Generasi muda, khususnya generasi Z dan milenial, kini sedang dihadapkan pada berbagai tantangan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Biaya hidup yang makin melambung, utang pendidikan untuk generasi muda di beberapa negara, hingga kesulitan mencapai tujuan finansial seperti membeli rumah telah menciptakan tekanan besar.
Di tengah situasi seperti ini, muncul fenomena baru yang dikenal sebagai doom spending. Istilah ini menjadi populer karena hubungan dan dampaknya terhadap perilaku konsumsi anak muda sekarang. Secara garis besar, doom spending merujuk pada pengeluaran berlebihan yang didorong oleh pesimisme tentang masa depan finansial.
Melansir laman Aboutschwab, doom spending adalah istilah yang menggambarkan perilaku seseorang dalam membelanjakan uang secara berlebihan sebagai respons terhadap kondisi kecemasan atau pesimisme tentang masa depan finansial.
Orang yang mengalami doom spending umumnya sering membeli barang-barang mewah atau membeli kesenangan dalam jangka pendek alih-alih menggunakannya untuk ditabung atau investasi masa depan. Dalam banyak kasus, perilaku ini dianggap sebagai sebuah bentuk pelarian sementara dari tekanan finansial yang dihadapi oleh banyak orang saat ini.
Karakteristik doom spending biasanya meliputi pembelian barang atau jasa secara impulsif tanpa memikirkan dampak jangka panjang, penggunaan uang sebagai salah satu mekanisme untuk mengatasi stres, dan cenderung mengabaikan tujuan finansial jangka panjang seperti tabungan atau bahkan investasi.
Istilah ini juga sering dikaitkan dengan filosofi “YOLO” (You Only Live Once), yakni orang merasa lebih baik menikmati hidup yang ada saat ini daripada memikirkan masa depan yang dianggap belum pasti.
Contoh nyata dari perilaku doom spending adalah ketika seseorang dari generasi Z atau milenial memilih untuk menghabiskan uangnya untuk keperluan liburan atau barang-barang yang bersifat keinginan karena merasa bahwa menabung untuk masa depan, seperti membeli rumah, adalah hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Akibatnya, meskipun kepuasan sementara berhasil dicapai, mereka justru merusak stabilitas finansial jangka panjang.
Generasi Z dan milenial adalah kelompok yang paling rentan terhadap perilaku yang sedang tren saat ini, yakni doom spending. Kedua generasi ini paling berisiko mengalami kemiskinan dibandingkan generasi-generasi sebelumnya karena pengeluaran tidak terkendali.
Ada beberapa faktor yang membuat generasi Z dan milenial mudah terjebak dalam siklus pengeluaran berlebihan, di antaranya:
Generasi muda tumbuh di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi nasional dan global, terutama setelah krisis global seperti resesi 2008 dan pandemi COVID-19. Ketidakstabilan ini menciptakan rasa pesimisme tentang prospek masa depan. Alhasil, banyak yang merasa lebih baik menghabiskan uang sekarang dan menikmatinya saat ini daripada menabung untuk masa depan yang tidak pasti.
Media sosial memainkan peran yang cukup besar dalam perilaku konsumsi generasi muda. Mereka kerap terpapar gaya hidup mewah dan glamor yang ditampilkan oleh user media sosial yang menyebut diri mereka influencer,
Para influencer ini kerap kali membuat mereka merasa harus mengikuti tren tersebut. Tekanan sosial ini pada akhirnya dapat memicu perilaku doom spending, yakni generasi muda merasa harus terus menghabiskan uang agar terlihat sesuai dengan standar-standar yang dianut oleh masyarakat online.
Harga perumahan, kebutuhan sehari-hari, dan biaya kesehatan yang terus meningkat membuat generasi muda merasa pesimis tentang kemampuan mereka untuk mencapai tujuan finansial tradisional seperti membeli rumah atau membangun tabungan pensiun. Akibatnya, banyak yang merasa lebih baik menghabiskan uang untuk kesenangan saat ini.
Harga rumah, kebutuhan sehari-hari, dan biaya kesehatan yang terus mengalami peningkatan membuat banyak generasi muda merasa pesimis tentang kemampuan mereka untuk mewujudkan tujuan finansial umum seperti membeli rumah atau mengumpulkan tabungan pensiun.
Akibatnya, banyak yang merasa lebih baik menghabiskan uang untuk memenuhi kesenangan saat ini.
Banyak dari generasi muda yang merasa kurang dipersiapkan untuk menghadapi tantangan soal keuangan karena minimnya pengetahuan tentang literasi keuangan. Tanpa memiliki pemahaman yang cukup terkait pengelolaan uang, mereka menjadi lebih rentan dalam membuat keputusan pengeluaran yang buruk dan bahkan tidak berpikir panjang tentang dampaknya di masa depan.
Meskipun doom spending adalah masalah serius, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi perilaku ini. Di bawah ini beberapa strategi yang bisa digunakan untuk mengatasi doom spending:
Langkah pertama untuk mengatasi masalah doom spending adalah dengan meningkatkan literasi keuangan. Generasi muda harus tahu apa saja dasar-dasar pengelolaan keuangan seperti penganggaran, menabung, dan berinvestasi.
Selain itu, mereka juga harus memahami pentingnya mempersiapkan keuangan untuk jangka panjang. Dengan begitu, mereka bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan finansial.
Alih-alih fokus pada tujuan yang tampaknya tidak akan tercapai, seperti membeli rumah dalam waktu dekat, cobalah untuk menetapkan tujuan finansial yang jauh lebih realistis dan sekiranya bisa dicapai dalam jangka pendek. Misalnya, menabung untuk keperluan dana darurat atau melunasi utang kecil terlebih dahulu.
Membuat anggaran pengeluaran adalah salah satu cara efektif untuk mengendalikan keuangan dan pengeluaran berlebih. Gunakan metode seperti 50/30/20, yakni 50% penghasilan bulanan dialokasikan untuk kebutuhan, 30% untuk memenuhi keinginan, dan 20% untuk tabungan, pembayaran utang, dan investasi.
Dengan cara ini, maka generasi muda masih dapat menikmati hidup tanpa harus merusak stabilitas keuangan.
Seperti yang dijelaskan, media sosial kerap kali menjadi pemicu perilaku doom spending. Generasi muda harus mulai mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial, khususnya pada akun-akun yang menyebarkan konten-konten hidup mewah.
Cobalah untuk fokus pada apa yang kamu anggap penting dan jangan merasa harus selalu mengikuti tren yang tidak sesuai dengan kondisi keuangan kamu.
Kesimpulannya, doom spending merupakan fenomena yang bisa mengancam kesehatan finansial, terutama bagi generasi muda yang menghadapi tekanan keuangan berat dari berbagai arah.
Meskipun perilaku ini bisa memberikan kepuasan instan, dampaknya terhadap stabilitas finansial jangka panjang sangatlah merugikan. Oleh sebab itu, penting bagi setiap generasi muda untuk memahami bahaya doop spending dan mulai menerapkan strategi keuangan yang lebih sehat.