
Emas adalah instrumen investasi yang cukup menjadi favorit masyarakat Indonesia. Harga emas sendiri cenderung sangat fluktuatif. Kadang hari ini bisa naik drastis, tetapi besoknya justru anjlok lagi. Fenomena ini tidak hanya terjadi karena adanya spekulasi pasar, melainkan juga karena faktor global lainnya yang saling berkaitan.

Beberapa waktu terakhir, pasar emas dunia mengalami fluktuasi yang cukup dinamis. Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip oleh laman Bisnis per 29 Oktober 2025, harga emas di pasar spot menguat sekitar 0,42% ke level 3.968,16 dolar AS per troy ounce atau sekitar Rp2,11 juta per gram. Penguatan ini terjadi setelah logam mulia tersebut sempat tertekan selama kurang lebih tiga hari berturut-turut.
Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh optimisme pasar terhadap kemungkinan tercapainya kesepakatan dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Sentimen positif ini tentunya berpengaruh terhadap selera risiko investor yang meningkat dan makin tertarik terhadap logam mulia tersebut.
Menariknya, sepanjang tahun 2025 ini, emas telah mengalami kenaikan harga hampir 50%. Lonjakan ini sebagian besar dipicu oleh pembelian besar-besaran yang dilakukan dari bank sentral di berbagai negara. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap kondisi defisit fiskal global.
Kendati begitu, harga emas kembali mengalami koreksi yang wajar setelah sempat mencetak rekor, yakni di atas 4.380 dolar AS per troy ounce. Selain itu, banyak analis menilai bahwa level sekitar 3.900 dolar AS masih menjadi titik support yang cukup kuat dan ini menandakan tekanan penurunan mulai mereda.
Lebih lanjut, proyeksi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga lagi turut membuat emas makin menarik di mata investor. Pasalnya, suku bunga yang rendah mendorong minat investor pada aset non-yield seperti emas. Kendati demikian, pasar tetap harus waspada karena faktor eksternal seperti kondisi geopolitik atau perubahan nilai dolar AS masih bisa memicu pergerakan tajam.

Kondisi politik dunia, seperti tensi geopolitik, menjadi salah satu faktor yang memengaruhi harga emas. Selain itu, masih ada faktor lain yang turut memengaruhi fluktuasi logam mulia tersebut. Berikut di antaranya:
Salah satu faktor paling kuat yang memengaruhi harga logam mulia adalah kondisi ekonomi dan politik global. Ketika dunia sedang dalam ketidakpastian, seperti perang, resesi, atau mungkin krisis energi, maka investor cenderung mengalihkan asetnya ke instrumen safe haven seperti emas. Langkah ini diambil guna melindungi nilai aset dari gejolak pasar dan risiko inflasi.
Sebagai contoh, konflik antara Rusia dan Ukraina yang memanas pada 2023 lalu sempat membuat harga emas meroket secara signifikan. Ketika ekonomi dunia terguncang, otomatis kepercayaan terhadap mata uang dan pasar saham menurun. Nah, dalam kondisi ini, emas menjadi instrumen yang makin diminati karena stabilitas nilainya yang cenderung lebih terjaga.
Tak jauh berbeda dari komoditas lainnya, harga emas juga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Ketika permintaan meningkat, baik dari pihak investor, industri perhiasan, maupun sektor teknologi, maka harganya cenderung naik. Sebaliknya, jika stok berlebih dan permintaan menurun, maka harganya juga turun.
Namun, fluktuasi karena faktor ini umumnya tidak terlalu ekstrem. Misalnya, kenaikan permintaan di musim pernikahan di India atau momen perayaan besar di Tiongkok menjadi contoh bagaimana budaya turut memengaruhi harga pasar emas global. Di sisi lain, meningkatnya jumlah produksi di negara penghasil seperti Australia atau Afrika Selatan bisa menekan harga logam mulia apabila tidak dibarengi dengan permintaan yang seimbang.
Kebijakan moneter dari bank sentral dunia, khususnya The Fed, sangat berpengaruh terhadap harga emas global. Ketika suku bunga naik, maka imbal hasil dari instrumen investasi seperti obligasi lebih menarik dibanding emas. Akibatnya, harga logam mulia tersebut cenderung turun. Sebaliknya, jika suku bunga turun, maka harga emas naik karena peluang keuntungannya lebih besar.
Selain itu, kebijakan suku bunga bank sentral juga erat kaitannya dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi global. Misalnya, saat suku bunga turun, maka likuiditas pasar meningkat sehingga investor lebih memilih aset fisik seperti emas. Melansir Treasury, tidak heran apabila keputusan The Fed sering menjadi sorotan utama pelaku pasar emas di seluruh dunia.
Inflasi termasuk salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pergerakan harga emas. Ketika inflasi meningkat, maka nilai uang cenderung menurun. Dalam kondisi ini, emas menjadi pilihan populer untuk menjaga nilai uang karena nilai intrinsiknya tidak mudah tergerus oleh kenaikan harga barang dan jasa.
Misalnya, beberapa tahun belakangan setelah pandemi, terjadi inflasi besar-besaran di berbagai negara. Kondisi tersebut membuat banyak masyarakat memilih menyimpan kekayaan dalam bentuk emas. Menariknya, masyarakat tak hanya memandang emas sebagai aset investasi, melainkan juga aset lindung nilai untuk menjaga kestabilan finansial jangka panjang.
Faktor terakhir yang turut memengaruhi fluktuasi harga logam mulia adalah nilai tukar dolar AS. Pasalnya, harga emas dunia dihitung dalam dolar sehingga perubahan pada nilai mata uang ini langsung berdampak. Ketika dolar menguat, maka harga logam mulia turun karena dianggap lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain. Sebaliknya, ketika dolar melemah, maka harga logam mulia cenderung naik.
Misalnya, ketika dolar melemah terhadap rupiah, maka harga logam mulia di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini karena nilai tukar membuat harga jual emas ikut mengalami penyesuaian. Untuk itu, sebelum membeli atau menjual emas, pastikan untuk mengecek kurs dolar terhadap rupiah terlebih dahulu. Tujuannya agar kamu tahu kapan waktu transaksi yang paling menguntungkan.
Jadi, fluktuasi harga emas sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari kondisi geopolitik, inflasi, kebijakan moneter, hingga permintaan pasar. Dengan memahami faktor-faktor ini, maka kamu bisa lebih bijak dalam membaca peluang sebelum mengambil keputusan finansial.