Saat ini, masyarakat dunia hidup di era digital. Hampir semua aspek kehidupan sekarang telah dipermudah berkat adanya perkembangan teknologi digital. Namun, kemajuan ini tak hanya membawa dampak positif, tetapi juga dampak psikologis bagi para penggunanya, khususnya generasi muda.
Salah satu fenomena psikologis yang terjadi beberapa tahun terakhir adalah FOMO atau Fear of Missing Out. Sederhananya, FOMO adalah perasaan takut tertinggal atau kehilangan momen-momen yang dianggap penting oleh banyak khalayak umum yang sering kali makin diperparah oleh media sosial.
Bagi generasi muda saat ini, FOMO menimbulkan tekanan sosial yang tidak sehat dan bahkan bisa berdampak buruk pada kondisi kesehatan mental mereka.
Melansir laman DJKN Kemenkeu, secara umum FOMO atau Fear of Missing Out adalah rasa takut “tertinggal” karena tidak mengikuti tren tertentu. Orang yang FOMO umumnya merasa cemas dan takut ketika merasa tertinggal sesuatu, seperti berita terbaru, tren, dan hal-hal baru lainnya.
Rasa takut dalam hal ini lebih mengacu pada persepsi atau perasaan bahwa orang lain lebih senang atau mengalami hal-hal yang lebih baik daripada yang dia alami sendiri.
Bagi mayoritas generasi muda, seperti milenial dan gen Z, FOMO kerap kali dipicu oleh konten-konten yang bertebaran di media sosial. Umumnya, konten tersebut menampilkan kehidupan orang lain atau influencer yang dianggap lebih bahagia dan sukses.
Makin banyak generasi muda melihat konten-konten semacam itu, makin besar pula kemungkinan munculnya perasaan bahwa mereka seolah-olah telah melewatkan sesuatu yang penting.
Hal ini secara langsung dapat mendorong mereka untuk terus-terusan mengikuti tren tertentu agar merasa up-to-date sekalipun sebenarnya kondisi mereka tidak memungkinkan untuk mengikuti tren tersebut.
Orang yang mengalami FOMO, biasanya menunjukkan beberapa gejala seperti di bawah ini:
Salah satu indikator orang mengalami FOMO adalah menggunakan media sosial secara berlebihan. Namun hal ini berbeda dengan para profesional yang bekerja di bidang media sosial.
Orang yang FOMO biasanya akan terus-menerus mengecek ponsel mereka, khususnya akun media sosial mereka. Hal ini agar mereka tidak ketinggalan berita atau tren terbaru. Biasanya, kegiatan ini dilakukan tanpa mereka sadari, seperti scrolling media sosial tanpa henti.
Pengidap FOMO merasa dirinya seolah-olah harus terus terlibat dalam segala tren yang sedang populer. Mereka takut ditinggalkan atau dikucilkan bila tidak mengikuti tren tersebut. Jadi, meskipun sebenarnya mereka tidak mampu, mereka memaksakan diri untuk mengikuti kegiatan yang sedang populer tanpa memikirkan apakah mereka benar-benar menikmatinya atau tidak.
Gejala lain dari FOMO adalah kebiasaan untuk membandingkan hidupnya dengan orang lain. Orang yang FOMO biasanya merasa hidup orang terlihat lebih menarik, lebih berhasil dan bahagia. Hal ini pada akhirnya menimbulkan perasaan rendah diri.
Orang yang FOMO sering kali melakukan pemborosan demi mengikuti sebuah tren hanya agar terlihat up-to-date. Hal ini sering kali menimbulkan perilaku konsumtif atau doom spending yang erat kaitannya dengan fenomena FOMO.
Orang yang mengalami FOMO kerap kali tidak bisa berkata “tidak” pada sebuah ajakan meskipun dirinya sendiri memiliki kemampuan finansial yang tidak mencukupi untuk melakukan ajakan tersebut. Hal ini umumnya dilakukan oleh orang-orang FOMO agar mereka tidak tertinggal dan tetap dianggap terlibat dalam suatu komunitas sosial.
Lantas, apa yang menyebabkan timbulnya fenomena FOMO pada generasi muda? Berikut beberapa faktor penyebabnya:
Melansir laman Psychology Today, media sosial adalah penyebab utama munculnya fenomena FOMO, terutama bagi kalangan generasi muda yang notabenenya sangat aktif secara digital.
Platform seperti Instagram, X, dan TikTok memungkinkan mereka untuk bisa melihat kehidupan orang lain yang biasanya ditampilkan dalam versi yang “sempurna”. Dari aktivitas inilah, muncul perasaan iri sekaligus cemas yang pada akhirnya memicu FOMO.
Bukan hanya milenial dan gen Z, generasi X serta boomer pun kerap kali merasa harus mengikuti kegiatan tertentu yang sedang dianggap ngetren hanya agar diterima oleh komunitasnya.
Perasaan ini justru makin menjadi-jadi ketika melihat teman-teman seumuran mereka ikut serta dalam kegiatan populer. Alhasil, mereka akan merasa seolah tertinggal bila tidak ikut terlibat.
Sulit merasa puas bisa menjadi salah satu penyebab FOMO. Orang-orang yang sulit merasa puas dengan apa yang ada di hidupnya cenderung lebih mudah terkena masalah FOMO. Hal ini karena mereka pada umumnya akan terus mencari “pelarian” dari kekurangan yang mereka rasakan. Caranya adalah dengan mengikuti cara hidup orang lain.
Fenomena FOMO tak hanya berdampak buruk pada kehidupan sosial tetapi juga membawa dampak negatif pada kesehatan fisik dan mental seseorang. Berikut ini beberapa dampak dari fenomena FOMO:
Orang-orang yang FOMO cenderung mudah mengalami stres berlebih karena mereka merasa harus terus mengikuti tren atau kegiatan yang sedang dianggap penting oleh khalayak umum. Tekanan semacam ini bila dibiarkan dapat menimbulkan kecemasan dan efek jangka panjangnya adalah merusak kesehatan mental.
FOMO membuat orang sulit fokus pada pekerjaan atau tugas karena mereka kerap kali merasa sibuk dengan kegiatan lain yang kurang penting, seperti scrolling media sosial saat jam kerja. Akibatnya, produktivitas pun ikut menurun dan pada akhirnya berpengaruh terhadap performa kerja atau akademik.
Kondisi kecemasan yang diakibatkan oleh FOMO dapat menyebabkan gangguan tidur. Tak sedikit orang yang FOMO merasa sulit tidur atau tidak bisa tidur dengan nyenyak karena takut akan ketinggalan sesuatu.
FOMO juga bisa berdampak pada keuangan, terlebih bila mereka membeli barang atau mengikuti tren yang pada dasarnya tidak sesuai dengan isi dompet atau sebenarnya tidak benar-benar mereka perlukan. Akibatnya, terjadi masalah finansial karena pengeluaran membengkak hanya demi dianggap up-to-date.
Jadi, fenomena FOMO adalah tantangan serius bagi banyak generasi di era digital, khususnya para milenial dan gen Z. Perasaan takut ketinggalan ini kerap kali muncul karena mengonsumsi konten-konten tertentu di media sosial dan tekanan sosial yang membuat kehidupan orang lain tampak lebih indah.
Fenomena ini tak hanya berdampak pada kehidupan sosial tetapi juga pada kesehatan mental maupun fisik. Untuk mengatasi FOMO, hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan membangun kesadaran diri bahwa kebahagiaan dan kepuasan diri tidak berasal dari luar, seperti mengikuti jalan hidup orang lain.
Fokus pada diri sendiri, kurangi konsumsi media sosial, dan jalani aktivitas yang benar-benar memberikan manfaat. Dengan begitu, kamu bisa menghindari FOMO dan merasa hidup jauh lebih bermakna.