Setiap tanggal 17 Maret, Indonesia memperingati Hari Perawat Nasional. Peringatan ini sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa dan dedikasi perawat dalam dunia kesehatan. Harus dipahami bahwa perawat memiliki peran krusial dalam sistem pelayanan kesehatan, mulai dari membantu perawatan pasien di rumah sakit hingga memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat.
Tanpa adanya perawat, otomatis pelayanan kesehatan akan lumpuh dan bahkan banyak nyawa tak bisa terselamatkan. Namun meskipun mereka adalah pahlawan, kesejahteraan tenaga kesehatan (nakes), khususnya perawat, masih menjadi perdebatan di negara ini.
Tak sedikit perawat yang mengalami banyak tantangan seperti gaji yang tidak sesuai dengan beban kerja yang tinggi. Nah, di momen Hari Perawat Nasional ini, sudah saatnya kita semua menyoroti isu ini dan memahami kondisi para perawat di Indonesia saat ini.
Hari Perawat Nasional memiliki sejarah yang cukup panjang di Indonesia. Sejarah keperawatan di Tanah Air dapat ditelusuri sejak zaman kolonial Belanda. Saat itu tenaga kesehatan dari kalangan pribumi disebut sebagai “verpleger”.
Para perawat kala itu bertugas membantu tenaga medis Belanda dalam merawat pasien di rumah sakit militer maupun sipil. Namun, pada saat itu, peran perawat masih dianggap remeh dan hanya sebagai asisten dokter.
Setelah kemerdekaan Indonesia, profesi keperawatan mulai berkembang dengan pesat. Pada 1952, pemerintah mulai mendirikan banyak sekolah keperawatan guna mencetak tenaga medis yang jauh lebih profesional. Hal ini menjadi tonggak awal Indonesia untuk meningkatkan kualitas tenaga perawat di Tanah Air.
Puncaknya, pada 17 Maret 1974, berbagai organisasi perawat yang sebelumnya berdiri secara independen akhirnya bersatu dan membentuk satu wadah besar, yakni Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Tujuan dibentuknya PPNI adalah untuk memperjuangkan hak-hak perawat, meningkatkan profesionalisme, dan memperkuat peran perawat dalam sistem kesehatan Indonesia.
Sejak saat itulah, 17 Maret ditetapkan sebagai Hari Perawat Nasional. Tujuannya adalah untuk mengapresiasi semua perjuangan perawat dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya profesi ini.
Meskipun peran mereka sangat krusial, nyatanya kesejahteraan perawat di Indonesia masih menjadi permasalahan yang hingga kini belum terselesaikan. Banyak perawat yang merasa belum mendapatkan apresiasi yang sepadan dengan beban kerja dan risiko yang mereka hadapi:
Salah satu permasalahan utama yang hingga kini masih dihadapi oleh perawat di Indonesia adalah gaji yang rendah. Menurut data dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), gaji perawat di Indonesia masih jauh dari standar layak. Tak sedikit perawat di daerah yang hanya menerima gaji Rp2-3 juta per bulan, bahkan ada yang masih digaji di bawah UMR.
Jika dibandingkan dengan negara lain, jelas gaji perawat di Indonesia masih kalah jauh. Di Malaysia misalnya, perawat mendapatkan gaji sekitar 2.700-3.100 ringgit per bulan atau setara 10-11,5 juta rupiah. Jadi, tak heran banyak lulusan sekolah perawat Indonesia yang memilih bekerja di luar negeri guna mendapatkan penghasilan yang lebih layak.
Selain masalah gaji, perawat di Indonesia juga menghadapi beban kerja yang berat. Sebuah studi menyebutkan bahwa 83% tenaga kesehatan di Indonesia mengalami stres dan kelelahan kerja akibat tuntutan yang tinggi.
Di banyak rumah sakit dan puskesmas, jumlah perawat sering kali tak sebanding dengan jumlah pasien. Kondisi ini menyebabkan perawat harus bekerja lembur, mengorbankan waktu istirahat, bahkan mengabaikan kesehatan mereka sendiri demi melayani pasien.
Profesi perawat memiliki risiko tinggi terpapar penyakit menular. Saat pandemi COVID-19, perawat merupakan garda depan dalam menangani pasien yang terkena infeksi. Sayangnya, banyak dari mereka yang kurang mendapatkan perlindungan yang memadai.
Menurut data PPNI, selama COVID-19, ada lebih dari 274 perawat di seluruh Indonesia yang meninggal dunia karena terpapar virus di tempat kerja. Hal ini menunjukkan betapa rentannya kondisi kerja para perawat di Tanah Air.
Bahkan, tak sedikit dari perawat yang harus menghadapi kekerasan verbal dan fisik dari pasien maupun keluarganya dan jarang mendapatkan perlindungan hukum.
Peringatan Hari Perawat Nasional juga menyoroti ketimpangan tenaga kesehatan di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 9% puskesmas di seluruh wilayah Indonesia masih kekurangan dokter, 32,4% kekurangan dokter gigi, dan 10,6% kekurangan bidan.
Tak hanya itu, tak sedikit perawat yang bertugas di daerah terpencil harus menghadapi minimnya akses fasilitas, gaji rendah, dan kurangnya tunjangan insentif. Sementara itu, di kota-kota besar, persaingan tenaga kerja makin tinggi, menyebabkan banyak perawat sulit mendapatkan pekerjaan dengan gaji layak.
Lantas, apa yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan? Pemerintah mengeluarkan PP No. 28 Tahun 2024 terkait Kesejahteraan Tenaga Medis dan Kesehatan yang mengatur tentang standar gaji, jam kerja, dan tunjangan bagi seluruh tenaga kerja.
Namun, implementasi kebijakan ini masih menjadi tantangan. Tak sedikit perawat yang mengeluhkan insentif tidak kunjung cair atau cair tetapi tidak tepat waktu. Ditambah lagi, masih banyak rumah sakit yang belum memiliki standar kesejahteraan tenaga kerja yang layak.
Di Hari Perawat Nasional ini, seyogyanya menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih mengapresiasi dan memperjuangkan perawat-perawat di Indonesia. Sebagai masyarakat, kamu bisa mulai dengan hal-hal sederhana seperti tidak memperlakukan mereka sebagai “pelayan” dan tidak membentak-bentak mereka.
Di samping itu, pemerintah juga harus lebih serius dalam memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar berjalan dengan efektif dan bukan hanya menjadi wacana belaka. Ingat, perawat adalah tulang punggung kesehatan Indonesia. Jika kesejahteraan mereka terus diabaikan, maka kualitas pelayanan kesehatan di negara ini juga ikut terdampak.