Dalam proses jual beli rumah atau mungkin menerima warisan tanah dari keluarga, ada istilah yang namanya BPHTB. Memang istilah ini sangat teknis, tetapi sangat penting untuk dipahami, terlebih kalau kamu sedang atau akan terlibat dalam transaksi tanah dan bangunan. Lantas, apa itu BPHTB? Simak selengkapnya dalam uraian berikut ini.
BPHTB adalah akronim dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Sederhananya, ini adalah pungutan yang wajib dibayar oleh individu atau badan ketika mendapatkan hak atas tanah atau bangunan, baik melalui transaksi jual beli, hibah, warisan, tukar-menukar, hingga lelang.
Sebagai contoh, kamu melakukan transaksi pembelian rumah dari pihak lain. dengan kata lain, kamu mendapatkan hak atas bangunan tersebut dan wajib membayar BPHTB. Begitu juga ketika kamu mendapatkan warisan sebidang tanah dari orang tua, kamu tetap harus menanggung BPHTB meskipun tidak melalui proses transaksi komersial.
Awalnya, BPHTB adalah pajak pusat. Namun sejak tahun 2011, berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengelolaan BPHTB jatuh sepenuhnya ke tangan pemerintah daerah. Ini artinya, setiap daerah bisa menentukan sendiri nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) atau batas minimal nilai transaksi yang tidak dikenai BPHTB.
Pihak yang wajib membayar BPHTB adalah pihak yang menerima atau mendapatkan hak atas tanah atau bangunan, di antaranya:
Sekilas memang terlihat seperti pajak tambahan, tetapi BPHTB ini termasuk bagian penting dari prosedur untuk balik nama sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanpa ada bukti lunas pembayaran BPHTB, maka sertifikat tidak bisa diproses.
Objek yang dikenai BPHTB cukup luas, di antaranya:
Selain itu, ada juga objek yang tidak dikenai BPHTB, di antaranya:
Namun, objek-objek yang dikecualikan ini harus dibuktikan dengan dokumen lengkap dan tetap harus dibuktikan ke pemerintah daerah setempat.
Perhitungan BPHTB sebenarnya tidak begitu rumit. Berikut rumusnya:
NPOP (Nilai Perolehan Objek Pajak) merupakan harga transaksi atau nilai pasar. sementara NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak) adalah batas minimal yang ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah.
Misalnya, kamu membeli rumah di Bekasi seharga Rp800 juta. NPOPTKP di Bekasi adalah senilai Rp80 juta. Maka perhitungannya adalah:
= 5% x Rp720.000.000 = Rp36.000.000
Maka, jumlah BPHTB yang harus kamu bayar adalah Rp36 juta dan ini harus segera dibayar sebelum proses balik nama.
Pembayaran BPHTB dapat dilakukan melalui beberapa cara sesuai dengan kebijakan daerah masing-masing. Secara umum, berikut langkah-langkahnya:
Buat kamu warga DKI Jakarta, pemerintah daerah Jakarta sudah memiliki sistem online BPHTB yang bisa diakses melalui aplikasi Pajak Online atau laman e-BPHTB. Kamu bisa langsung mengisi data dan mengunduh bukti bayar tanpa harus keluar rumah.
BPHTB wajib untuk dibayarkan sebelum melakukan balik nama atau akta peralihan hak ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jadi, proses jual beli maupun transaksi lainnya seperti yang dicantumkan di atas tidak bisa dilanjutkan ke proses berikutnya jika BPHTB belum dibayar. Tenang saja, biasanya notaris atau PPAT akan mengingatkan kamu soal ini.
Kalau kamu tidak membayar BPHTB, maka:
Jadi, pastikan kamu membayar BPHTB sebelum melanjutkan ke proses berikutnya, seperti proses balik nama.
Keringanan BPHTB tergantung pada kebijakan dari masing-masing pemerintah daerah. Untuk DKI Jakarta, kamu bisa mendapatkan keringanan dengan mengajukan permohonan pengurangan BPHTB secara online. Perlu diingat, prosesnya akan sedikit rumit karena banyak sekali informasi yang harus kamu isi.
Selain itu, masyarakat berpenghasilan rendah yang membeli rumah subsidi di daerah mana pun di Indonesia juga dibebaskan dari beban pembayaran BPHTB. Aturan ini sudah mulai berlaku sejak akhir 2024 sebagai bagian dari proses percepatan akses MBR memiliki hunian layak.
Nah, itu tadi informasi tentang BPHTB, cara menghitungnya, dan bagaimana prosedurnya. Pajak ini memang terasa seperti beban tambahan, tetapi sangat penting demi legalitas kepemilikan tanah atau bangunan. Jadi, jangan anggap remeh ya! Pastikan kamu segera membayarnya agar bisa balik nama. Kalau ragu, jangan segan berkonsultasi dengan notaris.