Buat kamu yang aktif berbelanja secara online, mungkin kamu pernah mendengar soal aplikasi yang bernama Temu. Aplikasi belanja online satu ini sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat dunia karena menawarkan beragam kemudahan dan harga kompetitif bagi konsumennya.
Namun, di balik popularitas Temu, kehadirannya juga turut memicu sejumlah perdebatan sengit, khususnya di kalangan pelaku UMKM Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa e-commerce satu ini dapat mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia.
Temu adalah sebuah aplikasi belanja daring asal Tiongkok dan didukung oleh perusahaan induk PDD Holdings. Aplikasi ini menerapkan model bisnis factory-to-consumer (F2C), yakni pabrik menjual produknya langsung ke konsumen tanpa melalui distributor atau reseller. Model penjualan seperti ini memungkinkan Temu menawarkan harga yang jauh lebih kompetitif, bahkan jauh lebih murah dibandingkan e-commerce lainnya.
Diluncurkan pertama kali pada tahun 2022, Temu menjadi e-commerce yang paling moncer di Amerika Serikat, bahkan menjadi salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh di App Store dan Play Store. Selain itu, platform ini menawarkan produk-produk yang sangat beragam, mulai dari pakaian, aksesori, hingga elektronik dan perlengkapan rumah tangga.
Di samping itu, Temu juga menawarkan proses pembayaran yang mudah sehingga masuk akal bila aplikasi ini banyak digunakan oleh warga dunia. Namun, meskipun terlihat cukup menjanjikan, kehadiran Temu tetap tak bisa lepas dari kontroversi, khususnya di negara-negara yang memiliki ekosistem UMKM yang cukup kuat, seperti Indonesia.
Temu merupakan platform belanja online yang menawarkan sejumlah keunggulan, di antaranya:
Meskipun terlihat menarik, kehadiran platform Temu pada 2022 memunculkan kekhawatiran yang serius, terutama di kalangan pelaku UMKM dan pemerintah Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa Temu dianggap sebagai sebuah ancaman:
UMKM Indonesia masih terbilang sulit untuk bersaing dengan produk-produk luar negeri, termasuk yang ditawarkan Temu. Harga yang jauh lebih terjangkau membuat banyak konsumen cenderung memilih produk dari impor alih-alih mendukung usaha lokal.
Mengingat Temu menghubungkan konsumen langsung ke pabrik, otomatis rantai pasok yang melibatkan distributor dan reseller terancam hilang. Hal ini pada akhirnya tak hanya akan berimbas pada UMKM, tetapi juga pihak-pihak yang sangat bergantung pada rantai pasok ini.
Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, potensi ekonomi digital untuk UMKM Indonesia diprediksi mampu menyentuh angka Rp4.531 triliun pada 2030. Apabila Temu diizinkan beroperasi di Indonesia, maka angka ini bisa menurun drastis mengingat banyaknya pelaku UMKM yang akan kehilangan pangsa pasar.
Hingga saat ini, Temu masih belum memenuhi regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Salah satu regulasi tersebut adalah kewajiban untuk mendaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Oleh sebab itu, pemerintah menegaskan bahwa aplikasi Temu tidak boleh beroperasi di Indonesia dengan tujuan melindungi ekosistem UMKM lokal.
Apabila UMKM tidak mampu bersaing jika Temu masuk ke Indonesia, maka dampaknya tidak main-main. Bahkan diprediksi dampaknya bisa meluas ke sektor lain, di antaranya manufaktur dan industri pengolahan yang sangat bergantung pada UMKM sebagai pemasok utama. Hal ini pada akhirnya berpotensi menciptakan potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif.
Nah, sekarang kamu paham kan apa itu Temu dan mengapa aplikasi ini menjadi topik panas selama beberapa minggu terakhir ini? Di satu sisi, Temu memang mampu menawarkan keunggulan yang luar biasa dibandingkan platform belanja online lainnya, khususnya dalam hal kelengkapan produk dan harga. Namun di sisi lain, kehadiranya dapat menimbulkan kekhawatiran besar bagi para pelaku UMKM dan ekosistem usaha lokal di Tanah Air.
Pemerintah secara resmi telah melarang Temu untuk beroperasi di Indonesia karena bisa merusak pasar domestik. Apabila platform seperti Temu masuk ke Indonesia, maka negara ini kemungkinan hanya akan menjadi pasar untuk produk-produk asing. Bahkan kemungkinan terburuknya adalah UMKM harus gulung tikar dan banyak gelombang PHK di industri manufaktur.Untuk itu, sebagai konsumen, kita semua harus bijak dalam memilih platform belanja online. Sebab, mendukung produk lokal tak hanya bermanfaat untuk UMKM, tetapi juga turut menjaga keberlanjutan ekonomi negara.