-generasi sebelumnya. Untuk itu, gunakan teknologi dan semua sumber daya yang ada di sekelilingmu untuk meningkatkan kesadaran finansial kamu. Sebab, finansial yang mapan adalah kunci kesejahteraan hidup.