Kamu pasti sudah akrab dengan teknologi kecerdasan buatan atau yang biasanya disebut Artificial Intelligence (AI). Kehadiran inovasi teknologi satu ini telah mengubah banyak aspek dalam kehidupan manusia, mulai dari cara kita bekerja, belajar, dan bahkan berinteraksi. AI ternama seperti ChatGPT, Siri, dan Google Assistant sudah menjadi bagian dari banyak kehidupan orang.
Namun segala sesuatu pasti ada sisi buruknya, pun begitu dengan AI. Salah satu sisi buruknya adalah ketergantungan pada AI secara berlebihan. Jika masyarakat terlalu bergantung pada AI, maka bisa menyebabkan menurunnya kreativitas hingga ancaman yang berhubungan dengan isolasi sosial.
Sebelum membahas soal dampak buruk jika masyarakat terlalu bergantung pada AI, mari kita bahas terlebih dahulu manfaat AI di era yang serba digital saat ini.
Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui, AI bisa mengambil alih pekerjaan yang repetitif. Misalnya dalam industri manufaktur, AI bisa digunakan untuk mengatur alur produksi agar lebih efisien. Di industri e-commerce, AI bisa membantu menjawab pertanyaan calon konsumen secara otomatis. Dengan demikian, perusahaan bisa lebih menghemat waktu dan tenaga serta mengalihkan fokus ke pekerjaan yang notabenenya membutuhkan kreativitas dan pemikiran strategis.
Dengan memanfaatkan AI, maka kamu bisa menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dengan cepat dan efisien. Sebagai contoh, kamu bisa menggunakan aplikasi manajemen proyek yang dibuat menggunakan AI untuk memantau progress tugas. Contoh lainnya di bidang medis, AI bisa membantu dokter dalam proses analisis hasil CT scan dengan tingkat akurasi tinggi.
Menurut PwC dalam surveinya yang bertajuk “Hopes and Fears Global Workforce Survey 2023” untuk kawasan Asia Pasifik, 41% dari sebanyak 19.500 responden menyatakan bahwa AI dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi selama bekerja. Sementara itu, 34% dari total responden memandang AI sebagai sebuah peluang untuk mempelajari banyak keterampilan baru.
Salah satu keunggulan AI adalah mampu memproses banyak secara lebih cepat dan akurat. Dalam dunia e-commerce misalnya, AI bisa digunakan untuk memprediksi mana produk yang akan laris hanya dengan modal data pencarian dan pembelian konsumen.
AI juga bisa menjadi alat untuk melahirkan inovasi-inovasi baru. Dari mobil tanpa sopir hingga aplikasi medis berbasis AI yang bisa digunakan untuk memprediksipenyakit, terobosan-terobosan ini membuka jalan bagi lahirnya solusi baru yang sebelumnya tak lebih dari mimpi.
Namun, sama seperti semua hal di dunia ini, AI ibarat pedang bermata dua jika tidak digunakan dengan bijak oleh manusia.
Ketergantungan pada AI bisa menyebabkan banyak hal buruk, mulai dari penurunan kemampuan berpikir hingga kesehatan mental. Berikut beberapa dampak buruk ketergantungan AI:
Menurut Prof. Stella Christie dari Kementerian Pendidikan Tinggi melalui Kompas, terlalu sering menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan bisa membuat individu malas berpikir. Sebab, otak yang tidak terbiasa digunakan untuk berpikir atau dilatih lama-lama akan kehilangan ketajamannya.
Mungkin selama ini kamu aktif menggunakan AI dan merasa semua jawaban dari AI sesuai dengan keinginan kamu atau dengan apa yang kamu yakini. Padahal, bisa saja informasi itu tidak akurat, tidak sesuai dengan konteks, dan bisa bias terhadap opini kamu. Akibatnya, kamu kehilangan kemampuan berpikir kritis dan cenderung hidup dalam ruang gema.
Sawitri dari Jobstreet Indonesia melalui CNN Indonesia juga mengingatkan bahwa ide yang sepenuhnya diambil dari AI bisa membuat manusia mengalami ketumpulan kreativitas. Dalam survei Decoding Global Talent 2024, sekitar 10% responden dari Indonesia bahkan mengakui mereka menggunakan hasil AI secara mentah-mentah tanpa memeriksanya kembali.
Kalau kamu terbiasa menggunakan AI untuk membuat desain, membuat karya tulis, atau bahkan coding, maka lama-lama kamu akan kehilangan ciri khas dari karyamu. Sebab, cara kerja AI adalah dengan meniru data yang sudah ada. Sementara, karya yang dihasilkan oleh manusia sejatinya merupakan hasil dari emosi, pemikiran yang mendalam, dan intuisi. Jika semua diserahkan pada AI, maka kamu akan kehilangan kemampuan untuk menghasilkan karya yang unik.
Studi dari KlikDokter yang ditinjau langsung oleh Psikolog Iswan Saputro mengungkap bahwa terlalu bergantung pada AI bisa mengakibatkan menurunnya kualitas hubungan sosial. Interaksi pada AI memang sekilas terasa nyaman karena respons yang diberikan cenderung bias dan bebas dari penilaian negatif. Namun hal ini justru membuat kamu makin enggan untuk bersosialisasi dengan manusia. Akibatnya, kamu rentan mengalami kesepian, cemas, dan bahkan terisolasi secara sosial.
Ketika semua pekerjaanmu menjadi serba instan karena bantuan AI, mungkin kamu akan mulai merasa tidak perlu lagi berusaha. Hal ini bisa menimbulkan munculnya demotivasi. Kamu akan menjadi pribadi yang cenderung menghindari tantangan yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri. Jika ini terjadi secara terus-menerus, maka kamu akan cenderung stagnan dan kehilangan keinginan untuk berkembang.
Jadi, AI memang merupakan inovasi yang luar biasa yang telah mempermudah banyak aspek hidup kamu. Namun kamu juga harus ingat bahwa AI tetaplah alat. Teknologi ini tidak akan mampu menggantikan emosi, intuisi, dan kreativitas manusia. Oleh sebab itu, jangan biarkan kenyamanan yang ditawarkan AI membuat kamu terlena hingga lupa bagaimana caranya berpikir, menghasilkan karya orisinal, dan berhubungan dengan sesama.
Jadi, yuk mulai refleksi diri dari sekarang, sudah sejauh mana kamu menggunakan AI?