Hari Anak Nasional 2025: Saatnya Mengenal Digital Parenting

Hari Anak Nasional 2025 menjadi momen penting untuk menyoroti tren pola asuh baru yang relevan dengan kondisi saat ini, yakni digital parenting. Apa itu?
Sumber : Envato

Tanggal 23 Juli merupakan Hari Anak Nasional di Indonesia. Ini sekaligus menjadi momen penting untuk refleksi sekaligus mengapresiasi betapa pentingnya peran anak-anak dalam proses pembangunan bangsa. Dalam perayaan ini, ada satu hal yang makin relevan dengan proses tumbuh kembang anak-anak saat ini, yakni penggunaan gadget dalam pengasuhan anak.

Anak Sekarang Tak Bisa Dipisahkan dari Teknologi

Hari Anak Nasional
Sumber : Envato

Harus diakui bahwa zaman telah berubah. Anak-anak saat ini adalah generasi yang lahir dan tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Data dari UNICEF bahkan menunjukkan bahwa 40% anak Indonesia yang berusia 5-12 tahun sudah mengakses internet sekitar 5,4 jam per hari. Dengan kata lain, dunia digital sudah menjadi bagian dari tumbuh kembang anak saat ini.

Sebagian orang tua, mungkin sering cemas ketika melihat anak terlalu lama bermain gadget. Lantas, apakah mereka harus dilarang menggunakan gadget? Larangan total jelas bukan solusi yang ideal. Pasalnya, mustahil bagi anak zaman sekarang jika tidak diperkenalkan dengan gadget. Ini lantaran kegiatan belajar mengajar di sekolah pun juga terkadang membutuhkan gadget.

Namun, jika penggunaan gadget pada anak tidak dibatasi, tentu efeknya bisa buruk. Untuk itu, butuh pendekatan yang lebih bijak guna memastikan teknologi berperan sebagai alat bantu dan bukan sebagai musuh.

Gadget Bukan Musuh, Tapi Alat

Banyak orang tua masih menganggap gadget sebagai “musuh” dalam tumbuh kembang anak zaman sekarang. Namun, psikolog keluarga Sani B. Hermawan berpendapat lain. Melalui Liputan6, Sani menyampaikan bahwa penggunaan gadget di zaman sekarang tidak sepenuhnya dapat dihindari, khususnya untuk keperluan pendidikan dan sosial anak. Sebab, jika digunakan dengan benar, maka gadget bisa menjadi alat pembelajaran yang efektif.

Misalnya, anak bisa belajar bahasa Inggris lewat YouTube, mengerjakan tugas sekolah secara online, hingga mengikuti kelas coding sejak dini. Terlebih, saat ini sudah banyak sekali platform edukasi yang mampu menyesuaikan gaya belajar anak. 

Oleh sebab itu, alih-alih melarang anak menggunakan gadget, kamu bisa mulai mengarahkan mereka kapan seharusnya belajar, bermain, beristirahat, dan menggunakan gadget. Selain itu, sebagai orang tua, kamu juga harus membersamai mereka saat mereka menggunakan gadget. Dengan begitu, kamu bisa mengatur apa yang seharusnya mereka konsumsi dan tidak boleh dikonsumsi.

Sani juga menyarankan penggunaan teknik push and pull¸ yakni gabungan antara memberi kepercayaan kepada anak dan tetap memberikan batasan. Metode ini bisa diterapkan pada anak usia SD. Kamu bisa melakukannya dengan mengajak anak ngobrol untuk menentukan kapan mereka bisa menggunakan gadget, konten apa yang boleh diakses, dan kapan sebaiknya tidak menggunakan gadget.

Nah, metode ini sebenarnya sudah menjadi bagian dari tren pola asuh saat ini, yakni digital parenting. Apa itu?

Digital Parenting: Cara Bijak Membersamai Anak

Hari Anak Nasional
Sumber : Envato

Melansir laman Fimela, digital parenting adalah proses membimbing anak untuk menggunakan teknologi secara aman dan bertanggung jawab. Pola asuh ini juga mencakup penetapan screen time dan memantau aktivitas online si anak.

Tujuan dari parenting ini bukan hanya melindungi anak dari potensi bahaya online seperti cyberbullying, predator di dunia maya, atau konten-konten yang tidak pantas. Namun tujuannya juga untuk membantu anak-anak memahami sisi positif dari dunia digital.

Nah, berikut ini beberapa prinsip utama dalam digital parenting yang bisa kamu terapkan:

1. Harus selalu update

Anak-anak generasi alpha terkadang lebih melek teknologi dibanding orang tua mereka. Untuk itu, sebagai orang tua, kamu harus selangkah lebih maju dibanding buah hati kamu. Usahakan untuk selalu update tentang tren-tren digital. Hal ini ditujukan agar kamu bisa memberikan arahan yang relevan dan tepat untuk anak.

2. Komunikasi terbuka dan konsisten

Masalah yang timbul antara anak dan orang tua sering kali disebabkan oleh komunikasi yang buruk. Jadi, sebelum terlanjur, biasakanlah untuk berdiskusi secara terbuka dengan anak. Ajak mereka membicarakan apa yang mereka lihat dan lakukan secara online tanpa terkesan menghakimi. Ingat, anak juga butuh didengar.

3. Masuk dalam dunia online anak

Orang tua juga perlu terlibat dalam kehidupan online anak. Caranya adalah dengan terjun di dunia online mereka, entah itu bermain game atau sekadar membicarakan aktivitas online mereka. Dengan cara ini, orang tua bisa melihat langsung bagaimana anak menggunakan teknologi. Cara ini juga efektif untuk membangun koneksi emosional dengan si anak.

4. Buat kesepakatan dengan anak

Cara selanjutnya menerapkan digital parenting adalah dengan membuat kesepakatan digital. Sebagai orang tua, kamu bisa membuat kesepakatan yang berisi soal aturan untuk penggunaan gadget, aktivitas online, serta konsekuensinya jika anak melanggar aturan tersebut. Pastikan pula anak terlibat dalam proses pembuatan kesepakatan ini.

5. Hargai privasi anak

Setiap orang memiliki privasi, pun begitu dengan anak. Jangan mengawasi kegiatan online mereka secara berlebihan, terlebih jika anak sudah memasuki usia remaja. Sebab, hal ini bisa membuat mereka merasa tidak nyaman dan bahkan membuat mereka sulit untuk berkomunikasi dengan orang tua secara terbuka. Terlebih, jika orang tua ‘menjajah’ privasi anak, justru orang tua akan sulit dipercaya oleh anak.

Tantangan dan Solusi dalam Menerapkan Digital Parenting

Dari tips-tips di atas, mungkin digital parenting terdengar sangat ideal. Namun, praktiknya tak selalu mudah. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi, apalagi jika orang tua tidak begitu melek soal teknologi.

Jika orang tua tertinggal jauh dari anak soal penggunaan teknologi, otomatis digital parenting tidak akan berjalan efektif. Untuk itu, orang tua harus senantiasa belajar. Jangan merasa hanya karena sudah menjadi orang tua, otomatis kamu lebih tahu segalanya dari anakmu. Ingat, anakmu hidup di era informasi.

Namun, orang tua yang tidak bisa lepas dari gadget saat di rumah juga bisa menjadi contoh yang buruk bagi anak. Jangan lupa, anak bakal meniru apa yang mereka lihat. Jika kamu sendiri tidak pernah berhenti scroll media sosial bahkan saat menemani anak bermain, otomatis anak juga akan melakukan hal yang sama begitu mereka diberi gadget.

Ketika anak juga ikut kecanduan gadget, otomatis orang tua akan kesulitan membangun komunikasi yang sehat dengan si anak. Padahal, komunikasi adalah kunci dari hubungan yang sehat. Jika ini tidak terjadi di antara anak dan orang tua, maka akan muncul jarak secara emosional yang sulit untuk dihubungkan kembali.

Anak bisa merasa tidak dipahami oleh orang tuanya. Sementara itu, orang tua akan merasa diabaikan oleh anaknya. Di sinilah pentingnya kehadiran orang tua. Bukan hanya hadir secara fisik, tetapi juga emosional dan digital.

Di Hari Anak Nasional 2025 ini, mari jadikan digital parenting sebagai komitmen nyata. Bukan untuk mengatur anak secara berlebihan, tetapi untuk membangun koneksi emosional, menciptakan ruang aman, dan mendampingi mereka tumbuh dengan sehat di dunia yang serba digital ini. Sebab, pada akhirnya, anak yang merasa didengar dan dipahami bisa tumbuh lebih percaya diri, tangguh, dan pastinya bijak dalam menggunakan teknologi.

Leave a Reply