HUT RI ke-80: Sudahkah Indonesia Merdeka Secara Sosial

Kemerdekaan bukan hanya soal merdeka secara politik. Pada HUT RI ke-80 ini, mari bersama-sama refleksikan arti kemerdekaan di tengah tantangan sosial.
Sumber : Envato

Tahun ini, Indonesia memperingati HUT RI ke-80, sebuah tonggak usia yang sebenarnya sudah cukup matang bagi sebuah negara. Perayaan ini ditujukan untuk memperingati kemerdekaan  Indonesia dari tangan kolonial Belanda. Namun, sejatinya kemerdekaan bukan soal itu saja, melainkan juga dari sisi sosial.

Merdeka juga berarti bebas dari belenggu kemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial. Itulah sebabnya, momen perayaan kemerdekaan RI yang ke-80 ini seharusnya menjadi ajang refleksi bagi kita semua. Apakah cita-cita kemerdekaan sudah benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat?

Merdeka Secara Sosial Masih Belum Sempurna

HUT RI ke-80
Sumber : Envato

Secara de facto,  Indonesia memang sudah merdeka sejak 1945. Kita bebas dalam menyuarakan pendapat, memilih pemimpin, dan menentukan arah negara. 

Namun, jika kamu memahaminya secara lebih mendalam, ternyata makna kemerdekaan belum benar-benar terwujud. Pasalnya, masih banyak saudara sebangsa yang belum mendapatkan kemerdekaan secara sosial. Kesenjangan pendapatan, akses pendidikan yang tak merata, dan layanan kesehatan yang timpang masih menjadi PR besar bagi bangsa ini.

Kesenjangan ini tak hanya terjadi antara si kaya dan si miskin. Akan tetapi, ini juga terjadi antara wilayah perkotaan dan pedesaan, antara pula Jawa dan luar Jawa, bahkan antara satu provinsi dengan yang lainnya. 

Memang, ada otonomi daerah sehingga maju tidaknya suatu provinsi sangat bergantung pada otoritas daerah. Namun, secara garis besar, ketimpangan ini menunjukkan bahwa kemerdekaan sosial belum sepenuhnya dirasakan secara merata.

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan Masih Tinggi

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025, sekitar 8,47% penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Artinya, sekitar 23,85 juta penduduk Indonesia masih berjuang setiap hari hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Jika dibandingkan dengan data pada September 2024, sebenarnya ada penurunan sekitar 0,10%. Namun, data terbaru pada Maret 2025 seharusnya tetap menjadi alarm bahwa belum semua warga negara merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya.

Bukan hanya soal kemiskinan, ketimpangan sosial juga terjadi dalam hal penguasaan kekayaan. Menurut Oxfam Indonesia pada 2018, satu persen penduduk terkaya di Indonesia menguasai hampir setengah total kekayaan nasional. Sementara itu, 50% terbawah hanya menguasai sekitar 7%. Kondisi ini tentu saja menciptakan jurang sosial yang dalam dan sulit untuk dijembatani jika tidak ada kebijakan dari pemerintah yang berani untuk mengubahnya.

Pendidikan Tak Merata, Masih Banyak Anak Putus Sekolah

HUT RI ke-80
Sumber : Envato

Selain masalah kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, pendidikan juga masih menjadi PR besar bagi bangsa ini. Pasalnya, pendidikan sendiri adalah kunci utama untuk keluar dari kemiskinan dan membentuk generasi masa depan yang mandiri. Sayangnya, masih banyak anak Indonesia yang belum bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa sekitar 29,21% dari 30,2 juta anak pada tahun 2023 putus sekolah dari usia SD hingga SMA. Penyebabnya beragam, mulai dari ekonomi, kurangnya perhatian orang tua, hingga keterbatasan akses ke fasilitas pendidikan, seperti geografis.

Di daerah-daerah terpencil, banyak anak harus menempuh perjalanan berkilo-kilometer hanya untuk mencapai sekolah dasar. Sementara itu, di kota-kota besar, meskipun fasilitas sudah lebih lengkap, biaya pendidikan tambahan masih menjadi beban berat bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Padahal, dalam UUD 1945 disebutkan bahwa pendidikan adalah hak segala bangsa. Pendidikan merupakan hak dasar yang seharusnya mampu dijamin oleh negara untuk seluruh warganya, tanpa terkecuali.

Ketimpangan Akses Kesehatan dan Perumahan 

Kemerdekaan sosial juga bisa dilihat dari sejauh mana negara mampu hadir untuk menjamin kesehatan dan tempat tinggal yang layak bagi rakyatnya. Lagi-lagi, kondisi saat ini masih jauh dari kata ideal. Mungkin, saat ini kamu tinggal di wilayah dengan akses ke rumah sakit, puskesmas, dan klinik yang memadai. Namun, tak semua masyarakat Indonesia seberuntung itu.

Layanan Kesehatan Belum Inklusif

Menurut data Kementerian Kesehatan per September 2023, ada sebanyak 193.054 dokter yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sementara itu, rasio penyebarannya sekitar 0,7 dokter per 1.000 dokter. Ini artinya, hanya ada 1 dokter yang melayani untuk setiap 2.500 penduduk.

Dari data tersebut bisa disimpulkan betapa memprihatinkannya kondisi pelayanan kesehatan di negara ini, khususnya di wilayah-wilayah terpencil. Tak sedikit bahkan ibu hamil di daerah pedalaman harus menempuh perjalanan hingga berjam-jam untuk mendapatkan pemeriksaan atau melahirkan.

Petugas kesehatan seperti bidan desa pun demikian. Mereka tak hanya harus menempuh perjalanan yang lama untuk berkunjung ke setiap kepala keluarga. Namun, mereka harus bekerja lebih keras lagi untuk mengedukasi masyarakat daerah demi meratanya pelayanan kesehatan di negeri ini.

Masih Banyak Rumah Tak Layak Huni

Selain kesehatan, papan juga menjadi salah satu indikator penting untuk menilai kemerdekaan sosial suatu bangsa. Menurut data dari Badan Pusat Statistik 2023, sekitar 36,85% rumah tangga di Indonesia masih menempati rumah yang tak layak huni. Bayangkan saja, di tengah HUT RI ke-80 ini, masih banyak rumah-rumah yang ditempati oleh lebih dari dua kepala keluarga dan bahkan tidak memiliki sanitasi yang layak.

Kondisi semacam ini sangat tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan. Sebab, merdeka bukan hanya soal bebas secara politik, melainkan juga mampu menjalani hidup dengan layak dan bermartabat.

Menuju Kemerdekaan Sosial yang Sejati

Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mendorong terciptanya kemerdekaan sosial yang lebih adil?

Pertama, sebagai individu kamu bisa memulainya dari hal-hal kecil, seperti peka terhadap isu-isu sosial terkini. Entah menjadi relawan dalam kegiatan filantropi atau menyebarkan informasi yang bermanfaat, setiap kontribusi pasti ada maknya. Selain itu, kamu juga bisa aktif dalam komunitas-komunitas di sekeliling kamu yang giat dalam mendorong kesetaraan akses, seperti pada pendidikan dan kesehatan.

Kedua, negara harus lebih memperkuat kehadiran dalam pembuatan kebijakan yang inklusif. Misalnya, pemerintah perlu memperketat lagi jangkauan program-program bantuan sosial agar tepat sasaran. Tak hanya itu, mereka perlu memperbaiki sistem pendidikan dari hulu ke hilir, dan meningkatkan sistem layanan kesehatan.

Ketiga, kerja sama antarwilayah dan sektor juga harus lebih ditingkatkan. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kesenjangan sosial di negara ini juga dipengaruhi oleh kualitas dari masing-masing kepala daerah.

Ingat, Indonesia memiliki otonomi daerah dan pemerintah daerah seharusnya aktif dalam melaksanakan tanggung jawab mereka. Pun begitu bagi sektor swasta dan masyarakat sipil sendiri. Keduanya sama-sama memiliki tanggung jawab untuk mempersempit jurang ketimpangan sosial.

Jadi, kemerdekaan sosial bukan sesuatu yang bisa didapatkan secara cuma-cuma. Kemerdekaan sosial adalah hasil perjuangan kolektif yang membutuhkan upaya keras, kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat, dan kesadaran bersama untuk maju. Maka dari itu, mari jadikan HUT RI ke-80 ini sebagai lembaran baru untuk lebih memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Leave a Reply