Lembaga keuangan berbasis syariah kian diminati oleh masyarakat Indonesia. Lembaga ini menjadi angin segar yang tidak mampu mengakses produk dan layanan dari lembaga keuangan konvensional. Dalam menjalankan kegiatannya, lembaga keuangan syariah menggunakan beberapa akad, salah satunya akad musyarakah. Apa itu akad musyarakah? Simak terus!
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akad musyarakah adalah prinsip bagi hasil antara beberapa pihak dalam bentuk pengumpulan dana atau modal usaha. Tujuannya adalah untuk memiliki aset dan proyek atau usaha tertentu yang kemudian dikelola agar menghasilkan keuntungan. Selanjutnya, keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Musyarakah juga bisa diartikan sebagai bentuk kesepakatan kerja sama antara beberapa pihak untuk mencapai satu tujuan yang sama. Tujuan yang dimaksud adalah untuk mendapatkan keuntungan dari suatu usaha yang dimodali bersama.
Musyarakah kerap dianggap serupa dengan akad mudharabah, yakni salah satu akad syariah yang cukup populer. Ini lantaran keduanya sama-sama termasuk bentuk kerja sama dalam ekonomi syariah. Meski begitu, keduanya tetap berbeda. Secara garis besar, mudharabah adalah suatu bentuk kerja sama antara beberapa pihak di mana pemilik modal memercayakan modal yang diberikan kepada pengelola.
Agar lebih mudah dipahami, berikut perbedaan akad musyarakah dan mudharabah:
Lantas, bagaimana cara kerja akad musyarakah? Berikut penjelasannya.
Agar akad musyarakah dapat dinyatakan sah, ada beberapa rukun yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Ijab kabul adalah pernyataan yang disampaikan secara jelas oleh semua pihak. Pernyataan ini harus menunjukkan secara jelas bagaimana tujuan akad dan penawaran serta penerimaan saat kontrak yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Pihak yang melakukan akad harus memenuhi kriteria seperti:
Objek akad musyarakah terdiri dari modal berupa uang tunai dan aset serta modal kerja. Modal kerja harus dilakukan oleh pihak-pihak yang terlebih dalam akad.
Keuntungan usaha wajib dibagi sesuai kesepakatan dan besar kecilnya kontribusi yang diberikan oleh masing-masing pihak. Misalnya, pihak A menanam modal 5 juta dan keuntungan yang didapatkan sebesar 8%. Angka 8% di sini bukan dari modal, melainkan dari seluruh keuntungan usaha.
Dilihat dari cara penerapannya, akad musyarakah dibagi menjadi empat jenis. Di antaranya adalah:
Syirkah al-inan merupakan perjanjian antara dua orang atau lebih di mana semua pihak ikut memberikan modal usaha. Namun besar kecilnya tidak harus sama, pun begitu dengan keuntungan dan porsi kerugian yang harus ditanggung.
Syirkah a’maal ialah perjanjian kerja sama antara dua pihak yang memiliki profesi sama untuk melakukan suatu pekerjaan bersama. Keutungan yang didapat dibagi sama rata antara kedua belah pihak.
Syirkah mufawadhah adalah akad musyarakah yang dijalani oleh dua orang atau lebih. Semua pihak memberikan modal usaha yang jumlahnya sama rata. Begitu juga dengan keuntungan dan kerugian yang harus ditanggung, semua sama rata sesuai dengan modal yang sudah diberikan.
Jenis akad musyarakah yang terakhir ialah syirkah wujud, yakni perjanjian kerja sama antara beberapa pihak yang memiliki keahlian dan reputasi yang baik. Keuntungan dan kerugian yang kemungkinan timbul dibagi berdasarkan hasil negosiasi semua pihak terkait.
Contoh penerapan akad musyarakah sudah cukup banyak di sekeliling kita. Mayoritas dilakukan dalam kegiatan perbankan dan finansial lainnya. Adapun contohnya adalah sebagai berikut:
Lembaga perbankan akan berperan sebagai pihak utama pemberi modal yang disebut shahibul maal. Namun sebelum diberikan ke nasabah, bank terlebih dahulu akan melakukan survei untuk menilai layak tidaknya suatu bisnis.
Bila bisnis dinyatakan layak untuk mendapatkan pembiayaan, nasabah berhak mendapatkan bantuan modal. Bank tetap akan mengawasi perkembangan bisnis dari nasabah terkait secara berkala. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa keuntungan yang didapat murni berasal dari kegiatan operasional bisnis.
Contoh lain penerapan akad musyarakah adalah pembiayaan kepemilikan properti dengan prinsip syariah. Layanan ini umumnya diberikan oleh bank syariah atau lembaga keuangan dengan prinsip yang sama.
Mekanismenya begini, bank dan nasabah sama-sama mengeluarkan modal untuk membeli properti. Properti tersebut umumnya disewakan atau digunakan untuk membangun usaha. Bank mendapat keuntungan dari hasil sewa yang dibayarkan oleh nasabah setiap bulannya.
Contoh selanjutnya adalah kerja sama bagi hasil. Jadi, pemilik usaha mengajukan proposal ke investor agar mau menanamkan modal pada bisnisnya. Bila cocok, selanjutnya dilakukan kesepakatan mengenai jumlah keuntungan yang nantinya diberikan ke investor.
Nah, itulah pembahasan mengenai akad musyarakah, yakni perjanjian kerja sama antara beberapa pihak dalam bentuk pengumpulan modal. Besar kecilnya modal yang diberikan tak harus sama. Selain itu, jumlah keuntungan serta kerugian yang timbul ditanggung semua pihak sesuai dengan jumlah kontribusi yang diberikan.