Apa Itu Gaya Arsitektur Vernakular? Ini Definisi, Ciri-Ciri, dan Contohnya

Apa Itu Gaya Arsitektur Vernakular? Ini Definisi, Ciri-Ciri, dan Contohnya

Arsitektur vernakular merupakan salah satu gaya arsitektur yang cukup unik di dunia. Ini lantaran setiap negara dan budaya memiliki tampilan arsitektur vernakular yang berbeda-beda, tak terkecuali Indonesia. 

Istilah vernakular memang masih asing di telinga sebagian besar masyarakat, tetapi desain arsitektur ini sudah banyak contohnya di Tanah Air. Mau tahu seperti apa wujudnya? Simak terus ulasan berikut.

Apa Itu Arsitektur Vernakular?

Gaya Arsitektur Vernakular

Arsitektur vernakular adalah konsep desain yang disesuaikan dengan kondisi dan budaya masyarakat setempat. Sementara itu, menurut laman Arsitag, arsitektur vernakular merupakan gaya arsitektur yang dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat lokal, ketersediaan material, dan merepresentasikan tradisi setempat.

Arsitektur vernakular juga dapat didefinisikan sebagai desain arsitektur yang dikembangkan oleh masyarakat di suatu daerah tanpa adanya intervensi dari pihak arsitek profesional. Kendati demikian, gaya arsitektur ini mulai banyak dikembangkan oleh arsitek profesional sejak awal abad ke-20.

Kata vernakular sendiri berasal dari istilah Latin “vernaculus” yang berarti pribumi, asli, atau domestik dan “verna” yang memiliki arti “budak pribumi”. Vernakular dalam konteks arsitektur mengacu pada gaya arsitektur yang autentik pada periode atau tempat tertentu serta tidak diimpor dari tempat lain.

Arsitektur vernakular adalah istilah yang dapat mewakili berbagai jenis arsitektur adat, primit, etnis, atau informal. Namun arsitektur vernakular berbeda dengan gaya arsitektur tradisional kendati ada relasi antara keduanya.

Arsitektur Vernakular vs Tradisional

Meskipun arsitektur vernakular dan tradisional saling berkesinambungan, keduanya tetap berbeda. Adapun perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut:

  • Penggunaan teknologi: Arsitektur vernakular lebih memilih menggunakan teknologi seadanya tanpa upaya modernisasi yang berlebihan. Sementara itu, arsitektur tradisional cenderung menggunakan teknologi terbaru atau yang sudah ada agar proses pembangunan menjadi lebih baik.
  • Penggunaan SDM: Arsitektur vernakular dibangun oleh masyarakat lokal yang mungkin tidak memiliki pengetahuan khusus tentang arsitektur. Sebaliknya, arsitektur tradisional lebih melibatkan tenaga kerja profesional yang paham tentang arsitektur.
  • Dampak terhadap lingkungan: Arsitektur vernakular dianggap lebih ramah lingkungan karena dibangun menggunakan bahan-bahan yang ada di alam tanpa merusak ekosistem. Arsitektur tradisional juga demikian, tetapi tidak selalu memperhatikan dampak terhadap lingkungan.
  • Desain: Arsitektur vernakular dan tradisional juga berbeda dalam hal desain. Arsitektur vernakular memiliki tampilan desain yang lebih autentik dan konsisten. Di sisi lain, arsitektur tradisional cenderung mewarisi desain yang ada pada periode sebelumnya dan bisa berubah-ubah sesuai zaman.

Itulah beberapa perbedaan antara arsitektur vernakular dan tradisional. Kendati perbedaannya hanya sedikit, penjelasan di atas tetap bisa memberikan gambaran jelas bagaimana dua jenis arsitektur yang sekilas tampak sama tetapi ternyata berbeda.

Ciri-Ciri Arsitektur Vernakular 

Gaya Arsitektur Vernakular

Setiap jenis arsitektur memiliki ciri khasnya masing-masing. Ciri khas ini merupakan identitas yang membedakan satu gaya arsitektur dengan yang lainnya. Nah, berikut adalah ciri-ciri arsitektur vernakular.

1. Penggunaan material lokal

Salah satu ciri utama arsitektur vernakular terletak pada penggunaan material yang diambil dari lingkungan sekitar. Ini mencakup batu, bambu, kayu, jerami, daun sagu, dan material lain yang umumnya tersedia secara melimpah.

Arsitektur vernakular juga tidak menggunakan material dari luar daerah. Penggunaan material lokal ini juga tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi tetap harus memperhatikan ekosistem lingkungan sekitar. Selain menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, penggunaan bahan bangunan lokal juga merepresentasikan karakteristik geografis dan kultur setempat.

2. Desain yang kontekstual

Arsitektur vernakular selalu mengikuti konteks lokal. Desainnya sangat dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat, tradisi budaya, topografi, dan iklim di daerah setempat. Bangunan vernakular juga dirancang untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, baik itu cuaca ekstrem, gempa bumi, atau kondisi alam lainnya. Sebagai contoh, rumah vernakular di daerah beriklim panas mungkin memiliki desain ventilasi yang baik untuk mendinginkan ruangan secara alami.

3. Fleksibilitas desain

Bangunan vernakular memiliki desain yang cenderung fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemilik. Rumah vernakular bisa diperluas sesuai dengan bertambahnya kebutuhan keluarga atau komunitas setempat. Fleksibilitas ini memungkinkan bangunan untuk memiliki fungsi yang tetap relevan seiring dengan berubahnya kebutuhan penghuninya.

4. Sarat dengan kearifan lokal

Arsitektur vernakular menghormati tradisi setempat dan sering kali menggabungkan elemen-elemen lokal dalam desainnya. Ini menciptakan suatu bangunan yang mencerminkan hubungan yang kuat antara satu generasi dengan generasi lainnya sambil terus mempertahankan kekayaan budaya.

Contoh Arsitektur Vernakular

Gaya Arsitektur Vernakular

Bagaimana, sudah paham tentang seluk-beluk arsitektur vernakular? Di Indonesia, ada banyak sekali contoh bangunan bergaya vernakular. Berikut di antaranya:

1. Rumah Joglo

Rumah Joglo atau rumah adat suku Jawa-Yogyakarta merupakan rumah yang menerapkan gaya arsitektur vernakular. Material utama yang digunakan adalah kayu dengan genteng yang terbuat dari tanah liat.

Hingga saat ini, rumah Joglo masih cukup mudah ditemukan di daerah-daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Salah satu ciri khas dari rumah ini terletak pada bentuknya, yakni persegi panjang dengan atap berbentuk trapesium.

Ciri lain dari rumah dengan gaya vernakular ini terletak pada bagian fasad. Umumnya, rumah Joglo yang autentik memiliki serambi depan yang cukup luas. Ada juga yang memiliki pendopo sebagai tempat untuk berkumpul masyarakat setempat.

2. Rumah Honai

Berikutnya ada rumah tradisional suku Dani di Papua, yakni rumah Honai. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, arsitektur vernakular merupakan gaya konstruksi yang menggunakan material lokal. 

Hal tersebut juga terjadi dalam proses pembangunan rumah suku adat Dani di Papua. Beberapa material utama yang digunakan untuk membangun rumah Honai antara lain kayu besi, jerami, daun sagu, dan rotan.

Hingga saat ini, rumah Honai masih bisa ditemukan dengan mudah di daerah Papua. Sebab, rumah ini menjadi salah satu tradisi asli Tanah Papua yang terus dilestarikan oleh masyarakat maupun otoritas setempat.

3. Rumah Gadang

Contoh selanjutnya adalah rumah Gadang, rumah asli dari kawasan Sumatra Barat. Sama seperti rumah adat lainnya, rumah Gadang juga memiliki elemen-elemen arsitektur vernakular yang cukup kuat.

Ciri khas rumah Gadang terletak pada bentuk atapnya yang runcing seperti tanduk kerbau. Atap ini terbuat dari bahan-bahan lokal alami seperti ijuk yang dilengkungkan. Tak hanya itu, dinding rumah Gadang juga ikonik, yakni terbuat dari anyaman bambu dengan berbagai motif ukiran. Ukiran yang digunakan juga disesuaikan dengan kultur yang berlaku di masing-masing daerah di Sumatra Barat.

Menariknya, rumah Gadang tak hanya digunakan sebagai tempat untuk beraktivitas penghuninya. Biasanya, rumah Gadang yang berukuran besar digunakan sebagai lokasi untuk melangsungkan aktivitas adat, seperti turun mandi, pengangkatan Datuak, khitan, dan lain sebagainya.

Demikian ulasan mengenai arsitektur vernakular. Bila disimpulkan, arsitektur vernakular merupakan gaya arsitektur autentik suatu daerah dan kerap kali menjadi representasi dari kultur suatu budaya. Contoh dari penerapan gaya arsitektur ini bisa ditemukan pada rumah-rumah adat yang masih autentik di berbagai daerah di Indonesia.

Leave a Reply